Tag Archives: Rating: C

Review: Kalian Pantas Mati (2022)

Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Alim Sudio (Miracle in Cell No. 7, 2022) berdasarkan film horor asal Korea Selatan yang berjudul Mourning Grave (Oh In-chun, 2014), Kalian Pantas Mati bercerita tentang kehidupan seorang pemuda bernama Rakka (Emir Mahira) yang dianugerahi kemampuan untuk berkomunikasi dengan para roh dari orang-orang yang telah meninggal namun masih bergentayangan di sekitaran manusia. Biasanya, para roh tersebut mencoba berkomunikasi untuk meminta bantuan Rakka dalam menyelesaikan masalah-masalah mereka yang belum selesai di dunia. Tidak heran, ketika sesosok hantu cantik yang mengaku sama sekali tidak mengingat nama maupun siapa dirinya (Zee JKT48) datang menghampirinya, Rakka menduga sang hantu juga akan meminta bantuannya. Namun, sang hantu ternyata hanya ingin menemani Rakka karena merasa kesepian dengan kehidupannya sebagai hantu. Di saat yang bersamaan, beberapa anak di tempat Rakka bersekolah menghilang secara misterius. Dengan kemampuan yang dimilikinya, Rakka mulai mencari tahu tentang misteri kelam yang sedang menyelimuti sekolahnya. Continue reading Review: Kalian Pantas Mati (2022)

Review: Pamali (2022)

Setelah DreadOut (2019) – yang posisinya hampir saja digantikan oleh Jailangkung: Sandekala (2022) sebagai film terburuk dalam filmografi sutradara Kimo Stamboel – kini Pamali menjadi film layar lebar teranyar yang alur pengisahannya diadaptasi dari permainan video berjudul sama. Masih membawakan warna horor, film arahan Bobby Prasetyo (Eyang Putri, 2021) ini memiliki alur pengisahan yang terasa begitu familiar bahkan jika Anda sama sekali belum pernah mendengar apapun tentang permainan videonya. Dikisahkan, pasangan muda, Jaka Sunarya (Marthino Lio) dan Rika (Putri Ayudya), mendatangi rumah peninggalan orangtua Jaka Sunarya yang sebenarnya telah cukup lama tidak dikunjungi dengan niatan untuk tinggal beberapa hari guna membersihkannya sebelum kemudian dijual. Seperti yang dapat diduga, sejak pertama kali Jaka Sunarya dan Rika menginjakkan kakinya, atmosfer kelam dan tidak menyenangkan dengan segera menyeruak dari rumah itu. Dengan kondisinya yang sedang hamil tua, Rika meminta kepada sang suami agar keduanya dapat segera meninggalkan lokasi menyeramkan tersebut. Continue reading Review: Pamali (2022)

Review: Gendut Siapa Takut?! (2022)

Diadaptasi dari novel karangan Alnira yang berjudul sama, film terbaru arahan Pritagita Arianegara (Surga yang Tak Dirindukan 3, 2021), Gendut Siapa Takut?!, bercerita tentang seorang penulis novel romansa sukses bernama Moza Aphrodite (Marshanda) yang meskipun memiliki ukuran tubuh yang tidak proporsional namun selalu merasa percaya diri dengan berbagai kemampuan dan pencapaian yang telah berhasil diraihnya. Tetap saja, dengan usia yang terus bertambah, dan kedua orangtua (Tora Sudiro dan Cut Mini) yang terus mendesak, mendapatkan pasangan hidup kini seringkali menjadi fokus dan beban pemikirannya. Moza Aphrodite sebenarnya menyimpan rasa suka kepada Dafian Jatmiko (Marthino Lio), seorang sutradara film terkenal yang akan memfilmkan novelnya. Namun, dirinya enggan untuk bersaing dengan seorang model sekaligus aktris bernama Anggun (Jihane Almira) yang juga sedang berusaha mendapatkan perhatian Dafian Jatmiko. Di lain kesempatan, Moza Aphrodite bertemu kembali dengan Nareswara Radeva (Wafda Saifan Lubis), teman sekelasnya yang dahulu sering menjadikan tubuh gendutnya sebagai bahan ejekan namun sekarang telah berprofesi sebagai seorang dosen dan datang menemui Moza Aphrodite untuk meminta maaf. Pertemuan dengan Nareswara Radeva ternyata perlahan memicu rasa suka di hati Moza Aphrodite. Continue reading Review: Gendut Siapa Takut?! (2022)

Review: Mendarat Darurat (2022)

