Tag Archives: Hanung Bramantyo

Review: Gendut Siapa Takut?! (2022)

Diadaptasi dari novel karangan Alnira yang berjudul sama, film terbaru arahan Pritagita Arianegara (Surga yang Tak Dirindukan 3, 2021), Gendut Siapa Takut?!, bercerita tentang seorang penulis novel romansa sukses bernama Moza Aphrodite (Marshanda) yang meskipun memiliki ukuran tubuh yang tidak proporsional namun selalu merasa percaya diri dengan berbagai kemampuan dan pencapaian yang telah berhasil diraihnya. Tetap saja, dengan usia yang terus bertambah, dan kedua orangtua (Tora Sudiro dan Cut Mini) yang terus mendesak, mendapatkan pasangan hidup kini seringkali menjadi fokus dan beban pemikirannya. Moza Aphrodite sebenarnya menyimpan rasa suka kepada Dafian Jatmiko (Marthino Lio), seorang sutradara film terkenal yang akan memfilmkan novelnya. Namun, dirinya enggan untuk bersaing dengan seorang model sekaligus aktris bernama Anggun (Jihane Almira) yang juga sedang berusaha mendapatkan perhatian Dafian Jatmiko. Di lain kesempatan, Moza Aphrodite bertemu kembali dengan Nareswara Radeva (Wafda Saifan Lubis), teman sekelasnya yang dahulu sering menjadikan tubuh gendutnya sebagai bahan ejekan namun sekarang telah berprofesi sebagai seorang dosen dan datang menemui Moza Aphrodite untuk meminta maaf. Pertemuan dengan Nareswara Radeva ternyata perlahan memicu rasa suka di hati Moza Aphrodite. Continue reading Review: Gendut Siapa Takut?! (2022)

Review: Miracle in Cell No. 7 (2022)

Berbeda dengan adaptasi asal Turki berjudul sama (Mehmet Ada Öztekin, 2019) yang menggunakan premis serupa namun dengan sejumlah perubahan signifikan pada elemen cerita guna lebih menonjolkan unsur pengisahan drama, versi buat ulang teranyar dari Miracle in Cell No. 7 (Lee Hwan-kyung, 2013) yang diarahkan oleh sutradara Hanung Bramantyo (Satria Dewa: Gatotkaca, 2022) berdasarkan naskah cerita yang ditulis oleh Alim Sudio (Sayap Sayap Patah, 2022) lebih memilih untuk tetap setia pada garis besar alur pengisahan drama komedi yang sebelumnya telah diterapkan oleh Lee. Linimasa ceritanya dimulai dengan usaha seorang pengacara bernama Kartika (Mawar de Jongh) untuk membuka kembali kasus kejahatan yang dahulu dituduhkan kepada ayahnya, Dodo Rozak (Vino G. Bastian), dan lantas membuat sang ayah yang merupakan penyandang disabilitas mental menerima hukuman mati. Mengumpulkan kembali orang-orang yang dahulu sempat mengenal sang ayah ketika dirinya berada di dalam penjara, mulai dari rekan-rekan satu selnya, Japra (Indro Warkop), Jaki (Tora Sudiro), Bewok (Rigen Rakelna), Atmo (Indra Jegel), dan Bule (Bryan Domani), hingga kepala sipir yang dahulu bertugas, Hendro Sanusi (Denny Sumargo), Kartika bertekad untuk membersihkan nama ayahnya dari tuduhan kejahatan yang tidak pernah dilakukannya. Continue reading Review: Miracle in Cell No. 7 (2022)

Review: Satria Dewa: Gatotkaca (2022)

Membutuhkan cukup banyak kesabaran untuk dapat benar-benar mengikuti perjalanan Satria Dewa: Gatotkaca – cita rasa pertama bagi semesta pengisahan Jagad Satria Dewa yang berisi barisan cerita pahlawan super yang kisahnya diadaptasi dari kisah pewayangan Indonesia. Layaknya sebuah origin story, Satria Dewa: Gatotkaca berusaha untuk memperkenalkan asal usul maupun awal mula cerita dari sang karakter utama dengan beberapa plot penyerta yang memberikan akses kepada penonton untuk melihat kilasan gambaran akan semesta pengisahan lebih besar yang akan melibatkan sang karakter utama di masa yang akan datang. Penuturan yang cukup mendasar. Sial, naskah cerita yang ditulis oleh sutradara film ini, Hanung Bramantyo (Tersanjung the Movie, 2020), bersama dengan Rahabi Mandra (Guru-guru Gokil, 2020) tidak pernah mampu untuk bertutur secara lugas. Berusaha untuk menjabarkan tatanan cerita yang kompleks namun dengan runutan kisah yang seringkali kelewat dangkal. Continue reading Review: Satria Dewa: Gatotkaca (2022)

