Tag Archives: Emil Kusumo

Review: Inang (2022)

Di tengah gempuran horor yang mengisi layar bioskop di tanah air, cukup menyenangkan untuk menyaksikan Inang. Menjadi presentasi horor pertama yang diarahkan oleh Fajar Nugros (Srimulat: Hil yang Mustahal – Babak Pertama, 2022), Inang bukanlah sajian yang komposisi utama ceritanya hanya berniat untuk mengagetkan atau menakut-nakuti penontonnya. Adegan-adegan teror tersebut masih ada, namun kengerian yang ditonjolkan dalam film ini lebih banyak berasal dari paduan akan eksplorasi yang dilakukan Nugros serta penulis naskah Deo Mahameru terhadap tata pengisahan folk horror yang menggunakan kepercayaan atau mitos masyarakat dalam membangun ketegangan cerita dengan teror psikologis yang datang dari atmosfer kesunyian yang mampu diciptakan mencekam serta penampilan efektif para jajaran pemeran film. Kombinasi yang mampu menyokong Inang menjadi salah satu sajian horor terbaik tahun ini. Continue reading Review: Inang (2022)

Review: Till Death Do Us Part (2021)

Setelah sebelumnya tampil bersama dalam drama romansa The Way I Love You (Rudi Aryanto, 2019), Rizky Nazar dan Syifa Hadju kembali saling beradu akting dalam film terbaru arahan Anggy Umbara (Sabar ini Ujian, 2020), Till Death Do Us Part. Hadju berperan sebagai Vanesha, seorang aktris yang di suatu hari mendatangi seorang jurnalis bernama Arya (Nazar) di kantor tempatnya bekerja. Tanpa disangka, begitu dirinya berhasil menemui Arya, Vanesha justru menodongkan sebuah senjata api ke arah Arya dan mengancam akan segera membunuhnya dengan alasan bahwa pemuda tersebut telah menyakiti hati dan perasaannya. Anehnya, Arya justru mengaku tidak pernah bertemu dengan Vanesha sebelumnya, sama sekali tidak mengenalnya, atau bahkan menjalin hubungan romansa dengan dirinya. Namun, Vanesha tidak ingin mendengar alasan apapun keluar dari mulut Arya. Tanpa mempedulikan rekan kerja Arya yang semakin panik, serta kedatangan polisi yang kemudian mencoba untuk menenangkan situasi tersebut, Vanesha bersiap untuk menuntaskan rasa dendamnya pada Arya. Continue reading Review: Till Death Do Us Part (2021)

Review: Sobat Ambyar (2021)

Seperti yang dapat dicerna dari judulnya, Sobat Ambyar adalah sebuah film yang mencoba untuk menangkap fenomena popularitas dari sosok Didi Kempot yang dikenal karena lagu-lagu campursari berbahasa Jawa-nya yang banyak bertemakan patah hati dan rasa kehilangan. Namun, jangan salah, film yang diarahkan oleh Charles Gozali (Nada untuk Asa, 2015) bersama dengan Bagus Bramanti ini bukanlah sebuah biopik yang ingin bertutur tentang seluk beluk kehidupan penyanyi yang telah tutup usia pada pertengahan tahun lalu tersebut. Disajikan sebagai sebuah drama romansa, Sobat Ambyar lebih tertarik untuk mengangkat kisah tentang bagaimana lagu-lagu yang dinyanyikan Kempot digunakan oleh para pendengarnya sebagai pelarian untuk menghibur rasa duka maupun lara yang sedang mengendap di hati mereka. Terbukti, lagu-lagu milik Kempot yang mengiringi banyak adegan film menjadi faktor kesuksesan Sobat Ambyar dalam menghasilkan momen-momen terbaik pengisahannya. Continue reading Review: Sobat Ambyar (2021)

Review: Perburuan (2019)

Seperti halnya Bumi Manusia (Hanung Bramantyo, 2019), Perburuan adalah sebuah film yang naskah ceritanya diadaptasi dari novel yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer. Jika Bumi Manusia memuat kisah yang berlatarbelakang masa penjajahan yang dilakukan oleh Belanda, Perburuan menghadirkan ceritanya pada momen-momen terakhir penjajahan Jepang di tanah Indonesia. Fokus penceritaannya sendiri berada pada karakter Hardo (Adipati Dolken), seorang mantan pemimpin peleton Pembela Tanah Air yang bersama dengan rekan-rekan yang sepemikiran dengannya kemudian melakukan pemberontakan demi menuntut kemerdekaan Indonesia dari Jepang. Sial, usaha pemberontakan tersebut mendapatkan pengkhianatan dan gagal terlaksana. Tentara Jepang jelas tidak tinggal diam. Hardo dan rekan-rekannya diburu dan terancam akan mendapatkan hukuman berat. Hardo berhasil melarikan diri. Selama beberapa waktu, Hardo terus berlari dan mengasingkan dirinya dari keramaian. Bukan perkara mudah. Kesendirian diri dan rasa rindu pada sosok orang-orang yang dicintai secara perlahan mulai membuat Hardo kehilangan akal sehatnya. Continue reading Review: Perburuan (2019)

Review: Target (2018)