Film cerita panjang kedua yang ditulis, diarahkan, serta dibintangi oleh Pandji Pragiwaksono setelah Partikelir (2018), Mendarat Darurat, memiliki premis cerita yang cukup menarik. Linimasa pengisahannya dibuka dengan tuturan tentang kehidupan pernikahan antara Glenn (Reza Rahadian) dengan Maya (Marissa Anita) yang mulai terasa hambar. Glenn, khususnya, mulai merasa kesehariannya seperti berada di dalam penjara akibat Kania yang seringkali mengomeli serta mencurigainya berselingkuh. Pertahanan rasa kesetiaan Glenn terhadap sang istri kemudian goyah ketika salah seorang rekan kerjanya, Kania (Luna Maya), memberikan perhatian lebih kepada dirinya. Glenn lantas memutuskan untuk benar-benar berselingkuh. Dengan menggunakan alasan tugas ke luar kota kepada Maya, Glenn mengajak Kania untuk menghabiskan waktu berdua di sebuah kamar hotel. Sial, ketika sedang berdua, Glenn dan Kania menerima kabar pesawat yang seharusnya dinaiki Glenn untuk bertugas ke luar kota jatuh dan menewaskan seluruh penumpangnya. Situasi yang jelas menjebak Glenn dalam dilema mendalam: ia tidak mungkin selamanya berpura-pura mati, namun niatannya berselingkuh dengan Kania tentu akan ketahuan jika ia menghubungi dan mengakui hal yang sebenarnya kepada Maya. Continue reading Review: Mendarat Darurat (2022)

Review: Miracle in Cell No. 7 (2022)

Berbeda dengan adaptasi asal Turki berjudul sama (Mehmet Ada Öztekin, 2019) yang menggunakan premis serupa namun dengan sejumlah perubahan signifikan pada elemen cerita guna lebih menonjolkan unsur pengisahan drama, versi buat ulang teranyar dari Miracle in Cell No. 7 (Lee Hwan-kyung, 2013) yang diarahkan oleh sutradara Hanung Bramantyo (Satria Dewa: Gatotkaca, 2022) berdasarkan naskah cerita yang ditulis oleh Alim Sudio (Sayap Sayap Patah, 2022) lebih memilih untuk tetap setia pada garis besar alur pengisahan drama komedi yang sebelumnya telah diterapkan oleh Lee. Linimasa ceritanya dimulai dengan usaha seorang pengacara bernama Kartika (Mawar de Jongh) untuk membuka kembali kasus kejahatan yang dahulu dituduhkan kepada ayahnya, Dodo Rozak (Vino G. Bastian), dan lantas membuat sang ayah yang merupakan penyandang disabilitas mental menerima hukuman mati. Mengumpulkan kembali orang-orang yang dahulu sempat mengenal sang ayah ketika dirinya berada di dalam penjara, mulai dari rekan-rekan satu selnya, Japra (Indro Warkop), Jaki (Tora Sudiro), Bewok (Rigen Rakelna), Atmo (Indra Jegel), dan Bule (Bryan Domani), hingga kepala sipir yang dahulu bertugas, Hendro Sanusi (Denny Sumargo), Kartika bertekad untuk membersihkan nama ayahnya dari tuduhan kejahatan yang tidak pernah dilakukannya. Continue reading Review: Miracle in Cell No. 7 (2022)

Review: Mumun (2022)

Diadaptasi dari serial televisi berjudul Jadi Pocong yang sempat cukup populer ketika tayang pada tahun 2002 – 2003 silam, Mumun yang menjadi film horor terbaru yang diarahkan oleh sutradara Rizal Mantovani (Kuntilanak 3, 2022) ini memulai linimasa penceritaannya dengan memperkenalkan dua karakter saudara kembar, Mimin dan Mumun (keduanya sama-sama diperankan oleh Acha Septriasa). Meskipun kembar, Mimin dan Mumun memiliki perangai yang saling bertolak belakang. Ketika Mimin memilih untuk mengejar ambisinya untuk menjadi sosok yang sukses dengan bekerja di kota, Mumun justru memilih untuk menjalani kehidupan yang sederhana dengan tinggal di kampung bersama kedua orangtuanya (Atet Zakaria dan Oce Permatasari) sembari membuka warung dan menunggu dirinya dilamar oleh sang kekasih, Juned (Dimas Aditya). Sial, sebelum impiannya untuk menikah terwujud, Mumun tewas akibat kecelakaan ketika dirinya sedang dikejar oleh seorang preman bernama Jefri (Volland Humonggio) yang memang semenjak lama telah menaruh hati pada dirinya. Bagaikan kemalangan yang tak berkesudahan, ketika jasadnya dikebumikan, tali kain kafan Mumun lupa dibukakan oleh sang penggali kubur, Husein (Mandra). Arwah Mumun pun bangkit sebagai sosok pocong bermata hijau yang kini menebar teror ke seisi kampung. Continue reading Review: Mumun (2022)