Festival Film Indonesia 2021 Nominations List

Penyalin Cahaya (2021), film yang menjadi debut pengarahan film panjang bagi Wregas Bhanuteja, mampu melampaui para pesaingnya dengan menjadi film dengan raihan nominasi terbanyak di ajang Festival Film Indonesia 2021. Film yang dirilis secara internasional dengan judul Photocopier tersebut berhasil mengumpulkan 17 nominasi, termasuk di kategori Film Cerita Panjang Terbaik, Sutradara Terbaik, Penulis Skenario Cerita Asli Terbaik untuk naskah cerita yang ditulis oleh Bhanuteja bersama dengan Henricus Pria, serta nominasi di seluruh kategori akting; Pemeran Utama Pria Terbaik untuk Chicco Kurniawan, Pemeran Utama Perempuan Terbaik untuk Shenina Cinnamon, Pemeran Pendukung Pria Terbaik untuk Guilio Parengkuan dan Jerome Kurnia, serta Pemeran Pendukung Perempuan Terbaik untuk Dea Panendra. Continue reading Festival Film Indonesia 2021 Nominations List

Review: Tersanjung the Movie (2021)

Mengikuti jejak tiga film Si Doel the Movie (2018 – 2020) yang disajikan sebagai lanjutan penceritaan dari serial televisi Si Doel Anak Sekolahan serta Keluarga Cemara (Yandy Laurens, 2019) yang diadaptasi dari serial televisi berjudul sama, Tersanjung the Movie menjadi presentasi teranyar dari film Indonesia yang alur kisahnya diadaptasi atau terinspirasi atau melanjutkan cerita dari sebuah serial televisi popular. Ditayangkan pertama kali pada tahun 1998 di saluran Indosiar, serial televisi Tersanjung dengan segera menarik minat jutaan mata penonton, menjadikannya sebagai serial televisi yang paling ditunggu penayangannya setiap minggu, serta, menghantarkan banyak nama pengisi barisan pemerannya seperti Lulu Tobing, Jihan Fahira, Ari Wibowo, Adam Jordan, Jeremy Thomas, hingga Leily Sagita sebagai bintang televisi yang kemudian mengisi sejumlah program televisi popular lainnya. Meskipun kepopulerannya tidak mampu bertahan cukup lama, formula pengisahan yang dihadirkan Tersanjung secara perlahan mulai diikuti oleh banyak serial televisi lain yang diproduksi dan tayang sesudahnya. Continue reading Review: Tersanjung the Movie (2021)

Review: Habibie & Ainun 3 (2019)

Jika Habibie & Ainun (Faozan Rizal, 2012) menjajaki kisah cinta yang diarungi oleh kedua karakter utamanya dan {rudy habibie} (Hanung Bramantyo, 2016) memberikan ruang pada linimasa ceritanya bagi kisah personal dari karakter Habibie semasa dirinya sedang menjalani pendidikan di Jerman, maka bagian teranyar dari seri film yang jalan ceritanya diinspirasi dari autobiografi berjudul Habibie & Ainun yang ditulis oleh mantan Presiden Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie, akan menghadirkan fokus pada kehidupan karakter Ainun. Kembali diarahkan oleh Bramantyo, Habibie & Ainun 3 mencoba untuk sedikit menjauh dari hubungan romansa yang terjalin antara karakter Habibie dan Ainun dan memperkenalkan berbagai sosok yang berada dalam kehidupan karakter Ainun semenjak masa remaja yang memberikan pengaruh pada pemikiran, ambisi, hingga kisah percintaannya. Sebuah pilihan cerita yang sebenarnya cukup menarik – seandainya Bramantyo tidak mengulang lagi kesalahan yang dahulu dilakukannya pada {rudy habibie}. Continue reading Review: Habibie & Ainun 3 (2019)

