Tag Archives: Nobuyuki Suzuki

Review: Perburuan (2019)

Seperti halnya Bumi Manusia (Hanung Bramantyo, 2019), Perburuan adalah sebuah film yang naskah ceritanya diadaptasi dari novel yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer. Jika Bumi Manusia memuat kisah yang berlatarbelakang masa penjajahan yang dilakukan oleh Belanda, Perburuan menghadirkan ceritanya pada momen-momen terakhir penjajahan Jepang di tanah Indonesia. Fokus penceritaannya sendiri berada pada karakter Hardo (Adipati Dolken), seorang mantan pemimpin peleton Pembela Tanah Air yang bersama dengan rekan-rekan yang sepemikiran dengannya kemudian melakukan pemberontakan demi menuntut kemerdekaan Indonesia dari Jepang. Sial, usaha pemberontakan tersebut mendapatkan pengkhianatan dan gagal terlaksana. Tentara Jepang jelas tidak tinggal diam. Hardo dan rekan-rekannya diburu dan terancam akan mendapatkan hukuman berat. Hardo berhasil melarikan diri. Selama beberapa waktu, Hardo terus berlari dan mengasingkan dirinya dari keramaian. Bukan perkara mudah. Kesendirian diri dan rasa rindu pada sosok orang-orang yang dicintai secara perlahan mulai membuat Hardo kehilangan akal sehatnya. Continue reading Review: Perburuan (2019)

Review: 12 Menit (2014)

12 Menit (Big Pictures Production/Cinevisi, 2014)
12 Menit (Big Pictures Production/Cinevisi, 2014)

Pernah mendengar tentang Grand Prix Marching Band? Well… Grand Prix Marching Band adalah sebuah kompetisi tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Yayasan Grand Prix Marching Band dan diikuti oleh kelompok orkes barisan yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Diadakan semenjak 1982, ajang kompetisi ini biasanya digelar pada setiap bulan Desember di tiap tahunnya dan memperebutkan Piala Presiden bagi kelompok orkes barisan pemenang utamanya. Anyway… film terbaru arahan Hanny R Saputra (Love is U, 2012), 12 Menit, adalah sebuah film drama yang mengikuti perjalanan satu tim orkes barisan asal Bontang, Kalimantan Timur dalam usaha mereka untuk mengikuti Grand Prix Marching Band di Jakarta. Tidak menawarkan sesuatu yang baru dalam formula penceritaannya namun penggarapan film yang cukup apik membuat 12 Menit mampu menghasilkan momen-momen emosional yang jelas akan membekas selama lebih dari 12 menit di hati para penontonnya.

Continue reading Review: 12 Menit (2014)

Review: Soekarno (2013)

Setelah menggarap Sang Pencerah (2011) serta membantu proses produksi film Habibie & Ainun (2012), Hanung Bramantyo kembali hadir dengan sebuah film biopik yang bercerita tentang kehidupan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Berbeda dengan sosok Ahmad Dahlan – yang kisahnya dihadirkan dalam Sang Pencerah – atau Habibie yang cenderung memiliki kisah kehidupan yang lebih sederhana, perjalanan hidup Soekarno – baik dari sisi pribadi maupun dari kiprahnya di dunia politik – diwarnai begitu banyak intrik yang jelas membuat kisahnya cukup menarik untuk diangkat sebagai sebuah film layar lebar. Sayangnya, banyaknya intrik dalam kehidupan Soekarno itu pula yang kemudian berhasil menjebak Soekarno. Naskah cerita yang ditulis oleh Hanung bersama dengan Ben Sihombing (Cinta di Saku Celana, 2012) seperti terlalu berusaha untuk merangkum kehidupan Soekarno dalam tempo sesingkat-singkatnya – excuse the pun – sehingga membuat Soekarno seringkali kehilangan fokus penceritaan dan gagal untuk bercerita serta menyentuh subyek penceritaannya dengan lebih mendalam.

Continue reading Review: Soekarno (2013)

Review: La Tahzan (Jangan Bersedih) (2013)

la-tahzan-header

Mungkin dalam rangka menarik minat serta perhatian penonton Indonesia untuk menyaksikan filmnya, produser film Orenji kemudian memutuskan untuk mengganti judul film ini menjadi La Tahzan (Jangan Bersedih), memberikannya poster yang bernuansa Islami sekaligus merilisnya di masa menjelang libur Lebaran – sebuah jangka waktu yang dianggap paling menguntungkan untuk merilis sebuah film bagi industri film Indonesia. Sayangnya, nuansa relijius yang dihadirkan dalam jalan penceritaan La Tahzan (Jangan Bersedih) yang justru kemudian membuat kualitas film ini tersungkur. Jalan cerita yang awalnya bergerak di seputar romansa cinta segitiga antara ketiga karakter utamanya secara menggelikan kemudian berubah arah menjadi konflik kebatinan dan kepercayaan yang dihadirkan dengan begitu dangkal. Hasilnya, La Tahzan (Jangan Bersedih) terlihat hadir sebagai sebuah drama romansa dengan balutan kisah agama yang begitu dipaksakan kehadirannya.

Continue reading Review: La Tahzan (Jangan Bersedih) (2013)

Review: Sang Kiai (2013)

Rako Prijanto makes a really bold move with Sang Kiai. Sutradara yang sebelumnya lebih banyak mengarahkan film-film drama romansa serta komedi seperti Ungu Violet (2005), Merah Itu Cinta (2007) hingga Perempuan-Perempuan Liar (2011) ini mencoba untuk keluar dari zona nyamannya dengan mengarahkan sebuah film biopik mengenai Hasyim Asy’ari yang merupakan salah satu tokoh perjuangan kemerdekaan sekaligus pendiri organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama. Again, it’s a really bold move… dan Rako jelas terlihat memiliki visi yang kuat mengenai jalan cerita yang ingin ia hantarkan. Namun sayangnya, naskah arahan Anggoro Saronto (Malaikat Tanpa Sayap, 2012) justru kurang berhasil untuk tampil kuat dalam bercerita, kehilangan fokus di banyak bagian dan, yang terlebih mengecewakan, menyia-nyiakan kesempatan untuk dapat mengenalkan dengan lugas sosok besar Hasyim Asy’ari kepada penonton modern.

Continue reading Review: Sang Kiai (2013)

Review: Soegija (2012)

Apa yang akan Anda harapkan dari sebuah film yang berjudul Soegija – atau film-film yang menggunakan nama salah satu karakter dalam cerita sebagai judul filmnya? Tentu saja, jawaban paling sederhana adalah Anda akan mengharapkan karakter tersebut menjadi tumpuan utama cerita dimana para penonton akan diberi kesempatan untuk mengenal lebih dekat siapa karakter tersebut dan kemungkinan besar akan menjadi karakter utama dalam pengisahan jalan cerita film tersebut. Sayangnya, hal tersebut tidak terjadi pada Soegija. Lewat press release dan beberapa konferensi pers yang diadakan oleh Garin Nugroho dalam rangka memperkenalkan film ini, ia berulangkali mengungkapkan bahwa Soegija bukanlah sebuah film biografi. Soegija lebih bercerita mengenai sifat nasionalisme sang karakter dan perjuangannya dalam membantu perjuangan rakyat Indonesia dalam meraih kemerdekaan – lewat cara diplomasi – melalui deretan karakter yang hadir dalam cerita film ini. Dan memiliki porsi yang jauh lebih banyak daripada sang karakter yang namanya dijadikan judul film.

Continue reading Review: Soegija (2012)