Review: KKN di Desa Penari (2022)


Awalnya direncanakan rilis pada awal tahun 2020, KKN di Desa Penari adalah salah satu film yang terus tertunda penayangannya akibat keberadaan pandemi COVID-19. Padahal, film ini sempat digadang akan mampu mengundang jutaan penonton ke bioskop berkat kepopuleran masif materi sumber pengisahannya yaitu utasan cuitan kisah horor berdasarkan kisah nyata yang diberi judul serupa dan disampaikan via akun Twitter @SimpleMan.  Versi film dari KKN di Desa Penari sendiri dibangun dengan naskah cerita yang ditulis oleh Lele Laila dan Gerald Mamahit serta arahan dari Awi Suryadi – Suryadi dan Laila sendiri telah bekerjasama di sejumlah film dari semesta pengisahan seri film Danur. Harus diakui, Suryadi mampu memberikan visual yang kuat akan deretan teror horor yang ingin dihadirkan oleh linimasa pengisahan film ini. Sayang, dengan pengembangan kisah dan karakter yang kurang matang, banyak potensi penceritaan KKN di Desa Penari berakhir dengan kesan gagal dituturkan secara utuh.

Alur penceritaan film ini dimulai ketika enam orang mahasiswa, Nur (Tissa Biani), Bima (Achmad Megantara), Ayu (Aghniny Haque), Widya (Adinda Thomas), Anton (Calvin Jeremy), dan Wahyu (Fajar Nugra), mendatangi sebuah desa terpencil untuk menjalankan kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Oleh kepala desa setempat, Pak Prabu (Kiki Narendra), keenam mahasiswa tersebut telah diingatkan untuk menjaga sikap mereka selama berada di desa tersebut serta mematuhi sejumlah aturan yang telah secara turun-temurun diikuti oleh masyarakat sekitar guna menghormati leluhur mereka. Sial, keanehan demi keanehan bernuansa mistis mulai terjadi, khususnya kepada Nur dan Widya yang seringkali merasakan diri mereka didatangi oleh sosok penari cantik misterius (Aulia Sarah). Meskipun berusaha untuk tetap fokus mengerjakan program kerja mereka, gangguan mistis yang terus berlanjut mulai membuat Nur, Bima, Ayu, Widya, Anton, dan Wahyu merasa khawatir akan keselamatan mereka.

Masalah terbesar dari KKN di Desa Penari adalah naskah ceritanya tidak pernah terasa mampu untuk menghadirkan jalinan yang benar-benar padu akan barisan konflik ataupun karakter yang mengisi linimasa ceritanya. Semenjak adegan pembuka yang bertugas untuk mengenalkan tiap karakter kepada penonton, KKN di Desa Penari nyaris hanya diisi dengan barisan sketsa horor berupa berbagai kejadian mistis yang dialami oleh karakter Nur dan Widya – karakter Bima dan Ayu baru benar-benar dimanfaatkan keberadaannya di bagian pertengahan hingga akhir film sementara karakter Anton dan Wahyu nyaris hanya digunakan untuk menghadirkan sejumlah comic relief atau selingan adegan bernada komikal yang, sialnya, seringkali ditampilkan di momen-momen yang sebenarnya tidak membutuhkan keberadaan mereka.

Laila dan Mamahit mungkin bermaksud untuk menjadikan penuturan misteri dalam KKN di Desa Penari terkuak secara perlahan. Slow burn. Sayang, pengisahannya terbentuk secara dangkal sehingga elemen misteri cerita tidak pernah tergambar dengan baik atau malah datang terlambat seperti yang terjadi pada bagain akhir dari paruh ketiga film ini. Fokus yang tidak jelas akan karakter mana yang ingin dijadikan tambatan cerita juga membuat KKN di Desa Penari berputar atau berjalan di wilayah pengisahan yang sama tanpa pernah mampu untuk berkembang dengan seksama. Awalnya, film ini menempatkan karakter Nur sebagai perspektif ceritanya. Namun, peran tersebut secara perlahan mulai tergeser dengan keberadaan karakter Widya – yang sedari awal sebenarnya tidak pernah diberikan porsi cerita yang mampu mengindikasikan bahwa keberadaannya krusial bagi alur pengisahan film.

Jalinan hubungan antar karakter juga terbangun dengan kesan latar yang lemah. Lihat saja plot tentang alasan pengorbanan yang dilakukan karakter Bima untuk karakter Widya yang menyebabkannya terjebak dalam masalah besar dan baru diungkap di paruh akhir film. Atau kisah tentang persahabatan antara karakter Bima dan karakter Nur yang lewat beberapa dialog diungkapkan sebagai sahabat dekat namun tidak pernah terasa benar-benar ada sampai akhirnya, di satu adegan, karakter Nur bangun dan kemudian mendatangani kamar dari karakter Bima untuk mengingatkannya shalat. Dengan durasi pengisahan yang mencapai 130 menit, Suryadi sebenarnya memiliki pilihan untuk menggali lebih banyak konflik-konflik yang telah ditonjolkan di berbagai bagian penceritaan film atau menghapuskan sejumlah konflik sampingan yang sebenarnya tidak begitu esensial pada garisan pengisahan utama film.

KKN di Desa Penari baru benar-benar mampu menghadirkan kualitas cerita yang solid pada paruh ketiga ceritanya dimana alur misteri telah terungkap dan mampu memberikan sentuhan emosional yang mumpuni bagi sejumlah karakter. Satu adegan yang melibatkan penampilan Haque menari sambil menangis dalam mewujudkan esensi ketidakberdayaan karakternya tampil begitu menonjol dan tidak akan mudah dilupakan siapapun yang melihatnya.

Kelemahan-kelemahan yang terdapat pada bangunan cerita KKN di Desa Penari memang membuat presentasi film ini tidak mampu untuk mencapai kualitas pengisahan terbaiknya. Hal tersebut tidak lantas membuat film ini tidak layak untuk diikuti. Kesan megah yang berhasil disematkan Suryadi pada garapan kualitas teknis film cukup berhasil membuat KKN di Desa Penari nyaman untuk disaksikan. Atmosfer kelam yang coba dibangun Suryadi juga tampil cukup efektif dalam menghadirkan mencekam – meskipun jarang mampu menakutkan. Penampilan yang diberikan oleh barisan pengisi departemen akting film juga seringkali melampaui kualitas galian penulisan karakterisasi dari karakter-karakter yang mereka perankan dengan Thomas, Sarah, serta penampilan pendukung dari Diding “Boneng” Zeta mampu menciptakan momen-momen pengisahan yang kuat.

popcornpopcornpopcorn-halfpopcorn2popcorn2

kkn-di-desa-penari-achmad-megantara-movie-posterKKN di Desa Penari (2022)

Directed by Awi Suryadi Written by Lele Laila, Gerald Mamahit (screenplay), @SimpleMan (story) Produced by Manoj Punjabi Starring Tissa Biani, Achmad Megantara, Calvin Jeremy, Adinda Thomas, Aghniny Haque, Fajar Nugra, Kiki Narendra, Aulia Sarah, Aty Cancer, Diding “Boneng” Zeta, Dewi Sri, Andri Mashadi Cinematography Ipung Rachmat Syaiful Edited by Firdauzi Trizkiyanto, Denny Rihardie Music by Ricky Lionardi Production companies Pichouse Films/MD Pictures Running time 130 minutes Country Indonesia Language Indonesian

3 thoughts on “Review: KKN di Desa Penari (2022)”

Leave a Reply