Awalnya direncanakan rilis pada awal tahun 2020, KKN di Desa Penari adalah salah satu film yang terus tertunda penayangannya akibat keberadaan pandemi COVID-19. Padahal, film ini sempat digadang akan mampu mengundang jutaan penonton ke bioskop berkat kepopuleran masif materi sumber pengisahannya yaitu utasan cuitan kisah horor berdasarkan kisah nyata yang diberi judul serupa dan disampaikan via akun Twitter @SimpleMan. Versi film dari KKN di Desa Penari sendiri dibangun dengan naskah cerita yang ditulis oleh Lele Laila dan Gerald Mamahit serta arahan dari Awi Suryadi – Suryadi dan Laila sendiri telah bekerjasama di sejumlah film dari semesta pengisahan seri film Danur. Harus diakui, Suryadi mampu memberikan visual yang kuat akan deretan teror horor yang ingin dihadirkan oleh linimasa pengisahan film ini. Sayang, dengan pengembangan kisah dan karakter yang kurang matang, banyak potensi penceritaan KKN di Desa Penari berakhir dengan kesan gagal dituturkan secara utuh. Continue reading Review: KKN di Desa Penari (2022)
Tag Archives: Awi Suryadi
Review: Sunyi (2019)
In another not so necessary remake of the month – setelah Pet Sematary (Kevin Kölsch, Dennis Widmyer, 2019) yang dirilis minggu lalu, sutradara Awi Suryadi (Danur 2: Maddah, 2018) memberikan interpretasinya akan film horor asal Korea Selatan arahan Park Ki-hyung, Whispering Corridors (1998), melalui Sunyi. Dikisahkan, Alex (Angga Aldi) dan Maggie (Amanda Rawles) merupakan dua orang pelajar baru di sebuah sekolah unggulan. Bagi banyak pemuda seusianya, keberhasilan mereka untuk masuk di sebuah sekolah yang terkenal akan prestasi dan pencapaian para alumninya jelas merupakan sebuah hal yang membanggakan. Sayangnya, budaya senioritas yang ditunjukkan melalui tindakan perundungan secara disik maupun mental yang telah berlangsung secara turun temurun di lingkungan sekolah tersebut justru menjadi neraka bagi Alex dan Maggie. Tindakan perundungan tersebut begitu dirasakan oleh Alex khususnya dari tiga sahabat, Andre (Arya Vasco), Erika (Naomi Paulinda), dan Fahri (Teuku Ryzki). Namun, ketika Andre, Erika, dan Fahri memaksa Alex untuk melakukan ritual pemanggilan arwah, sebuah kesalahan fatal terjadi dan rangkaian kematian mulai menghantui sekolah tersebut. Continue reading Review: Sunyi (2019)
Review: Asih (2018)
Well… dengan kesuksesan luar biasa dari dua seri Danur, Danur: I Can See Ghosts (2017) dan Danur 2: Maddah (2018) arahan Awi Suryadi yang keduanya berhasil menarik minat lebih dari dua juta penonton meskipun mendapatkan tanggapan yang medioker dari para kritikus film, Suryadi dan MD Pictures melanjutkan perjalanan untuk mengembangkan semesta pengisahan Danur dengan Asih. Dengan naskah cerita yang ditulis oleh penulis naskah dua seri Danur sebelumnya, Lele Laila, berdasarkan buku berjudul sama karangan Risa Saraswati, Asih diniatkan hadir untuk menggali secara lebih dalam mengenai pengisahan sosok karakter supranatural bernama Asih yang dahulu popular setelah ditampilkan dalam Danur: I Can See Ghosts. Sayangnya, tidak banyak hal menarik yang dapat diperoleh dari presentasi film ini. Pengembangan cerita yang berjalan monoton menyebabkan Asih sering terasa membosankan – meskipun Suryadi mampu menghadirkan kualitas pengarahan yang, sekali lagi, tampil lebih baik. Continue reading Review: Asih (2018)
Review: Danur 2: Maddah (2018)
