Setelah Love for Sale 2 (Andibachtiar Yusuf, 2019), Adipati Dolken dan Della Dartyan kembali tampil berpasangan untuk film fantasi romansa Akhirat: A Love Story yang ditulis dan diarahkan oleh Jason Iskandar yang sekaligus menandai debut pengarahan film cerita panjang bagi Iskandar. Penuturan cerita film ini dibangun dengan dasar kisah asmara yang terbentuk antara dua karakter utama, Timur (Dolken) dan Mentari (Dartyan), yang memiliki kepercayaan berbeda. Meskipun keluarga mereka kurang begitu antusias menerima, Timur dan Mentari bertekad untuk tetap teguh bersama mempertahankan hubungan asmara yang terjalin antara keduanya. Sayang, garisan nasib menentukan lain. Timur dan Mentari terlibat dalam sebuah kecelakaan yang membuat keduanya kemudian berada dalam keadaan koma serta terjebak dalam ruang antara dunia dan akhirat. Continue reading Review: Akhirat: A Love Story (2021)
Tag Archives: Verdi Solaiman
Review: Till Death Do Us Part (2021)
Setelah sebelumnya tampil bersama dalam drama romansa The Way I Love You (Rudi Aryanto, 2019), Rizky Nazar dan Syifa Hadju kembali saling beradu akting dalam film terbaru arahan Anggy Umbara (Sabar ini Ujian, 2020), Till Death Do Us Part. Hadju berperan sebagai Vanesha, seorang aktris yang di suatu hari mendatangi seorang jurnalis bernama Arya (Nazar) di kantor tempatnya bekerja. Tanpa disangka, begitu dirinya berhasil menemui Arya, Vanesha justru menodongkan sebuah senjata api ke arah Arya dan mengancam akan segera membunuhnya dengan alasan bahwa pemuda tersebut telah menyakiti hati dan perasaannya. Anehnya, Arya justru mengaku tidak pernah bertemu dengan Vanesha sebelumnya, sama sekali tidak mengenalnya, atau bahkan menjalin hubungan romansa dengan dirinya. Namun, Vanesha tidak ingin mendengar alasan apapun keluar dari mulut Arya. Tanpa mempedulikan rekan kerja Arya yang semakin panik, serta kedatangan polisi yang kemudian mencoba untuk menenangkan situasi tersebut, Vanesha bersiap untuk menuntaskan rasa dendamnya pada Arya. Continue reading Review: Till Death Do Us Part (2021)
Review: Quarantine Tales (2020)
Merupakan omnibus yang berisi lima film pendek arahan Dian Sastrowardoyo, Jason Iskandar, Ifa Isfansyah, Aco Tenri, dan Sidharta Tata, fokus pengisahan Quarantine Tales tidak hanya tentang barisan kisah mengenai sederetan karakter yang berusaha bertahan pada masa karantina dalam menghadapi pandemi COVID-19. Secara menyeluruh, tema “karantina” disajikan dengan menampilkan sosok-sosok karakter yang merasakan keterpisahan serta kehilangan – baik dari orang-orang yang mereka cintai, dari mimpi dan harapan, bahkan dari identitas diri mereka sendiri – dalam kehidupan mereka. Kehadiran Quarantine Tales juga menjadi simbol tersendiri bagi para pembuatnya ketika film ini diproduksi di tengah pandemi dalam kondisi kebiasaan baru yang serba terbatas dengan harapan untuk tetap menjaga kreativitas dan menjaga pertumbuhan industri perfilman Indonesia. Niat tulus yang berakhir gemilang ketika lima film pendek yang ditampilkan Quarantine Tales mampu tereksekusi dengan baik dalam menyampaikan seluruh alur pengisahannya. Continue reading Review: Quarantine Tales (2020)
Festival Film Indonesia 2019 Nominations List
Seperti yang dapat diduga, dua film Indonesia terbaik yang dirilis di sepanjang tahun ini, Dua Garis Biru (Gina S. Noer, 2019) dan Kucumbu Tubuh Indahku (Garin Nugroho, 2018), berhasil mengumpulkan raihan nominasi terbanyak di ajang Festival Film Indonesia 2019. Kedua film tersebut sama-sama mampu meraih 12 nominasi, termasuk di kategori Film Cerita Panjang Terbaik serta Noer dan Nugroho akan bersaing untuk memperebutkan gelar Sutradara Terbaik. Selain Dua Garis Biru dan Kucumbu Tubuh Indahku, film Bumi Manusia (2019) yang diarahkan Hanung Bramantyo juga, secara mengejutkan, mampu mengumpulkan jumlah nominasi yang setara. Nama Bramantyo bahkan menggeser beberapa nama sutradara lain yang sebelumnya difavoritkan untuk mendapatkan nominasi Sutradara Terbaik untuk bersanding bersama Noer, Nugroho, Ravi L. Bharwani (27 Steps of May, 2019) dan Riri Riza (Bebas, 2019) di kategori tersebut. 27 Steps of May dan Keluarga Cemara (Yandy Laurens, 2019) turut melengkapi daftar peraih nominasi Film Cerita Panjang Terbaik. Continue reading Festival Film Indonesia 2019 Nominations List