Review: Nope (2022)

Ada sentuhan yang berbeda dalam horor terbaru persembahan dari Jordan Peele, Nope. Hadir dalam skala produksi yang terasa mendekati ukuran blockbuster dan jelas jauh lebih megah jika dibandingkan dengan Get Out (2017) maupun Us (2017), Nope menghadirkan usaha Peele untuk menghadirkan kisah misteri akan makhluk angkasa luar yang terinspirasi film-film semacam Close Encounters of the Third Kind (Steven Spielberg, 1977) dan Signs (M. Night Shyamalan, 2002). Sebuah ranah pengisahan baru yang dipenuhi oleh pelbagai ide eksentrik a la Peele dengan sejumlah sentilan akan isu sosial dan politik yang, tentu saja, selalu mampu diselipkan Peele dalam setiap penuturan film-filmnya. Cukup menjanjikan, walaupun, sayangnya, dihadirkan dengan eksekusi dari Peele yang tidak mampu menghidupkan potensi cerita tersebut secara utuh. Continue reading Review: Nope (2022)

Review: Fall (2022)

Seperti judul filmnya yang minimalis dan sederhana, alur pengisahan Fall juga tidak memiliki struktur cerita yang rumit untuk diikuti. Dengan naskah cerita yang ditulis oleh sutradara film ini, Scott Mann, bersama dengan Jonathan Frank – yang sekaligus menandai kali ketiga kerjasama mereka setelah The Tournament (2009) dan Final Score (2018), Fall berkisah tentang usaha seorang perempuan, Hunter (Virginia Gardner), untuk menghibur sahabatnya, Becky (Grace Caroline Currey), yang selama lebih dari setahun terakhir merasakan depresi dan mengurung diri usai kematian sang suami, Dan (Mason Gooding). Sebagai penggila tantangan dan olahraga ekstrem, Hunter mengajak Becky untuk memanjat sebuah menara televisi setinggi 2000 kaki yang berada di suatu tempat terpencil dan kini tidak lagi dipedulikan keberadaannya. Meskipun awalnya menolak tawaran tersebut, Becky ternyata begitu menikmati tantangan yang diberikan Hunter dan bahkan mampu membuatnya merasa hidup kembali. Namun, seperti yang dapat diduga, bahaya kemudian datang mengintai dan mengancam nyawa keduanya. Continue reading Review: Fall (2022)

Review: Laal Singh Chaddha (2022)

Rasanya tidak ada seorangpun yang mengaku sebagai pecinta sinema yang tidak mengenal barisan kata yang diucapkan oleh Tom Hanks ketika berperan sebagai karakter Forrest Gump dalam film arahan Robert Zemeckis (1994) yang juga berjudul sama.

Mama always said life was like a box of chocolates. You never know what you’re gonna get.”

Memenangkan 6 kategori, termasuk Best Picture, Best Director untuk Zemeckis, dan Best Actor in a Leading Role untuk Hanks, dari 13 nominasi yang diraihnya pada ajang The 67th Annual Academy Awards sekaligus berhasil mengumpulkan pendapatan komersial sebesar lebih dari US$678 juta di sepanjang masa perilisannya di seluruh dunia, Forrest Gump adalah salah satu film terbesar dan terpopular di tahun 1990an. Continue reading Review: Laal Singh Chaddha (2022)

Review: Pengabdi Setan 2: Communion (2022)

Pengabdi Setan (2017) jelas memiliki posisi tersendiri dalam filmografi seorang Joko Anwar. Bukan hanya merupakan film horor supranatural pertama yang diarahkan oleh Anwar, Pengabdi Setan juga menjadi film garapan pertamanya yang berhasil meraih sukses secara komersial semenjak karir penyutradaraannya dimulai lewat Janji Joni (2005). Di sepanjang masa perilisannya, Pengabdi Setan mengumpulkan lebih dari empat juta penonton, memberikannya gelar sebagai film dengan perolehan jumlah penonton terbanyak pada tahun tersebut sekaligus sebagai film horor dengan perolehan jumlah penonton terbanyak sepanjang masa – sebelum titel tersebut kemudian direbut oleh KKN di Desa Penari (Awi Suryadi, 2022). Kesuksesan masif Pengabdi Setan sepertinya juga memperkenalkan nama Anwar – yang sebelumnya lebih dikenal sebagai sutradara “kesayangan kritikus film dan sinefil” – pada kalangan penonton film yang lebih luas dan membuka jalan bagi dua film arahan Anwar selanjutnya, Gundala (2019) dan Perempuan Tanah Jahanam (2019), untuk meraih kesuksesan komersial yang berimbang dengan Pengabdi Setan. Continue reading Review: Pengabdi Setan 2: Communion (2022)

