Setelah menuliskan naskah cerita untuk beberapa film Indonesia dengan jumlah penonton terbanyak sepanjang masa seperti Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! – Part 1 (Anggy Umbara, 2016) dan Suzzanna: Bernapas dalam Kubur (Rocky Soraya, Umbara, 2018), Bene Dion Rajagukguk kini mengarahkan film layar lebar perdananya lewat Ghost Writer. Memadukan unsur horor dengan komedi, film yang naskah ceritanya digarap oleh Rajagukguk bersama dengan Nonny Boenawan ini bercerita mengenai seorang penulis novel, Naya (Tatjana Saphira), yang menemukan sebuah buku harian yang lantas dijadikannya inspirasi cerita bagi novel terbaru yang sedang digarapnya. Sial, buku harian tersebut ternyata pernah dimiliki oleh seorang pemuda bernama Galih (Ge Pamungkas) yang telah meninggal dunia akibat bunuh diri dan kini menghantui Naya karena tidak setuju isi buku hariannya dijadikan konsumsi publik. Ketakutan dengan teror yang dilakukan oleh Galih, Naya akhirnya mencoba berbicara dengan arwah penasaran tersebut yang kemudian ternyata menghasilkan sebuah kerjasama beda dunia antara mereka berdua.
Ide tentang kerjasama yang terjalin antara sesosok manusia dengan sosok arwah penasaran dalam menggarap sebuah novel harus diakui merupakan sebuah bibit penceritaan horor komedi yang cukup brilian. Ghost Writer jelas mendapatkan sokongan solid dari naskah cerita yang digarap Rajagukguk bersama dengan Boenawan. Tidak hanya mampu menghadirkan guyonan-guyonan yang meskipun familiar namun tetap berhasil diramu dengan sentuhan eksekusi yang terasa segar, naskah cerita Ghost Writer mengelola dengan baik pengembangan setiap karakter serta konflik yang disajikannya. Lihat saja relasi hubungan antara karakter Naya dengan adiknya, Darto (Endy Arfian), atau kisah persahabatan yang terjalin antara karakter Naya dengan karakter Galih. Terasa berjalan dan berkembang secara mulus dan alami serta mampu membentuk jalinan hubungan emosional yang erat dengan para penonton. Sentuhan ini pula yang mendorong Ghost Writer untuk tampil kuat – bahkan menyentuh – dalam menghadirkan pengisahan drama yang melibatkan konflik dan karakter dari masa lalu milik karakter Galih di paruh ketiga penceritaannya.
Mengarahkan sebuah film komedi jelas bukanlah sebuah hal yang mudah untuk dilakukan. Tantangan akan semakin lebih besar ketika film komedi tersebut dipadukan dengan unsur horor yang sama-sama membutuhkan kejelian khusus dalam penggarapannya guna menghasilkan momen-momen komedi dan/atau horor yang efektif. Beruntung, Rajagukguk cukup berhasil mengeksekusi dua elemen pengisahan tersebut dalam debut pengarahannya. Ghost Writer memang terasa tidak begitu terbebani untuk menghasilkan adegan-adegan yang dapat menakuti penontonnya. Elemen horor dalam film ini tergarap dengan mumpuni. Namun, jika dibandingkan dengan elemen komedinya, sisi horor dari Ghost Writer jelas terasa jauh dari kesan istimewa. Pengarahan yang diberikan Rajagukguk mampu memberikan tata kelola cerita yang tepat bagi film ini. Berjalan cepat namun tidak pernah terasa terburu-buru dalam penyajiannya. Memang tidak selalu berjalan mulus – paruh kedua film dimana hubungan antara karakter Naya dan Galih mengalami benturan terasa klise dan terbata-bata. Namun, sebagai sebuah debut pengarahan, Ghost Writer jelas menunjukkan bahwa Rajagukguk adalah seorang pengarah cerita yang memiliki kapabilitas yang handal.
Departemen akting Ghost Writer juga menghadirkan deretan penampilan yang apik nan berkelas. Saphira dan Pamungkas tampil dengan chemistry yang sangat meyakinkan dan membuat hubungan yang terjalin antara keduanya terasa begitu mudah untuk disukai. Arfian juga membuktikan kemampuan komikalnya – khususnya ketika karakternya sedang berinteraksi dengan karakter Billy yang diperankan Moh Iqbal Sulaiman dan begitu mencuri perhatian. Hal yang sama juga dapat dirasakan dari karakter-karakter pendukung yang diperankan Muhadkly Acho dan Arie Kriting. Meskipun peran kedua karakter yang mereka perankan tidak begitu signifikan dalam linimasa penceritaan Ghost Writer, namun keduanya diberkahi deretan dialog bernuansa komedi yang mampu dieksekusi dengan baik. Penampilan lain dari Deva Mahenra, Asmara Abigail, Slamet Rahardjo, dan Dayu Wijanto semakin memperkuat kualitas departemen akting dari film yang sangat, sangat menyenangkan untuk disaksikan ini. [B-]
Ghost Writer (2019)
Directed by Bene Dion Rajagukguk Produced by Ernest Prakasa, Chand Parwez Servia Written by Nonny Boenawan, Bene Dion Rajagukguk Starring Tatjana Saphira, Ge Pamungkas, Deva Mahenra, Ernest Prakasa, Asmara Abigail, Endy Arfian, Slamet Rahardjo, Dayu Wijanto, Moh Iqbal Sulaiman, Arief Didu, Arie Kriting, Muhadkly Acho, Denny Gitong, Asri Welas, Elkie Kwee, Rohana Srimulat, Rachman Avri, Arif Alfiansyah Music by Aghi Narottama, Bemby Gusti Cinematography Roby Herbi Editing by Teguh Raharjo Studio Karnos Film/Falcon Pictures Running time 97 minutes Country Indonesia Language Indonesian
3 thoughts on “Review: Ghost Writer (2019)”