Tag Archives: Nicole Kidman

Review: The Northman (2022)

Setelah The VVitch (2015) dan The Lighthouse (2019) yang berhasil melejitkan sekaligus memantapkan posisinya sebagai salah satu sutradara dengan visi serta gaya bercerita paling memikat dalam beberapa tahun terakhir, Robert Eggers kembali hadir dengan presentasi cerita terbarunya, The Northman. Berbeda dengan dua film perdananya yang banyak mengandalkan simbolisme dalam tata penuturannya, Eggers membalut The Northman dalam tuturan plot, konflik, maupun karakter yang terasa lebih mudah untuk dinikmati penonton dalam skala jangkauan yang lebih luas (baca: tidak hanya terpaku hanya pada para penikmat film-film berkelas arthouse). The Northman juga dihadirkan dengan skala produksi yang jauh lebih megah dibandingkan The VVitch maupun The Lighthouse. Meskipun begitu, bahkan dengan berbagai tata eksekusi cerita yang berkesan “baru” tersebut, The Northman tetap mempertahankan atmosfer kelam, brutal, dan dingin yang sepertinya telah menjadi ciri pengarahan Eggers. Continue reading Review: The Northman (2022)

The 94th Annual Academy Awards Nominations List

Film arahan Jane Campion, The Power of the Dog (2021), berhasil mencatatkan diri sebagai film dengan raihan nominasi terbanyak di ajang The 94th Annual Academy Awards. Film yang dibintangi oleh Benedict Cumberbatch, Kirsten Dunst, Jesse Plemons, dan Kodi Smit-McPhee tersebut berhasil mendapatkan 12 nominasi, termasuk empat nominasi di kategori akting untuk para pemerannya, nominasi Best Director dan Best Adapted Screenplay untuk Campion, serta Best Picture. Raihan The Power of the Dog diikuti oleh Dune (Denis Villeneuve, 2021) yang mendapatkan sepuluh nominasi dan bersaing dengan The Power of the Dog di sejumlah kategori krusial seperti Best Picture, Best Adapted Screenplay, dan Best Editing. Dune, sayangnya, gagal untuk mendapatkan rekognisi dari kategori Best Director untuk Villeneuve. Continue reading The 94th Annual Academy Awards Nominations List

Review: The Prom (2020)

Diadaptasi dari drama panggung berjudul sama – yang alur kisahnya sendiri diinspirasi dari sebuah kisah nyata, The Prom berkisah mengenai empat bintang drama panggung asal New York, Dee Dee Allen (Meryl Streep), Barry Glickman (James Corden), Trent Oliver (Andrew Rannells), dan Angie Dickinson (Nicole Kidman), yang memutuskan untuk berangkat ke sebuah kota kecil di Indiana untuk membantu seorang remaja bernama Emma Nolan (Jo Ellen Pellman) yang mendapatkan diskriminasi setelah dirinya mengungkapkan orientasi seksual serta rencananya untuk membawa kekasih perempuannya ke malam perpisahan di sekolahnya. Sebuah niatan yang sangat mulia bukan? Tidak juga. Dee Dee Allen, Barry Glickman, Trent Oliver, dan Angie Dickinson melakukan hal tersebut demi publisitas agar dapat membantu memperbaiki reputasi mereka yang saat ini sedang meredup. Namun, berbagai interaksi yang mereka hadapi selama berada di kota kecil tersebut ternyata secara perlahan mampu memberikan sebuah sudut pandang tentang kehidupan yang baru dan berbeda dari yang selama ini jalani. Continue reading Review: The Prom (2020)

Review: Bombshell (2019)

Pada Juli 2016, industri media Amerika Serikat dihebohkan dengan kabar tuntutan hukum yang diajukan kepada pemimpin Fox News, Roger Ailes, oleh salah satu mantan pembawa acara beritanya, Gretchen Carlson, dengan tuduhan bahwa Ailes melakukan tindak pemecatan kepada Carlson karena dirinya menolak untuk berhubungan seksual dengan Ailes. Dengan kapasitas Fox News sebagai salah satu media konservatif terbesar dan paling berpengaruh di Amerika Serikat, berita tersebut terus bergulir dan menimbulkan banyak dugaan tindakan pelecehan seksual lain yang terjadi di perusahaan tersebut terhadap para karyawan perempuannya. Sejumlah perempuan, baik yang sedang maupun pernah bekerja di Fox News, kemudian memberikan kesaksian tambahan atas keberadaan tindakan pelecehan seksual yang tidak hanya dilakukan oleh Ailes namun juga oleh beberapa petinggi Fox News lainnya. Ketika Megyn Kelly – yang merupakan pembawa acara perempuan Fox News paling popular – turut memperkuat tuduhan kepada Ailes, posisi Ailes sebagai pimpinan Fox News serta tokoh yang disegani di industri media Amerika Serikat segera jatuh dan tak lagi terselamatkan. Continue reading Review: Bombshell (2019)