Review: 27 Steps of May (2019)
Dalam film pertama yang ia arahkan setelah merilis Jermal (2008), sutradara Ravi Bharwani mencoba untuk mengeksplorasi rasa duka dan trauma yang dialami oleh sesosok karakter setelah sebuah tragedi yang menimpanya. Kembali bekerjasama dengan penulis naskah Jermal, Rayya Makarim – yang bersama dengan Bharwani dan Utawa Tresno juga membantu mengarahkan film tersebut, 27 Steps of May memperkenalkan penonton pada perempuan muda bernama May (Raihaanun) yang hidup dengan mengisolasi dirinya dari kehidupan sosial akibat trauma setelah peristiwa kekerasan seksual yang dialaminya. Tidak hanya sekedar memutuskan hubungan dengan dunia luar, May juga berhenti untuk berkata-kata bahkan ketika berkomunikasi dengan sang ayah (Lukman Sardi) yang juga memikul beban rasa bersalah akibat merasa tidak mampu melindungi puterinya. Namun, ketika sebuah celah secara tiba-tiba muncul di dinding kamarnya, sikap dan perilaku May mulai berubah. Tidak hanya membawakan seberkas sinar ke kamar May yang biasanya bernuansa kelam akibat tertutup rapat, celah tersebut memberikan ruang bagi May untuk melihat kilasan kehidupan yang selama ini telah ia jauhi dan tolak keberadaannya. Continue reading Review: 27 Steps of May (2019)
Review: Sunyi (2019)
In another not so necessary remake of the month – setelah Pet Sematary (Kevin Kölsch, Dennis Widmyer, 2019) yang dirilis minggu lalu, sutradara Awi Suryadi (Danur 2: Maddah, 2018) memberikan interpretasinya akan film horor asal Korea Selatan arahan Park Ki-hyung, Whispering Corridors (1998), melalui Sunyi. Dikisahkan, Alex (Angga Aldi) dan Maggie (Amanda Rawles) merupakan dua orang pelajar baru di sebuah sekolah unggulan. Bagi banyak pemuda seusianya, keberhasilan mereka untuk masuk di sebuah sekolah yang terkenal akan prestasi dan pencapaian para alumninya jelas merupakan sebuah hal yang membanggakan. Sayangnya, budaya senioritas yang ditunjukkan melalui tindakan perundungan secara disik maupun mental yang telah berlangsung secara turun temurun di lingkungan sekolah tersebut justru menjadi neraka bagi Alex dan Maggie. Tindakan perundungan tersebut begitu dirasakan oleh Alex khususnya dari tiga sahabat, Andre (Arya Vasco), Erika (Naomi Paulinda), dan Fahri (Teuku Ryzki). Namun, ketika Andre, Erika, dan Fahri memaksa Alex untuk melakukan ritual pemanggilan arwah, sebuah kesalahan fatal terjadi dan rangkaian kematian mulai menghantui sekolah tersebut. Continue reading Review: Sunyi (2019)
Review: My Stupid Boss 2 (2019)
Tiga tahun setelah kesuksesan film perdananya – yang berhasil meraih lebih dari tiga juta penonton selama masa penayangannya – Falcon Pictures merilis sekuel bagi My Stupid Boss, My Stupid Boss 2. Masih diarahkan oleh Upi (My Generation, 2017) berdasarkan naskah cerita yang masih diadaptasi dari seri buku berjudul sama karangan Chaos@work, My Stupid Boss 2 melanjutkan cerita akan pengalaman buruk dari Diana (Bunga Citra Lestari) dan rekan-rekannya, Mr. Kho (Chew Kinwah), Norahsikin (Atikah Suhaime), Adrian (Iedil Putra), dan Azahari (Iskandar Zulkarnaen), ketika bekerja di perusahaan yang dimiliki oleh seorang pengusaha yang lebih dikenal dengan sebutan Bossman (Reza Rahadian). Kali ini, akibat semakin banyaknya pekerja perusahaan