Festival Film Indonesia 2019 Nominations List

Seperti yang dapat diduga, dua film Indonesia terbaik yang dirilis di sepanjang tahun ini, Dua Garis Biru (Gina S. Noer, 2019) dan Kucumbu Tubuh Indahku (Garin Nugroho, 2018), berhasil mengumpulkan raihan nominasi terbanyak di ajang Festival Film Indonesia 2019. Kedua film tersebut sama-sama mampu meraih 12 nominasi, termasuk di kategori Film Cerita Panjang Terbaik serta Noer dan Nugroho akan bersaing untuk memperebutkan gelar Sutradara Terbaik. Selain Dua Garis Biru dan Kucumbu Tubuh Indahku, film Bumi Manusia (2019) yang diarahkan Hanung Bramantyo juga, secara mengejutkan, mampu mengumpulkan jumlah nominasi yang setara. Nama Bramantyo bahkan menggeser beberapa nama sutradara lain yang sebelumnya difavoritkan untuk mendapatkan nominasi Sutradara Terbaik untuk bersanding bersama Noer, Nugroho, Ravi L. Bharwani (27 Steps of May, 2019) dan Riri Riza (Bebas, 2019) di kategori tersebut. 27 Steps of May dan Keluarga Cemara (Yandy Laurens, 2019) turut melengkapi daftar peraih nominasi Film Cerita Panjang Terbaik. Continue reading Festival Film Indonesia 2019 Nominations List

Review: Bumi Manusia (2019)

Merupakan buku pertama dari rangkaian Tetralogi Buru yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer dan diterbitkan dari tahun 1980 hingga tahun 1988, Bumi Manusia mungkin merupakan salah satu buku paling popular – dan paling penting – di dunia kesusastraan Indonesia. Pelarangan terbit dan edar yang diberlakukan pemerintah Republik Indonesia terhadap buku tersebut dengan tuduhan mempropagandakan ajaran-ajaran Marxisme-Leninisme dan Komunisme pada tahun 1981 hingga masa jatuhnya rezim Orde Baru tidak pernah mampu meredupkan kepopulerannya. Bumi Manusia bahkan mendapatkan perhatian khalayak internasional dan kemudian diterbitkan dalam 33 bahasa. Usaha untuk menterjemahkan narasi Bumi Manusia dari bentuk buku menjadi tatanan pengisahan audio visual sendiri telah dimulai semenjak tahun 2004 dan sempat melibatkan nama-nama sineas kenamaan Indonesia seperti Deddy Mizwar, Garin Nugroho, hingga Mira Lesmana dan Riri Riza. Langkah nyata untuk membawa Bumi Manusia ke layar lebar akhirnya benar-benar terwujud pada tahun 2018 ketika Falcon Pictures mengumumkan bahwa rumah produksi tersebut akan memproduksi film adaptasi Bumi Manusia dengan Hanung Bramantyo (Sultan Agung, 2018) bertindak sebagai sutradara.

Continue reading Review: Bumi Manusia (2019)

Review: Sultan Agung (2018)

Diarahkan bersama oleh Hanung Bramantyo (Kartini, 2017) dan x.Jo (Garuda: The New Indonesian Superhero, 2015), Sultan Agung memulai intrik ceritanya ketika Raden Mas Rangsang yang masih remaja (Marthino Lio) terpaksa harus menduduki posisi sebagai pemimpin bagi Kesultanan Mataram setelah meninggalnya sang ayah. Dengan gelar sebagai Sultan Agung Hanyakrakusuma, dirinya tidak lagi dapat lepas bermain dengan teman-teman sebayanya maupun memadu kasih dengan wanita pilihan hatinya, Lembayung (Putri Marino) – yang kebetulan berasal dari kelas sosial yang berbeda dengan dirinya. Meskipun begitu, dengan bantuan orang-orang kepercayaannya, Sultan Agung Hanyakrakusuma yang memiliki mimpi dan tekad untuk menyatukan seluruh pemimpin kerajaan di tanah Jawa mampu menjelma menjadi sosok yang kuat dan dicintai oleh rakyatnya. Namun, tantangan terbesar bagi kepemimpinan Sultan Agung Hanyakrakusuma dewasa (Ario Bayu) hadir ketika tanah Jawa kedatangan para “pedagang” dari negeri Belanda yang menamakan diri mereka sebagai Vereenigde Oostindische Compagnie pimpinan Jan Pieterszoon Coen (Hans de Kraker). Reputasi Vereenigde Oostindische Compagnie yang seringkali berlaku tidak adil dan memiliki sejarah kelam dengan para penduduk di Kepulauan Banda membuat Sultan Agung Hanyakrakusuma menjadi was-was dan memerintahkan pasukan Kesultanan Mataram untuk bersiap-siap jika Vereenigde Oostindische Compagnie datang untuk menyerang. Continue reading Review: Sultan Agung (2018)

Review: The Gift (2018)