Review: Ghost Writer 2 (2022)

Setelah perilisan Gara-gara Warisan (2022) yang menjadi debut pengarahan film cerita panjangnya, Muhadkly Acho kembali duduk di kursi penyutradaraan untuk Ghost Writer 2 – sekuel bagi Ghost Writer (2019) yang juga merupakan debut pengarahan film cerita panjang bagi Bene Dion Rajagukguk. Tidak hanya sebagai sutradara, Acho juga menggantikan posisi Rajagukguk sebagai penulis naskah film bersama dengan Nonny Boenawan. Rajagukguk – yang baru saja meraih sukses besar lewat film Ngeri-ngeri Sedap (2022) yang ia arahkan – hanya bertugas sebagai produser bagi film ini. Bukan sebuah masalah besar. Seperti halnya yang ditunjukkan Rajagukguk dalam Ghost Writer, Acho juga memiliki kemampuan yang mumpuni dalam menghidupkan paduan antara horor dan komedi yang dibawakan oleh Ghost Writer 2 – walaupun kemudian terasa terbata dalam pengembangan elemen pengisahan dramanya. Continue reading Review: Ghost Writer 2 (2022)

Review: Perjalanan Pertama (2021)

Menjadi film cerita panjang ketiga yang naskah ceritanya ditulis dan diarahkan oleh Arief Malinmudo setelah Surau dan Silek (2017) dan Liam dan Laila (2018), Perjalanan Pertama berkisah tentang hubungan antara seorang anak bernama Yahya (Muzakki Ramdhan) dengan kakeknya, Tan (Ahmad Tamimi Siregar), yang menjadi sosok orangtua tunggal dalam kehidupan Yahya dan telah merawat anak laki-laki tersebut semenjak ia kecil. Sekian lama, Yahya terus berusaha untuk menanyakan tentang keberadaan kedua orangtua kandungnya kepada Tan. Jawaban yang terus berubah akan pertanyaan-pertanyaan yang ia ajukan secara perlahan menyadarkan Yahya bahwa sang kakek tengah menyembunyikan sesuatu dari masa lalunya. Suatu hari, Tan mengajak sang cucu untuk turut serta mengantarkan cendera mata yang akan menjadi mahar pernikahan dari toko tempat ia bekerja. Perjalanan dengan menggunakan sepeda motor tersebut yang nantinya akan memberikan jawaban terhadap berbagai pertanyaan Yahya kepada sang kakek. Continue reading Review: Perjalanan Pertama (2021)

Review: Ranah 3 Warna (2021)

Sepuluh tahun lalu, Affandi Abdul Rachman mencoba untuk menterjemahkan kesuksesan trilogi buku Negeri 5 Menara karangan A. Fuadi dan memulainya dengan mengadaptasi buku pertama dari trilogi tersebut yang juga berjudul sama, Negeri 5 Menara (2012). Hasilnya sebenarnya tidak mengecewakan. Disokong oleh naskah cerita yang dituliskan oleh Salman Aristo, Negeri 5 Menara tampil dengan kualitas presentasi yang cukup mumpuni. Di tahun dimana layar bioskop nasional diramaikan oleh film-film yang alur ceritanya juga diadaptasi dari buku-buku popular – Habibie & Ainun (Faozan Rizal, 2012), 5 cm (Rizal Mantovani, 2012), Perahu Kertas (Hanung Bramantyo, 2012) – Negeri 5 Menara juga berhasil mengumpulkan lebih dari 700 ribu penonton di sepanjang masa perilisannya. Capaian komersial yang tidak buruk – meskipun terlihat “minimalis” khususnya ketika Negeri 5 Menara kala itu digadang untuk mengikuti jejak besar kesuksesan Laskar Pelangi (Riri Riza, 2008) yang memiliki kedekatan tema cerita. Continue reading Review: Ranah 3 Warna (2021)