yang mengundurkan diri akibat tidak nyaman dengan banyak peraturan semena-mena dari Bossman, Bossman kemudian mengajak Diana, Mr. Kho, dan Adrian untuk mencari pekerja dengan upah murah di Vietnam. Seperti yang dapat diduga, perilaku tidak menyenangkan dari Bossman kembali menyebabkan mereka terjebak dalam berbagai masalah. Sementara itu, Norahsikin dan Azahari yang ditugaskan untuk tetap bertugas di kantor juga harus menghadapi masalah ketika sekumpulan preman mendatangi kantor untuk menagih hutang yang dimiliki oleh Bossman. Continue reading Review: My Stupid Boss 2 (2019)
Review: Foxtrot Six (2019)
Dengan departemen akting yang diisi oleh nama-nama popular di dunia seni peran tanah air seperti Oka Antara, Julie Estelle, Chicco Jerikho, Rio Dewanto, hingga Arifin Putra, premis cerita yang menjanjikan deretan adegan aksi dengan tingkat mematikan, bujet yang dikabarkan mencapai lebih dari Rp70,5 miliar, hingga keterlibatan Mario Kassar – yang popular berkat keterlibatannya sebagai produser bagi film-film aksi legendaris buatan Hollywood seperti Rambo: First Blood (Ted Kotcheff, 1982), Totall Recall (Paul Verhoeven, 1990), hingga Universal Soldier (Roland Emmerich, 1992), jelas cukup mudah untuk memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap Foxtrot Six. Sebuah film aksi yang berniat untuk menyaingi kedigdayaan dwilogi The Raid (Gareth Evans, 2012 – 2014) sebagai film aksi terbaik Indonesia sepanjang masa? Sure, why not. Sayang, film yang menjadi debut pengarahan bagi Randy Korompis ini terasa terlalu mengandalkan premis aksinya yang bombastis tanpa pernah sekalipun berusaha untuk menghidupkan kualitas barisan konflik dan ceritanya. Akhirnya, alih-alih menjadi sajian aksi yang mengikat dan menarik, Foxtrot Six berakhir menjadi sebuah tayangan yang monoton dan menjemukan. Continue reading Review: Foxtrot Six (2019)
Review: Orang Kaya Baru the Movie (2019)
Dalam film terbaru arahan Ody C. Harahap (Sweet 20, 2017), Orang Kaya Baru the Movie, seorang ibu (Cut Mini) dan ketiga anaknya, Duta (Derby Romero), Tika (Raline Shah), dan Dodi (Fatih Unru), yang terbiasa dengan kehidupan perekonomian yang terbatas secara tiba-tiba mendapatkan kejutan dari almarhum suami dan ayah mereka (Lukman Sardi) yang baru saja meninggal dunia berupa sejumlah uang yang… well… cukup untuk memenuhi kebutuhan sang ibu dan ketiga anaknya selama bertahun-tahun mendatang. Sang ayah selama ini ternyata menyembunyikan usaha suksesnya untuk mengajarkan arti hidup secara sederhana kepada keluarganya. Jadilah kini Ibu mampu membeli setiap perhiasan yang selalu diidam-idamkannya, Duta mampu mewujudkan impiannya untuk menggarap sebuah drama panggung yang akan ia sutradarai, Tika dapat melanjutkan kuliahnya di jurusan Arsitektur dengan tenang, serta Dodi yang kini tidak lagi rendah diri ketika bergaul dengan teman-teman sekolahnya. Namun, apakah memiliki uang yang berlimpah dan berkecukupan sama artinya dengan memiliki kehidupan yang berbahagia? Continue reading Review: Orang Kaya Baru the Movie (2019)
Review: Asal Kau Bahagia (2018)
Dengan inspirasi yang didapat dari lirik lagu milik kelompok musik Armada yang berjudul sama, Asal Kau Bahagia berkisah mengenai hubungan asmara antara dua remaja, Aliando (Aliando Syarief) dan Aurora (Aurora Ribero), yang berjalan lancar hingga akhirnya Aliando mendapat kecelakaan parah yang membuatnya harus terbaring koma. Namun, meskipun tubuhnya terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit, jiwa Aliando ternyata mampu berkelana serta melihat setiap aktivitas yang terjadi di sekitarnya. Sebuah keajaiban terjadi ketika jiwa Aliando mampu berinteraksi dengan sahabatnya, Dewa (Dewa Dayana). Dengan kemampuan tersebut, Aliando lantas meminta Dewa untuk menjaga sekaligus menghibur Aurora selama dirinya dirawat di rumah sakit. Tidak disangka, ketika jiwanya sedang mengikuti Aurora, Aliando mendengar percakapan telepon yang terjadi antara Aurora dengan seorang pemuda bernama Rassya (Teuku Rassya) yang ternyata telah menjadi kekasih Aurora selama beberapa bulan terakhir. Continue reading Review: Asal Kau Bahagia (2018)
