Review: Gara-gara Warisan (2022)


Dengan naskah cerita yang ditulis dan diarahkan oleh aktor sekaligus komika, Muhadkly Acho – yang menjadikan film ini sebagai debut penyutradaraan film cerita panjangnya, Gara-gara Warisan memulai linimasa penceritaannya ketika seorang pemilik penginapan, Dahlan (Yayu Unru), berusaha untuk menemukan sosok yang tepat diantara ketiga anak-anaknya, Adam (Oka Antara), Laras (Indah Permatasari), dan Dicky (Ge Pamungkas), untuk menggantikan posisinya dalam mengelola penginapan ketika mengetahui dirinya mengidap penyakit yang sukar untuk disembuhkan. Dengan masalah perekonomian yang sedang menghimpit ketiganya, Adam, Laras, dan Dicky bersaing keras untuk memperebutkan warisan sang ayah yang jelas diharapkan dapat membantu kehidupan mereka. Di saat yang bersamaan, persaingan tersebut secara perlahan membuka kembali berbagai perseteruan, duka, hingga luka yang dirasakan setiap anggota keluarga tersebut semenjak lama.

Premis yang ingin disampaikan Acho mungkin terasa sederhana dan memiliki kesan familiar yang cukup kental – khususnya ketika Gara-gara Warisan juga melibatkan Ernest Prakasa yang memang telah dikenal dengan kepiawaiannya dalam memadukan unsur komedi yang menghibur serta drama keluarga yang menyentuh dalam tiap film garapannya sebagai produser sekaligus aktor dalam film ini. Dalam sejumlah elemen ceritanya, Gara-gara Warisan memiliki kedekatan tema serta, sayangnya, kelemahan pengisahan yang sama dengan Cek Toko Sebelah (Prakasa, 2016). Naskah cerita garapan Acho terasa kelimpungan untuk mengeksplorasi tiap karakter yang (seharusnya) menjadi bagian vital dari penuturan film. Tiap karakter terasa hanya diberikan waktu untuk muncul daripada waktu untuk bercerita guna memperdalam karakterisasi maupun konflik yang sedang mereka lalui masing-masing.

Padahal, jika ingin dikulik dengan seksama, tiap karakter yang dihadirkan Acho memiliki konflik yang potensial untuk dikembangkan dengan apik: karakter Adam yang selalu merasa dianaktirikan oleh sang ayah akibat kehadiran adiknya, karakter Laras yang belum dapat menerima kehadiran karakter ibu tirinya, Asmi (Ira Wibowo), karakter Dicky dan perjuangannya untuk melepaskan diri dari jebakan narkotika dan obat-obatan terlarang, serta karakter Dahlan dengan berbagai kerumitan hubungan antara dirinya dan anak-anaknya. Berbagai problema ini datang dan berlalu begitu saja, ditampilkan secara bergantian dengan fokus yang tak kunjung terasa utuh. Tidak mengherankan jika tidak ada satupun karakter dalam alur pengisahan film ini yang terasa mampu menghadirkan ikatan emosional yang benar-benar mumpuni. Karakter Dahlan dan Dicky, khususnya, tampil dengan karakterisasi yang cukup sukar untuk membuat keduanya disukai sehingga resolusi konflik yang diberikan kepada mereka di akhir pengisahan terasa tak meyakinkan.

Lemahnya pengisahan drama secara perlahan kemudian dibayangi (baca: ditutupi) dengan keberhasilan penampilan elemen komedi dari film ini. Tuturan komedi Acho untuk Gara-gara Warisan memang tidak istimewa – beberapa guyonan seksual yang melibatkan karakter anak bahkan terasa kurang nyaman keberadaannya. Namun, penampilan-penampilan komikal dari Aci Resti, Dicky Difie, Ence Bagus, dan Lolox berhasil memberikan sokongan nyawa pada alur pengisahan drama film yang sering terasa hambar. Begitu mampu untuk mencuri perhatian. Keberadaan karakter Rini yang diperankan Hesti Purwadinata sebenarnya dimaksudkan untuk menjembatani elemen drama dan komedi bagi penuturan Gara-gara Warisan. Sayangnya, plot maupun karakterisasi yang diberikan bagi sosok Rini tersaji cukup dangkal yang membuat kehadirannya sering terasa tidak efektif baik dalam menciptakan unsur komedi maupun memperkuat elemen drama cerita.

Jika Gara-gara Warisan terasa terombang-ambing dalam perjalanan kisahnya – termasuk plot tentang gembong pengedar narkotika dan obat-obatan terlarang yang melibatkan karakter-karakter yang diperankan oleh Lukman Sardi dan Tanta Ginting, Acho berhasil menciptakan adegan penutup yang rasanya tidak akan gagal dalam memantik rasa haru atau bahkan airmata dari para penonton film ini. Adegan yang melibatkan penampilan emosional dari Unru tersebut menjadi klimaks utama yang tidak akan mudah terlupakan dari presentasi Gara-gara Warisan – dan… well… sedikit memaafkan kegoyahan penuturan film ini semenjak awal. Penampilan para pengisi departemen akting film ini juga tidak mengecewakan. Terlepas dari monotonnya garapan karakter yang mereka perankan, nyaris tidak ada masalah besar yang dapat dikeluhkan dari barisan penampilan akting film.

popcornpopcornpopcornpopcorn2popcorn2

gara-gara-warisan-muhadkly-acho-movie-posterGara-gara Warisan (2022)

Directed by Muhadkly Acho Written by Muhadkly Acho Produced by Ernest Prakasa, Chand Parwez Servia Starring Oka Antara, Indah Permatasari, Ge Pamungkas, Yayu Unru, Ira Wibowo, Ernest Prakasa, Sheila Dara, Lukman Sardi, Lydia Kandou, Aci Resti, Lolox, Ence Bagus, Dicky Difie, Tanta Ginting, Hesti Purwadinata, Marini, Ardit Erwandha, McDanny, Ridwan Kamil, Budi Dalton, Bima Azriel, Krisna Murti, Ganesha Pratama, Keira Vanaya, Jordan Omar, Yusuf Ozkan, Muhadkly Acho, Arie Kriting, Sinyorita, Iang Darmawan, Asep Suaji, Billy Boedjanger, Joshua Pandelaki, Marshall Sastra, Novita Inong Cinematography Ujel Bausad Edited by Ryan Purwoko Music by Ifa Fachir, Dimas Wibisana Production companies Starvision Running time 119 minutes Country Indonesia Language Indonesian

One thought on “Review: Gara-gara Warisan (2022)”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s