Hanung Bramantyo jelas merupakan salah seorang sutradara paling aktif di industri film Indonesia. Lihat saja setahun belakangan. Tidak kurang dari lima film Indonesia yang berasal dari berbagai genre berhasil ia arahkan – mulai dari Kartini (2017) yang kembali memberikannya nominasi Sutradara Terbaik di ajang Festival Film Indonesia, Jomblo (2017) yang merupakan versi buat ulang dari salah satu film terbaiknya yang berjudul sama (2006), Seteru (2017) yang dirilis dan melintas begitu saja dari layar bioskop Indonesia, Surga yang Tak Dirindukan 2 (2017) yang kembali berhasil menarik banyak penonton namun mendapatkan banyak reaksi negatif dari para kritikus film, hingga Benyamin Biang Kerok (2018) yang tidak hanya kembali mendapatkan reaksi negatif dari para kritikus film namun juga gagal untuk mendapatkan jumlah penonton yang signifikan meskipun telah dipromosikan secara besar-besaran. Kini, Bramantyo kembali hadir dengan film teranyarnya yang berjudul The Gift. Berbeda dengan film-film arahan Bramantyo yang tadi telah disebutkan, The Gift memiliki citarasa pengarahan yang cenderung intim, personal, dan jauh dari kesan komersial. Jelas sebuah pilihan yang cukup menarik dari seorang Bramantyo. Continue reading Review: The Gift (2018)

Festival Film Indonesia 2017 Nominations List

Setelah Fiksi (Mouly Surya, 2008) yang berhasil memenangkan beberapa kategori utama, termasuk kategori Film Bioskop Terbaik dan Sutradara Terbaik di ajang Festival Film Indonesia 2008 dan Belenggu (Upi, 2013) yang berhasil meraih 13 nominasi di pada Festival Film Indonesia 2013, tahun ini panitia penyelenggara Festival Film Indonesia kembali menunjukkan rasa cinta mereka terhadap genre horor dengan memberikan 13 nominasi kepada film Pengabdi Setan arahan Joko Anwar. Pengabdi Setan berhasil mendapatkan nominasi di beberapa kategori utama seperti Penulis Skenario Adaptasi Terbaik dan Sutradara Terbaik untuk Joko Anwar, serta Film Terbaik dimana Pengabdi Setan akan bersaing dengan Cek Toko Sebelah (Ernest Prakasa, 2016), Kartini (Hanung Bramantyo, 2017), Night Bus (Emil Heradi, 2017), dan Posesif (Edwin, 2017). Continue reading Festival Film Indonesia 2017 Nominations List

Review: Kartini (2017)

Merayakan Hari Kartini tahun ini, sutradara Hanung Bramantyo bekerjasama dengan produser Robert Ronny merilis biopik dari Pahlawan Kemerdekaan Nasional yang dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan di Indonesia tersebut. Berlatarbelakang lokasi di Jepara, Jawa Tengah, di masa Indonesia masih berada dibawah jajahan Belanda dan dikenal dengan sebutan Hindia Belanda, Kartini (Dian Sastrowardoyo) yang berasal dari kalangan kelas bangsawan Jawa telah terbiasa hidup dalam tatanan adat Jawa yang seringkali dirasa mengekang kehidupan kaum perempuannya. Meskipun begitu, berkat arahan sang kakak, Kartono (Reza Rahadian), yang mengenalkannya pada banyak literatur Belanda, pemikiran Kartini menjadi jauh lebih maju dan terbuka dibandingkan dengan kebanyakan perempuan Jawa di era tersebut. Dengan pemikirannya tersebut, Kartini memulai usahanya untuk memperjuangkan kesetaraan hak kaum perempuan, khususnya hak untuk memperoleh pendidikan, agar kaum perempuan, khususnya perempuan Jawa, tidak lagi hanya berfungsi sebagai istri atau pendamping para suami dalam kehidupan mereka. Continue reading Review: Kartini (2017)

Review: YouTubers (2015)

youtubers-posterSetelah I Know What You Did on Facebook (2010) dan #republiktwitter (2012), jelas tidak mengherankan jika saluran media sosial internet lain kemudian menjadi sumber inspirasi bagi film Indonesia lainnya. Diarahkan serta ditulis naskahnya oleh duo Kemal Palevi dan Jovial da Lopez, YouTubers adalah sebuah film yang sepertinya ingin memperkenalkan para penggiat video kreatif YouTube asal Indonesia ke khalayak yang lebih luas sekaligus memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengetahui setiap langkah proses pembuatan sebuah video sebelum akhirnya video tersebut diunggah ke berbagai saluran YouTube dan disaksikan jutaan pasang mata dari seluruh penjuru dunia. Terdengar terlalu serius? Tidak juga. Disajikan dalam nada pengisahan komedi yang kental, YouTubers mampu tampil cukup menghibur meskipun dengan beberapa kelemahan yang hadir di berbagai sudut penampilannya.