Review: Destroyer (2018)

Layaknya film-film yang telah ia arahkan terdahulu seperti Girlfight (2000), Æon Flux (2005), dan Jennifer’s Body (2009), film terbaru arahan Karyn Kusama, Destroyer, juga menampilkan sosok perempuan sebagai karakter utama yang menguasai sekaligus mendominasi linimasa penceritaan. Dalam Destroyer, karakter tersebut adalah Erin Bell yang diperankan oleh Nicole Kidman. Erin Bell adalah sosok polisi perempuan yang akibat torehan masa lalu yang kelam membuatnya kini sepertinya tidak lagi mampu menjaga hubungan apapun dengan orang lain – baik dalam skala personal maupun profesional. Suatu hari, di tempat kerjanya, Erin Bell menerima sebuah amplop yang berisi uang US$100 yang telah terkena noda tinta pada lembarannya. Sebuah kiriman yang misterius namun Erin Bell menyadari bahwa kiriman tersebut berhubungan dengan tragedi yang pernah ia alami di masa lampau yang sepertinya hadir kembali untuk menghantui kehidupannya. Continue reading Review: Destroyer (2018)

Review: The Upside (2019)

Masih ingat dengan film drama komedi asal Perancis yang berjudul Intouchables? Ketika dirilis pada tahun 2011, film arahan Olivier Nakache dan Éric Toledano tersebut mampu meraih kesuksesan komersial besar di negara asalnya – dengan biaya produksi yang “hanya” mencapai US$10.8 juta, Intouchables lantas mampu mengumpulkan pendapatan sebesar US$412.9 juta di sepanjang masa perilisannya di Perancis. Tidak hanya sukses secara komersial, Intouchables juga mendapatkan pujian luas dari banyak kritikus film, mendapatkan delapan nominasi dari ajang The 37th Annual César Awards – dan memenangkan kategori Best Actor untuk Omar Sy, serta akhirnya dipilih Perancis untuk berkompetisi di kategori Best Foreign Language Film pada The 85th Annual Academy Awards – walau kemudian gagal untuk mendapatkan nominasi. Kesuksesan Intouchables bahkan mampu merambah negara-negara di luar Perancis, seperti Jerman, Korea Selatan, Jepang, Italia, bahkan Amerika Serikat. Tidak mengherankan, beberapa sineas luar negeri lantas merasa tertarik untuk mengadaptasi jalan cerita Intouchables. Sutradara asal India, Vamsi Paidipally, mengarahkan adaptasi berbahasa Telugu dan Tamil dengan judul Oopiri dan merilisnya pada tahun 2016. Di tahun yang sama, sineas asal Argentina, Marcos Carnevale, juga merilis adaptasi Intouchables-nya yang berjudul Inseparables. Continue reading Review: The Upside (2019)

Review: Aquaman (2018)

Cukup wajar jika DC Films dan Warner Bros. Pictures menggantungkan banyak harapan mereka kepada Aquaman. Selepas kegagalan beruntun dari Man of Steel (Zack Snyder, 2013), Batman v. Superman: Dawn of Justice (Snyder, 2016), dan Suicide Squad (David Ayer, 2016) dalam meraih dukungan dari para kritikus film dunia – serta ditanbah dengan tanggapan yang cenderung medioker dari pada penggemar komik rilisan DC Comics, yang kemudian diikuti oleh melempemnya performa Justice League (Snyder, 2017) – yang tercatat menjadi film dengan capaian kesuksesan komersial paling rendah dalam seri film DC Extended Universe, keberadaan Aquaman jelas krusial untuk membangkitkan kembali tingkat kepercayaan sekaligus ketertarikan publik pada deretan pahlawan super buatan DC Comics. Atau, setidaknya, Aquaman haruslah mampu mencapai tingkatan kualitas yang berhasil diraih Wonder Woman (Patty Jenkins, 2017) yang hingga saat ini menjadi satu-satunya film dari DC Extended Universe yang berhasil meraih kesuksesan baik secara kritikal maupun komersial. Dengan ambisi besar tersebut, jelas tidak mengherankan jika Aquaman digarap megah dalam kualitas produksinya namun, seperti halnya Wonder Woman, tetap menyajikan keintiman cerita dalam hal penggalian kisah dasar mengenai sang karakter utama film ini. Continue reading Review: Aquaman (2018)

Review: The Killing of a Sacred Deer (2017)

