Diadaptasi dari novel karangan Alnira yang berjudul sama, film terbaru arahan Pritagita Arianegara (Surga yang Tak Dirindukan 3, 2021), Gendut Siapa Takut?!, bercerita tentang seorang penulis novel romansa sukses bernama Moza Aphrodite (Marshanda) yang meskipun memiliki ukuran tubuh yang tidak proporsional namun selalu merasa percaya diri dengan berbagai kemampuan dan pencapaian yang telah berhasil diraihnya. Tetap saja, dengan usia yang terus bertambah, dan kedua orangtua (Tora Sudiro dan Cut Mini) yang terus mendesak, mendapatkan pasangan hidup kini seringkali menjadi fokus dan beban pemikirannya. Moza Aphrodite sebenarnya menyimpan rasa suka kepada Dafian Jatmiko (Marthino Lio), seorang sutradara film terkenal yang akan memfilmkan novelnya. Namun, dirinya enggan untuk bersaing dengan seorang model sekaligus aktris bernama Anggun (Jihane Almira) yang juga sedang berusaha mendapatkan perhatian Dafian Jatmiko. Di lain kesempatan, Moza Aphrodite bertemu kembali dengan Nareswara Radeva (Wafda Saifan Lubis), teman sekelasnya yang dahulu sering menjadikan tubuh gendutnya sebagai bahan ejekan namun sekarang telah berprofesi sebagai seorang dosen dan datang menemui Moza Aphrodite untuk meminta maaf. Pertemuan dengan Nareswara Radeva ternyata perlahan memicu rasa suka di hati Moza Aphrodite.
Sukar untuk benar-benar memahami apa yang sebenarnya ingin diceritakan oleh Gendut Siapa Takut?!. Sekilas, film ini terasa ingin mengkampanyekan tema body positivity yang menginginkan setiap orang untuk memiliki pandangan yang lebih positif akan tubuhnya, terlepas dari apapun ukuran maupun bentuk tubuhnya. Poin tersebut sebenarnya sempat mengemuka, khususnya di paruh awal penceritaan, melalui galian karakterisasi yang diberikan pada sang karakter utama. Namun, naskah cerita garapan Arianegara bersama dengan Ilya Aktop kemudian lebih memilih untuk menjadikan perjalanan cerita asmara dari karakter Moza Aphrodite dengan karakter Dafian Jatmiko dan karakter Nareswara Radeva sebagai pusat penceritaan dengan tidak hanya mengenyampingkan tema awal akan body positivity yang dibawakan namun bahkan berkesan mengkhianati tema tersebut.
Dalam perjalanannya, Gendut Siapa Takut?! malah menormalisasi tindakan body shaming yang dialami oleh sang karakter utama, baik melalui hantaran dialog yang memang diniatkan untuk memicu adanya sebuah konflik ataupun paparan yang digambarkan sebagai candaan yang dilakukan oleh karakter-karakter lain kepada sang karakter utama. Arianegara dan Aktop mungkin memaksudkan hal ini untuk mempertegas peliknya keseharian dari karakter Moza Aphrodite sehubungan dengan ukuran tubuhnya. Elemen tersebut menjadi masalah ketika alur pengisahan Gendut Siapa Takut?! sama sekali tidak memberikan resolusi ataupun perubahan kepada karakter yang melontarkan dialog bernada body shaming tersebut hingga durasi penceritaan film berakhir. Mungkin cukup sukar bagi Arianegara untuk benar-benar mengerti tentang artian sebenar dari body positivity apalagi ketika ia lebih memilih untuk memakaikan fat suit – yang benar-benar terlihat sebagai fat suit dan jauh dari kesan terlihat alami – untuk digunakan oleh sang pemeran utama alih-alih memilih sosok aktris yang sesuai untuk menghidupkan karakter tersebut.
Linimasa penceritaan Gendut Siapa Takut?! juga dipenuhi dengan barisan konflik yang patut ditanyakan kegunaan keberadaannya. Lihat saja inkonsistensi dari karakter Nobel (Omara Esteghal) yang di satu bagian digambarkan bersahabat baik dengan karakter Nareswara Radeva, namun di paruh penceritaan lain ternyata dikisahkan telah menyimpan dendam lama terhadap karakter tersebut. Atau plot “pengkhianatan” yang dilakukan oleh salah seorang karakter terhadap karakter Moza Aphrodite yang hadir tanpa alasan dan latar yang kuat dan malah membuat karakter Moza Aphrodite harus memohon maaf terhadap karakter tersebut. Plot romansa yang dibentuk antara karakter Moza Aphrodite dengan karakter Nareswara Radeva setidaknya masih mampu memberikan sejumlah momen manis – meskipun dengan latar kisah perundungan yang terjadi di masa lampau yang kemudian “dibenarkan” dengan alasan sebagai usaha dari karakter Nareswara Radeva untuk mencari perhatian dari karakter Moza Aphrodite.
Dari kualitas produksi, pilihan untuk mewarnai gambar-gambar dalam penuturan cerita Gendut Siapa Takut?! dengan warna terang menghadirkan esetika yang menyenangkan sekaligus selaras dengan warna pengisahan film. Arianegara juga cukup beruntung memiliki barisan pengisi departemen akting yang mumpuni untuk memperkuat kualitas penuturan filmnya. Bahkan dengan fat suit yang cenderung mengganggu, Marshanda tetap mampu untuk menonjolkan kemampuan aktingnya. Chemistry-nya yang hangat bersama Lubis juga menjadikan hubungan yang terjalin antara kedua karakter yang mereka perankan menjadi begitu mudah untuk disukai. Lio tampil meyakinkan, sedangkan Almira dan Dea Panendra mampu mencuri perhatian dalam setiap kehadiran mereka. Para pemuja Arisan! (Nia Dinata, 2003) jelas akan merasa senang dengan Gendut Siapa Takut?! yang tidak hanya kembali mempertemukan Sudiro dan Mini namun juga menghadirkan sebuah “tribut” terhadap karakter ikonik yang dahulu mereka perankan di film klasik tersebut.
Gendut Siapa Takut?! (2022)
Directed by Pritagita Arianegara Produced by Rajesh Kewalram Jagtiani Written by Pritagita Arianegara, Ilya Aktop (screenplay), Alnira (novel, Gendut Siapa Takut?!) Starring Marshanda, Wafda Saifan Lubis, Marthino Lio, Dea Panendra, Cut Mini, Tora Sudiro, Omara Esteghlal, Jihane Almira, Siti Fauziah, Putri Manjo, Mbok Tun, Yati Pesek, Sailesh M. U., Hanung Bramantyo, Ibnu “Gundul” Widodo, Silvester Rangga, Cakka Nuraga, Theodorus Rimbo, Aryudha Fasha, Tiara Putri, Febry Rency, Axcel Bensza Amartya Music by Ricky Lionardi Cinematography Faozan Rizal Editing by Aline Jusria Studio Spectrum Film Running time 100 minutes Country Indonesia Language Indonesian