Jalan cerita YouTubers sendiri dimulai dengan pengisahan tentang seorang pemuda bernama Jovial da Lopez (Jovial da Lopez) yang demi berusaha untuk mengesankan sang kekasih, Alexandra (Anggika Bolssterli), kemudian mengikuti proses casting sebuah film yang diarahkan oleh Hanung Bramantyo. Tidak hanya mendapatkan penolakan, proses casting yang diikuti Jovial berjalan begitu memalukan. Lebih sial lagi, adik Jovial, Andovi da Lopez, merekam seluruh proses casting tersebut dan kemudian mengunggahnya ke YouTube. Jelas Jovial kemudian merasa Andovi telah mempermalukan dirinya. Namun, ketika melihat reaksi internet yang cukup positif terhadap unggahan video tersebut yang dinilai lucu dan menghibur, Jovial dan Andovi mulai menyusun rencana untuk membuat video yang akan diunggah ke YouTube secara regular. Dalam waktu singkat, saluran YouTube yang dimiliki oleh Jovial dan Andovi mendapatkan banyak penggemar dan membuka pintu mereka untuk berkenalan sekaligus bekerjasama dengan banyak penggiat video YouTube lainnya.

Meskipun masih mampu hadir dengan beberapa guyonan yang harus diakui cukup menghibur namun naskah cerita YouTubers jelas merupakan bagian terlemah dari presentasi keseluruhan film ini. Naskah cerita garapan Kemal Palevi dan Jovial da Lopez terkesan hanyalah sebagai kumpulan beberapa sketsa komedi yang kemudian berusaha direkatkan oleh jalinan kisah utama hubungan karakter Jovial da Lopez dan Andovi da Lopez dalam usaha mereka untuk bersaing dan memproduksi deretan video yang akan mereka unggah ke YouTube. Tidak benar-benar buruk namun jelas masih terasa sebagai sebuah usaha yang minimalis ketika baik Kemal Palevi maupun Jovial da Lopez masih memperlakukan debut penyutradaraan mereka setara dengan usaha untuk mengarahkan sebuah video berdurasi singkat yang biasa mereka unggah ke YouTube.

YouTubers juga memberikan ruang yang (terlalu) luas bagi kehadiran cameo yang berisikan wajah-wajah familiar di industri film Indonesia sekaligus banyak para penggiat video kreatif YouTube popular asal Indonesia. Sayangnya, deretan cameo ini secara perlahan lebih sering terasa sebagai distraksi terhadap jalan cerita yang sedang berjalan daripada sebagai elemen hiburan maupun pelengkap bagi pengisahan YouTubers. Cukup mengganggu khususnya ketika film ini menghabiskan cukup banyak durasi penceritaannya bagi kehadiran deretan cameo tersebut dan bukan untuk penggalian kisah yang lebih mendalam. YouTubers mungkin diniatkan sebagai sebuah sajian untuk bersenang-senang – termasuk dengan penampilan para jajaran pemerannya yang hampir seluruhnya hadir sebagai diri mereka sendiri. Namun hal tersebut jelas bukan alasan untuk menyajikannya sebagai sebuah komedi dangkal. [C-]

YouTubers (2015)

Directed by Kemal Palevi, Jovial da Lopez Produced by Chand Parwez Servia, Fiaz Servia Written by Kemal Palevi, Jovial da Lopez Starring Jovial da Lopez, Andovi da Lopez, Anggika Bolsterli, Kemal Palevi, Donna Harun, DJ Yasmin, Ge Pamungkas, Yuniza Icha, Adinda Thomas, Rayi Putra, Marlo Ernesto, Hanung Bramantyo, Zaskia Adya Mecca, Fajar Nugros, Rani Ramadhany, Pandji Pragiwaksono, Tyas Mirasih, Eriska Rein, Pamela Bowie, Akbar Kobar, Sacha Stevenson, Natasha Farani, Ucok Baba, Agung Herkules, Benakribo, Edho Zell, Chandra Liow, Bayu Skak, Alfi Sugoi, Eno Bening, Duo Serigala, Raza Servia, Cesa David Luckmansyah Music by Andhika Triyadi Cinematography Roby Herbi Editing by Cesa David Luckmansyah Studio Starvision Running time 96 minutes Country Indonesia Language Indonesian