Dengan apa yang dipresentasikannya pada Dogtooth (2009) dan The Lobster (2015), rasanya tidak akan ada yang begitu terkejut dengan narasi yang dihadirkan Yorgos Lanthimos dalam The Killing of a Sacred Deer. Mendasarkan naskah cerita yang ia tulis bersama Efthymis Filippou pada drama panggung kuno asal Yunani, Iphigenia in Aulis, karangan Euripides – dimana dikisahkan Raja Yunani, Agamemnon, diharuskan untuk mengorbankan puterinya, Iphigenia, sebagai hukuman akibat ketidaksengajaannya membunuh salah satu rusa milik Dewi Artemis – Lanthimos sekali lagi membuktikan kejeniusannya dalam merangkai metafora cerita untuk menyampaikan pengisahannya yang (seperti biasa) dipenuhi oleh satir mengenai kehidupan umat manusia. Sebuah petualangan “gila” yang tidak akan dilupakan oleh para penontonnya begitu saja. Continue reading Review: The Killing of a Sacred Deer (2017)

Review: Lion (2016)

Diadaptasi dari buku berjudul A Long Way Home yang ditulis oleh Saroo Brierley berdasarkan kisah kehidupannya sendiri, Lion memulai perjalanan kisahnya ketika Saroo kecil (Sunny Pawar) secara tidak sengaja terpisah dari kakaknya, Guddu (Abhisek Bharate), di sebuah kota kecil di India. Setelah terombang-ambing selama beberapa waktu di jalanan India, Saroo akhirnya ditempatkan di sebuah panti asuhan. Disana, Saroo kemudian diadopsi oleh pasangan suami istri, John (David Wenham) dan Sue Brierley (Nicole Kidman), yang lantas membawa Saroo untuk tinggal di tempat tinggal mereka di Australia. Baik John dan Sue, yang juga mengadopsi anak laki-laki lain dari jalanan India, merawat Saroo layaknya anak mereka sendiri. Tahun demi tahun berlalu, Saroo dewasa (Dev Patel) masih belum dapat melupakan berbagai kenangan masa lalunya akan sang ibu, kakak dan adiknya di India. Perasaan itu secara perlahan mulai membebani Saroo dan membuat kehidupannya lantas berjalan tanpa arah yang jelas. Depresi, Saroo lantas memutuskan bahwa satu-satunya cara agar ia dapat berdamai dengan masa lalunya adalah dengan mencari dan menemui sendiri dimana keberadaan keluarga kandungnya di India. Continue reading Review: Lion (2016)

The 89th Annual Academy Awards Nominations List

Film drama musikal arahan Damien Chazelle, La La Land berhasil memimpin daftar nominasi The 89th Annual Academy Awards dengan meraih 14 nominasi. Dengan raihan tersebut, La La Land berhasil menyamai pencapaian All About Eve (Joseph L. Mankiewicz, 1950) dan Titanic (James Cameron, 1997) sebagai film dengan raihan nominasi Academy Awards terbanyak di sepanjang sejarah. Film yang dibintangi Ryan Gosling dan Emma Stone – yang sama-sama berhasil meraih nominasi Academy Awards di kategori Best Actor dan Best Actress – tersebut akan bersaing dengan Arrival, Fences, Hacksaw Ridge, Hell or High Water, Hidden Figures, Lion, Manchester by the Sea dan Moonlight di kategori Best Picture. La La Land juga berhasil meraih nominasi di kategori Best Director dan Best Original Screenplay untuk Chazelle. Continue reading The 89th Annual Academy Awards Nominations List

Review: Paddington (2014)

paddington-posterIt’s seriously going to be really, really hard to not to fall in love with Paddington.

Baiklah. Harus diakui, sebagai sebuah film keluarga, Paddington tidak memberikan sebuah sajian yang benar-benar baru maupun segar dalam penceritaannya: sebuah keluarga bertemu dengan seorang yang asing, awalnya menjaga jarak terhadap dirinya namun secara perlahan mulai merasakan bahwa sang orang asing adalah sosok anggota keluarga yang akhirnya tidak dapat dilepaskan keberadaannya – khususnya setelah adanya ancaman yang dapat memisahkan kebersamaan mereka. Sebuah formula film-film petualangan yang ditujukan bagi pasar penonton keluarga khas Hollywood.

