Review: Inang (2022)


Di tengah gempuran horor yang mengisi layar bioskop di tanah air, cukup menyenangkan untuk menyaksikan Inang. Menjadi presentasi horor pertama yang diarahkan oleh Fajar Nugros (Srimulat: Hil yang Mustahal – Babak Pertama, 2022), Inang bukanlah sajian yang komposisi utama ceritanya hanya berniat untuk mengagetkan atau menakut-nakuti penontonnya. Adegan-adegan teror tersebut masih ada, namun kengerian yang ditonjolkan dalam film ini lebih banyak berasal dari paduan akan eksplorasi yang dilakukan Nugros serta penulis naskah Deo Mahameru terhadap tata pengisahan folk horror yang menggunakan kepercayaan atau mitos masyarakat dalam membangun ketegangan cerita dengan teror psikologis yang datang dari atmosfer kesunyian yang mampu diciptakan mencekam serta penampilan efektif para jajaran pemeran film. Kombinasi yang mampu menyokong Inang menjadi salah satu sajian horor terbaik tahun ini.

Alur pengisahan Inang dimulai dengan cerita tentang seorang perempuan bernama Wulan (Naysila Mirdad) yang sedang merasa kalut setelah sang kekasih, Heru (Emil Kusumo), enggan untuk bertanggungjawab atas janin hasil hubungan keduanya yang kini tengah dikandungnya. Heru sebenarnya telah menyarankan Wulan untuk mengaborsi kehamilannya. Namun Wulan merasa tak sanggup untuk melakukannya – meskipun ia juga sadar himpitan ekonomi yang mendera tidak memberikannya opsi yang mendukung untuk dapat mempertahankan sang janin apalagi membesarkannya seorang diri. Lewat laman jejaring sosial Facebook, Wulan menemukan sebuah kelompok daring yang memberikan dukungan kepada para ibu hamil. Dari sana, Wulan kemudian berkenalan dengan pasangan suami istri, Agus (Rukman Rosadi) dan Eva (Lydia Kandou), yang menawarkan untuk mengurus Wulan selama masa kehamilannya sekaligus nantinya merawat sang bayi setelah dilahirkan oleh Wulan.

Tidaklah sukar untuk menduga akan adanya keberadaan motif tersembunyi dari niat baik yang ditawarkan oleh pasangan karakter Agus dan Eva kepada karakter Wulan. Namun, tatanan cerita Inang tidak melulu berfokus pada tujuan akhir pengisahannya. Berbekal mitos kepercayaan masyarakat Jawa akan Rabu Wekasan yang diyakini membawa bencana dan malapetaka, naskah cerita garapan Mahameru secara perlahan membangun lapisan misteri yang terjalin dalam hubungan antar karakter – yang pada paruh pengisahan lanjutan turut diperumit oleh kehadiran karakter Bergas (Dimas Anggara) yang merupakan anak dari pasangan karakter Agus dan Eva. Pelan dan subtil dalam tiap pengungkapan plot misterinya namun Inang tidak pernah menjemukan berkat kemampuan Mahameru dan Nugros dalam mengelola tiap elemen penceritaan filmnya.

Lihat saja bagaimana Inang menggambarkan adanya ruang kelas sosial antara karakter Wulan dengan karakter Agus, Eva, dan Bergas lewat barisan dialog yang mereka utarakan – atau lewat salah satu adegan dimana karakter Wulan menilai buku yang menarik adalah buku yang memiliki gambar dalam halaman-halamannya. Atau tema tentang bagaimana rasa kasih sayang orangtua akan mendorong mereka untuk melakukan apa saja – bahkan jika harus mengorbankan nyawa atau keselamatan orang lain – demi nyawa atau keselamatan buah hati mereka.