Review: Suzzanna: Bernapas dalam Kubur (2018)
Jelas tidak mudah untuk tidak memandang sebelah mata terhadap Suzzanna: Bernapas dalam Kubur dan menganggapnya hanya sebagai sebuah usaha murahan para produsernya untuk meraup kesuksesan komersial dengan cara memanfaatkan elemen nostalgia terhadap salah satu aktris film Indonesia paling ikonik tersebut. Dan jelas bukanlah sebuah prasangka yang salah pula – setidaknya kualitas yang ditampilkan dua seri Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! (Anggy Umbara, 2016 – 2017) serta Benyamin Biang Kerok (Hanung Bramantyo, 2018) layak mendapatkan prasangka tersebut. Seperti halnya dua film yang telah disebutkan sebelumnya, Suzzanna: Bernapas dalam Kubur juga bukanlah sebuah film yang jalan ceritanya mendaur ulang pengisahan yang dahulu pernah ditampilkan dalam film-film horor yang dibintangi Suzzanna. Film ini memilih untuk “mengekploitasi” berbagai karakteristik peran yang membuat Suzzanna menjadi aktris horor Indonesia yang ikonik dan membingkainya dengan struktur pengisahan yang baru – meskipun bukanlah bangunan pengisahan yang benar-benar terasa segar. And strangely… it works pretty well! Continue reading Review: Suzzanna: Bernapas dalam Kubur (2018)
Review: A Man Called Ahok (2018)
Merupakan film panjang naratif pertama Putrama Tuta setelah sebelumnya mengarahkan versi teranyar dari Catatan Harian Si Boy (2011), A Man Called Ahok adalah film biopik yang berkisah tentang kehidupan mantan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, dengan naskah cerita yang digarap oleh Tuta bersama dengan Ilya Sigma (Rectoverso, 2013) dan Dani Jaka Sembada (Pizza Man, 2015) berdasarkan buku berjudul sama yang ditulis oleh Rudi Valinka. Daripada menitikberatkan pengisahan film pada karakter Basuki Tjahaja Purnama serta tindakan dan pemikiran politik yang membuat keberadaannya begitu dikenal seperti saat ini, A Man Called Ahok sendiri memilih untuk mengekplorasi masa muda dari sang karakter, kehidupan masa kecilnya di Belitung, serta hubungannya dengan sang ayah yang nantinya membentuk karakter dari Basuki Tjahaja Purnama dewasa. Pilihan yang menarik walau naskah garapan Tuta, Sigma, dan Sembada kemudian kurang mampu menghadirkan keseimbangan penceritaan antara karakter Basuki Tjahaja Purnama dengan karakter sang ayah yang juga tampil mendominasi linimasa penceritaan film. Continue reading Review: A Man Called Ahok (2018)
Review: Guru Ngaji (2018)
Enam tahun semenjak merilis debut pengarahan film layar lebarnya, Rumah di Seribu Ombak (2012) – yang berhasil meraih beberapa nominasi Festival Film Indonesia termasuk di kategori Film Terbaik dan Sutradara Terbaik, Erwin Arnada kembali duduk di kursi penyutradaraan untuk mengarahkan dua film yang dikeluarkan pada paruh awal tahun 2018. Film pertama, sebuah horor berjudul Nini Thowok yang dibintangi Natasha Wilona, menawarkan sebuah premis sederhana tentang sebuah urban legend berbau mistis namun gagal untuk dikembangkan dengan lebih apik. Film kedua, sebuah drama berjudul Guru Ngaji dimana kredit penyutradaraan bagi Arnada dituliskan dengan hanya menggunakan nama depannya, juga hadir dengan premis yang sama sederhana namun, untungnya, berhasil disajikan dengan kualitas pengisahan yang lebih baik. Banyak menghadirkan momen-momen kuat dan menyentuh meskipun masih terasa hadir dengan pengembangan cerita yang cenderung dangkal. Continue reading Review: Guru Ngaji (2018)