Adalah tangan dingin produser David Heyman – orang yang juga bertanggungjawab atas keberadaan seri film Harry Potter (2001 – 2011) – dan sutradara Paul King yang berhasil mengolah formula khas tersebut untuk tetap menjadi sajian yang begitu menyenangkan untuk dinikmati dalam Paddington. Seperti layaknya seri Harry Potter, Paddington diberkahi talenta-talenta akting asal Inggris yang sangat mampu menghidupkan setiap karakter yang mereka perankan. Tidak lupa, Paddington juga memanfaatkan latar belakang lokasi cerita yang berada di kota London dengan sangat maksimal sehingga mampu menjadi bagian penunjang tersendiri bagi kualitas penceritaan film. Paul King, yang bersama dengan Hamish McColl mengadaptasi kisah Paddington dari buku cerita anak-anak klasik berjudul Paddington Bear karya Michael Bond, juga berhasil mengisi naskah cerita Paddington dengan deretan guyonan (juga khas Inggris) yang cukup segar. Meskipun pengarahan King terasa statis di beberapa pojokan cerita namun Paddington sama sekali tidak pernah berubah kaku ataupun lamban dalam perjalanannya.

Di barisan departemen akting, nama-nama seperti Sally Hawkins, Julie Walters, Madeleine Harris, Samuel Joslin dan Hugh Bonneville berhasil tampil dengan chemistry yang hangat sekaligus meyakinkan untuk terasa sebagai sebuah satuan keluarga – plus dengan Bonneville yang terlihat lancar dang sangat menghibur dalam menghadirkan deretan one liner yang diberikan bagi karakternya. Nicole Kidman juga tampak bersenang-senang dengan peran antagonisnya dalam film ini. Aktor Ben Whishaw juga terdengar sangat nyaman dalam mengisisuarakan karakter Paddington. Whishaw berhasil menjadikan Paddington sebagai sosok yang begitu familiar dan likable bagi setiap penonton film. Berbicara mengenai Paddington, pujian khusus juga layak diberikan bagi tim efek khusus film yang berhasil menciptkan karakter para beruang, Paddington dan keluarganya, dengan begitu nyata. Tidak istimewa namun Paddington cukup menyenangkan untuk menjadi sebuah sajian yang akan mampu dinikmati kalangan penonton muda sekaligus para penonton dewasa. [B-]

Paddington (2014)

Directed by Paul King Produced by David Heyman Written by Paul King, Hamish McColl (screenplay), Michael Bond (book, Paddington Bear) Starring Hugh Bonneville, Sally Hawkins, Madeleine Harris, Samuel Joslin, Julie Walters, Jim Broadbent, Peter Capaldi, Nicole Kidman, Tim Downie, Simon Farnaby, Matt Lucas, Ben Whishaw, Michael Gambon, Imelda Staunton Music by Nick Urata Cinematography Erik Wilson Edited by Mark Everson Studio Heyday Films/StudioCanal Running time 95 minutes Country United Kingdom, France Language English

Review: Stoker (2013)

stoker-header

Menyutradarai film berbahasa Inggris jelas bukanlah sebuah hal yang mudah… khususnya ketika Anda merupakan seorang sutradara dari negara asing yang mencoba untuk menembus industri film dalam skala yang lebih besar seperti Hollywood. Lihat saja bagaimana sutradara pemenang Academy Awards asal Jerman, Florian Henckel von Donnersmarck (The Lives of Others, 2007), yang seketika menjadi bahan guyonan pemerhati film dunia ketika debut film berbahasa Inggris-nya, The Tourist (2010), mendapatkan kritikan tajam dari banyak kritikus film. Atau, contoh yang terbaru, ketika sutradara asal Korea Selatan, Kim Ji-woon (I Saw the Devil, 2010), harus menerima kenyataan bahwa film berbahasa Inggris pertama yang ia arahkan, The Last Stand (2013), gagal meraih kesuksesan baik secara kritikal maupun komersial ketika dirilis ke pasaran.

Continue reading Review: Stoker (2013)

The 70th Annual Golden Globe Awards Nominations List

golden-globesLincoln semakin memperkuat posisinya sebagai kontender kuat untuk merebut gelar film terbaik di sepanjang tahun 2012. Melalui pengumuman nominasi The 70th Annual Golden Globe Awards, film yang berkisah mengenai kehidupan presiden Amerika Serikat ke-16 itu berhasil memimpin raihan nominasi dengan memperoleh tujuh nominasi, termasuk nominasi untuk Best Motion Picture – Drama, Best Director untuk Steven Spielberg dan Best Actor – Drama untuk Daniel Day-Lewis. Berada di belakang Lincoln, adalah dua film terbaru arahan Ben Affleck dan Quentin Tarantino, Argo serta Django Unchained. Kedua film berhasil mendapatkan lima nominasi sekaligus menantang Lincoln dalam peraihan gelar Best Motion Picture – Drama serta Best Director.

Continue reading The 70th Annual Golden Globe Awards Nominations List