Tidak selalu berjalan mulus. Pilihan Nugros untuk berbicara lewat bahasa simbolisme sering tidak efektif dan membuang waktu belaka. Kadang terasa terlalu gamblang – adegan tikus yang masuk ke dalam perangkap – dan seringkali terasa terlalu… acak. Meskipun begitu, dengan pengalamannya dalam mengarahkan film-film bernada komedi, sentuhan komedi yang dieksekusi Nugros dalam atmosfer pengisahan horor Inang hadir sangat menyenangkan. Banyak rilisan film horor Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mencoba untuk mengimplementasikan nada horor dalam linimasa ceritanya. Namun, hingga saat ini, tidak ada yang mampu melakukannya sebaik dan semulus yang dilakukan Nugros untuk Inang. Tidak pernah terasa sebagai “tempelan” belaka tetapi mampu menjadi bagian integral dari alur pengisahan secara keseluruhan.

Sebagai horor yang mengandalkan atmosfer suram untuk menciptakan rasa ketidaknyamanan, Inang memang tidak menghadirkan banyak adegan yang dapat menghasilkan teror kekagetan bagi penontonnya. Ada, namun mayoritas dijaga untuk dikemas dan dieksekusi dengan rapi pada paruh akhir penceritaan film. Horor yang dibangun Inang berasal dari teror psikologis mengenai misteri maupun hal buruk apa yang dapat menimpa sang karakter utama. Tidak mengherankan jika film ini memberikan ruang yang begitu besar bagi penggalian karakter yang, tentunya, membutuhkan eksekusi penampilan akting yang lugas untuk membuat barisan karakternya dapat tampil hidup dan mampu mengikat kuat perhatian penonton. Dan Nugros berhasil memperoleh esensi tersebut dari barisan penampilan pengisi departemen akting filmnya.

Meskipun menjadi karakter utama dalam pengisahan film, karakter Wulan memang harus diakui disajikan dengan tatanan cerita yang cenderung lebih datar jika dibandingkan dengan karakter-karakter lain. Beruntung, Mirdad menghadirkan penampilan akting yang tidak pernah berkesan monoton. Geliat karakter Agus dan Eva yang dipenuhi atmosfer misterius nan mistis memang selalu mampu mencuri perhatian namun Mirdad terus mampu menjadikan karakter Wulan sebagai pusat perhatian. Kandou membuktikan posisinya sebagai salah satu aktris dengan kemampuan kaliber yang seharusnya diberikan lebih banyak peran di film Indonesia. Anggara juga hadir maksimal – bahkan mungkin merupakan penampilan terbaik dalam karir beraktingnya. Rosadi berada di kelas yang berbeda. Karakternya memang tidak diberikan banyak dialog namun kharismanya mampu menjadikan sosoknya tampil begitu kuat (dan menyeramkan). Capaian horor yang tidak hanya menyenangkan  namun sangat, sangat menyegarkan.

popcornpopcornpopcornpopcornpopcorn2

inang-the-womb-naysila-mirdad-fajar-nugros-movie-posterInang (2022)

Directed by Fajar Nugros Produced by Susanti Dewi Written by Deo Mahameru Starring Naysila Mirdad, Dimas Anggara, Lydia Kandou, Rukman Rosadi, Rania Putrisari, Pritt Timothy, Totos Rasiti, Emil Kusumo, David Nurbianto, Muzakki Ramdhan, Ruth Marini, Nungky Kusumastuti Music by Aghi Narottama, Bemby Gusti, Tony Merle Cinematography Wendy Aga Edited by Wawan I. Wibowo Production company MNC Pictures/IDN Pictures Running time 116 minutes Country Indonesia Language Indonesian

3 thoughts on “Review: Inang (2022)”

  1. Halo kak, seneng banget akhirnya ada yg suka mengulas film indonesia 😭 thank you.

    Aku sudah nonton Inang. Tipe film horor kesukaanku, seperti Conjuring: film dibuka dengan kisah hidup yg normal dan baik2 saja, kemudian ada cerita hangat tentang keluarga sehingga nyaman ditonton, baru kmudian ada pemantik yg membuat horornya muncul (aku ga suka film horor yg tiba-tiba ada adegan berdarah2, berhantu2, dan full jumpscare).

    1. Halo! Terima kasih udah mau mampir kemari. Yes! Juga ngerasa hal yang sama dengan ‘Inang.’ Horor favorit banget tahun ini.

Leave a Reply