Setelah kesuksesan film pertamanya, Danur: I Can See Ghosts (Awi Suryadi, 2017), yang sempat meraih predikat sebagai film horor Indonesia dengan jumlah penonton terbanyak sepanjang masa – sebelum gelar tersebut kemudian direbut oleh Pengabdi Setan (Joko Anwar, 2017), Danur 2: Maddah melanjutkan cerita mengenai Risa (Prilly Latuconsina) dan kemampuannya dalam melihat makhluk-makhluk dari alam supranatural. Dikisahkan, ketika kedua orangtuanya sedang berada dalam perjalanan ke luar negeri, Risa dan adiknya, Riri (Sandrinna M. Skornicki), memilih untuk menghabiskan banyak waktu mereka di rumah keluarga pamannya, Ahmad (Bucek Depp). Awalnya, kunjungan Risa dan Riri ke rumah paman mereka berjalan biasa saja. Namun, secara perlahan, Risa bersama dengan bibi, Tina (Sophia Latjuba), dan puteranya, Angki (Shawn Adrian), mulai merasakan terjadinya perubahan pada sikap Ahmad. Walau awalnya mengira ada wanita lain dalam kehidupan pamannya, Risa akhirnya menyadari bahwa ada keterlibatan kekuatan supranatural yang mengganggu kehidupan keluarga pamannya. Continue reading Review: Danur 2: Maddah (2018)
Review: Danur (2017)
Diangkat dari buku berjudul Gerbang Dialog Danur yang ditulis oleh Risa Saraswati, Danur memulai pengisahannya ketika seorang anak perempuan bernama Risa (Asha Kenyeri Bermudez) membuat sebuah permohonan agar ia mendapatkan teman di hari ulang tahunnya. Permohonan tersebut terkabul ketika ia kemudian berkenalan dengan tiga orang anak-anak yang tiba-tiba hadir secara misterius, William (Wesley Andrew), Jansen (Kevin Bzezovski Taroreh) dan Peter (Gamaharitz). Kehadiran ketiga sahabat baru Risa ternyata disambut dingin oleh ibunya, Elly (Kinaryosih). Tidak mau anaknya terganggu oleh ketiga anak-anak asing tersebut, Elly lantas membawa pergi Risa dari rumah yang dimiliki oleh nenek mereka (Ingrid Widjanarko) itu. Sembilan tahun kemudian, Risa yang kini telah beranjak dewasa (Prilly Latuconsina) kembali ke rumah tersebut bersama dengan adiknya, Riri (Sandrinna Michelle Skornicki). Seperti yang dapat diduga, kehadiran keduanya kemudian mengundang berbagai kejadian aneh. Kehadiran seorang perawat bernama Asih (Shareefa Daanish) bahkan menambah kepelikan masalah yang harus dihadapi Risa dan Riri. Continue reading Review: Danur (2017)
Review: Street Society (2014)

Dengan naskah cerita yang ditulis oleh duo Agasyah Karim dan Khalid Kashogi (Madame X, 2010), Street Society berkisah mengenai perseteruan panjang antara dua orang pembalap mobil jalanan, Rio (Marcel Chandrawinata) dan Nico (Edward Gunawan). Perseteruan itu sendiri pertama kali dimulai ketika Rio yang berasal dari Jakarta berhasil mengalahkan Nico di jalanan kota kelahirannya, Surabaya. Tak ingin menanggung rasa malu akibat kekalahannya tersebut, Nico lantas menantang Rio untuk melakukan tanding ulang. Sayang, dunia balapan tidak lagi menjadi perhatian penuh dalam kehidupan Rio. Semenjak mengenal seorang gadis cantik bernama Karina (Chelsea Elizabeth Islan), pemuda tampan tersebut telah memutuskan untuk meninggalkan dunia balapan mobil ilegal dan berusaha untuk menata kembali kehidupannya sebagai seorang pria yang lebih dewasa.
Review: Kawin Kontrak 3 (2013)
Do we need to watch another sequel to Kawin Kontrak? Well… dengan jumlah perolehan penonton yang diraih Kawin Kontrak (2008) dan Kawin Kontrak Lagi (2008) secara signifikan di masa perilisan kedua film tersebut – meskipun Kawin Kontrak Lagi hadir dalam kualitas penceritaan yang terasa begitu dipaksakan, rasanya sangatlah tidak mengherankan untuk melihat Multivision Plus Pictures kemudian memutuskan untuk merilis sekuel kedua bagi Kawin Kontrak. Tidak seperti dua seri sebelumnya yang disutradarai oleh Ody C. Harahap, Kawin Kontrak 3 digawangi oleh Awi Suryadi (Loe Gue End, 2012) yang bersama dengan Totos Rositi juga menuliskan naskah cerita untuk film ini. Sayangnya, keberadaan Awi dan Totos sama sekali tidak memberikan kontribusi baru yang berarti pada presentasi cerita Kawin Kontrak 3. Menggunakan tema cerita dan guyonan yang familiar dengan dua seri sebelumnya, Kawin Kontrak 3 terasa begitu melelahkan dan berakhir tidak lebih sebagai sebuah komedi seks yang dangkal.