Diarahkan oleh Raditya Dika (Hangout, 2016) berdasarkan naskah cerita yang ditulisnya sendiri, Target berkisah mengenai sembilan orang selebritis Indonesia – Dika, Cinta Laura Kiehl, Hifdzi Khoir, Abdur Arsyad, Samuel Rizal, Willy Dozan, Ria Ricis, Anggika Bolsterli, dan Romy Rafael – yang diundang seorang produser untuk membintangi film terbaru garapannya yang berjudul Target. Proses pengambilan gambar tersebut dilakukan di sebuah gedung kosong dan baru akan dimulai ketika kesembilan selebritis tersebut telah datang ke lokasi. Tidak disangka, ketika kesembilan orang tersebut telah berkumpul dan bersiap untuk menjalani proses shooting, sebuah rekaman video kemudian berputar yang lantas mengungkapkan bahwa mereka telah terperangkap di dalam gedung tersebut dan hanya dapat keluar jika mereka mengikuti deretan permainan mematikan yang telah disiapkan oleh seseorang yang menyebut dirinya sebagai Game Master. Mau tidak mau, demi menyelamatkan jiwa masing-masing, kesembilan orang tersebut harus berusaha bertahan hidup dalam permainan mematikan yang akan berjalan selama 24 jam. Continue reading Review: Target (2018)

Review: The Professionals (2016)

Setelah terakhir kali mengarahkan Negeri 5 Menara (2012) – dan kemudian lebih memilih untuk menghabiskan waktunya menjadi produser maupun produser eksekutif bagi film-film seperti 7/24 (Fajar Nugros, 2014), Di Balik 98 (Lukman Sardi, 2015) serta Surat Cinta untuk Kartini (Azhar Kinoi Lubis, 2016) dan Me vs Mami (Ody C. Harahap, 2016), Affandi Abdul Rachman kembali duduk di kursi penyutradaraan untuk The Professionals. Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Baskoro Adi (Kampung Zombie, 2015) dan Stella Gunawan (Ghost Diary, 2016), The Professionals adalah sebuah heist movie yang jelas bukanlah sebuah jenis film yang sering diproduksi oleh pembuat film Indonesia namun jelas akan mengingatkan banyak pecinta film akan film-film bertema sama buatan Hollywood seperti Entrapment (Jon Amiel, 1999), Inception (Christopher Nolan, 2010) dan, khususnya, Ocean’s Eleven (Steven Soderbergh, 2001). A challenging task for sure but can Rachman pull it off? Continue reading Review: The Professionals (2016)

Review: Make Money (2013)

make-money-header

Masih ingat dengan film Material Girls (2006) yang dibintangi oleh Hilary Duff dan Haylie Duff? Atau versi Latin dari film tersebut, From Prada to Nada (2011), yang dibintangi Camilla Belle dan Alexa Vega? WellMake Money juga memiliki premis yang sama – dua bersaudara yang berasal dari latar belakang keluarga yang memiliki segalanya namun harus kehilangan seluruh harta mereka setelah kematian sang ayah. Dalam Make Money, dua bersaudara tersebut adalah Rachmat (David Saragih) dan Aris (Panji Pragiwaksono) yang merupakan putera dari seorang pemilik perusahaan iklan raksasa, Pak Tri (Ray Sahetapy). Untuk memberikan pelajaran hidup bagi kedua puteranya yang tumbuh menjadi sosok yang arogan dan manja, Pak Tri awalnya berencana untuk memalsukan kematiannya dan kemudian memberikan seluruh hartanya pada seorang pemulung yang pernah menyelamatkan nyawanya, Odi (Ence Bagus). Tidak disangka… ketika rencana tersebut sedang dijalankan, Tuhan ternyata benar-benar mencabut nyawa Pak Tri.

Continue reading Review: Make Money (2013)

Review: Sang Kiai (2013)

Rako Prijanto makes a really bold move with Sang Kiai. Sutradara yang sebelumnya lebih banyak mengarahkan film-film drama romansa serta komedi seperti Ungu Violet (2005), Merah Itu Cinta (2007) hingga Perempuan-Perempuan Liar (2011) ini mencoba untuk keluar dari zona nyamannya dengan mengarahkan sebuah film biopik mengenai Hasyim Asy’ari yang merupakan salah satu tokoh perjuangan kemerdekaan sekaligus pendiri organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama. Again, it’s a really bold move… dan Rako jelas terlihat memiliki visi yang kuat mengenai jalan cerita yang ingin ia hantarkan. Namun sayangnya, naskah arahan Anggoro Saronto (Malaikat Tanpa Sayap, 2012) justru kurang berhasil untuk tampil kuat dalam bercerita, kehilangan fokus di banyak bagian dan, yang terlebih mengecewakan, menyia-nyiakan kesempatan untuk dapat mengenalkan dengan lugas sosok besar Hasyim Asy’ari kepada penonton modern.

Continue reading Review: Sang Kiai (2013)

Review: FISFiC Vol. 1 (2011)

FISFiC merupakan sebuah akronim bagi Fantastic Indonesian Short Film Competition, sebuah kompetisi film pendek dalam genre horor, thriller, science-fiction maupun fantasy yang digelar oleh beberapa praktisi film Indonesia seperti Sheila Timothy, Joko Anwar, Gareth Evans, The Mo Brothers, Ekky Imanjaya dan Rusly Eddy untuk membuka jalan dan kesempatan bagi para pembuat film muda berbakat dari seluruh Indonesia untuk bersama-sama memajukan perfilman Indonesia, khususnya film-film yang memiliki genre yang seperti telah disebutkan sebelumnya. Setelah melalui proses seleksi dan penjurian, enam naskah cerita berhasil terpilih untuk kemudian direalisasikan dalam bentuk enam film pendek yang akhirnya mengisi DVD antologi film horor yang berjudul FISFiC Vol. 1 ini.

Continue reading Review: FISFiC Vol. 1 (2011)