Review: Loe Gue End (2012)
Diangkat dari novel berjudul sama karya Zara Zettira ZR, Loe Gue End mengawali penceritaannya dengan kisah mengenai seorang novelis terkenal bernama Zara Zettira (Amanda Soekasah) yang telah kehilangan gairah dan hasratnya untuk melanjutkan karirnya sebagai penulis. Suatu ketika, Zara menerima serentetan surat elektronik dari seorang gadis bernama Alana (Nadine Alexandra) yang menceritakan mengenai kehidupan pribadi dirinya serta teman-temannya sebagai kaum muda kalangan atas di Jakarta – kehidupan yang diisi dengan seks, alkohol serta narkotika dan obat-obatan terlarang yang akhirnya justru menjebak Alana dan teman-temannya dalam kegelapan.
Review: Simfoni Luar Biasa (2011)
Setelah beberapa kali mengalami penundaan masa rilis – awalnya akan dirilis di Indonesia pada bulan Maret 2011 sebelum dipindahkan ke bulan Agustus 2011 dan untuk kemudian tayang terlebih dahulu di Filipina dengan judul Jayden’s Choir – Simfoni Luar Biasa akhirnya justru menemui masa rilisnya pada akhir September 2011. Menampilkan akting penyanyi asal Filipina, Christian Bautista, Simfoni Luar Biasa harus diakui bukanlah sebuah film yang mampu menawarkan sesuatu yang baru dalam jalan ceritanya. Berkisah mengenai seorang pemuda yang menemukan jati dirinya dengan menjadi seorang pengajar musik bagi sekelompok anak-anak berkebutuhan khusus, Simfoni Luar Biasa terlihat seperti perpaduan dari film Perancis, The Chorus (2004), dan serial televisi Glee dengan tanpa kehadiran akting meyakinkan para pemerannya, penggarapan maksimal dari para produsernya, lagu-lagu yang memikat serta naskah cerita yang mampu berjalan menarik.
Festival Film Indonesia 2010 Nominations List
Sebenarnya, di tengah persaingan antara banyak film-film berkualitas, adalah sangat wajar bila sebuah film yang dianggap sangat berpotensial untuk memenangkan banyak penghargaan ternyata tidak mendapatkan perhatian sedikitpun. Namun, tentu hal tersebut akan terdengar cukup mengherankan bila hal tersebut datang dari sebuah industri film yang kebanyakan film yang dihasilkannya adalah film-film berkualitas ‘buruk.’ Dan akan lebih sangat mengherankan lagi bila salah satu dari hanya beberapa film terbaik yang dihasilkan pada satu tahun di industri film tersebut malah sama sekali tidak mendapatkan perhatian dari sebuah penghargaan film terbesar di industri film tersebut.
Continue reading Festival Film Indonesia 2010 Nominations List
Review: Pengantin Topeng (2010)
Sutradara Awi Suryadi minggu ini memberikan sebuah terobosan yang cukup unik dalam merilis filmnya di Indonesia. Tidak cukup hanya dengan merilis satu film, Awi merilis sekaligus dua film langsung ke pasaran. Tidak hanya itu, dua filmnya tersebut, I Know What You Did On Facebook yang berasal dari genre drama dan Pengantin Topeng yang ber-genre horror, bahkan dirilis pada hari yang sama oleh dua distributor film yang berbeda. Yang disayangkan, tak satupun di antara kedua film tersebut sepertinya akan mampu memberikan kredibilitas baik bagi sang sutradara, setidaknya kredibilitas yang sama ketika ia pernah merilis Claudia/Jasmine (2008).
Review: I Know What You Did On Facebook (2010)
Nama Awi Suryadi sebagai seorang sutradara sempat memperoleh ulasan hangat di beberapa media setelah filmnya Claudia/Jasmine (2008) berhasil mendapatkan pengakuan kualitas dari banyak penonton film Indonesia. Sayangnya, kesuksesan tersebut tidak bertahan lama setelah Awi justru memilih untuk menyutradarai sejumlah film ‘dangkal’ seperti Cintaku Selamanya (2008) dan Selendang Rocker (2009), yang selain gagal mendapatkan pujian secara kualitas, juga ternyata tidak begitu berhasil pada peredaran komersialnya. Kini, dengan membawa tema hubungan di dunia maya yang sedang banyak menjadi banyak perbincangan, Awi kembali merilis sebuah film drama berjudul I Know What You Did On Facebook.
Continue reading Review: I Know What You Did On Facebook (2010)