Tag Archives: Edward Akbar

Review: Sayap Sayap Patah (2022)

Lebih dari dua dekade semenjak kolaborasi mereka dalam Ada Apa dengan Cinta? (2001) yang melegenda, Nicholas Saputra kembali diarahkan oleh sutradara Rudi Soedjarwo untuk Sayap Sayap Patah. Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Monty Tiwa (Madu Murni, 2022), Eric Tiwa (Pocong the Origin, 2019), dan Alim Sudio (Ranah 3 Warna, 2022), film ini mendasarkan alur ceritanya pada kisah nyata peristiwa Kerusuhan Mako Brimob di tahun 2018 dimana para narapidana terorisme yang ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat menguasai tempat penahanan mereka sekaligus menyandera anggota polisi yang bertugas di tempat tersebut selama 36 jam. Premis yang terdengar menegangkan serta menjanjikan banyak presentasi aksi. Tidak terlalu salah, meskipun Sayap Sayap Patah meleburkan sajian aksinya dengan elemen drama yang terasa cukup dominan. Continue reading Review: Sayap Sayap Patah (2022)

Review: Satria Dewa: Gatotkaca (2022)

Membutuhkan cukup banyak kesabaran untuk dapat benar-benar mengikuti perjalanan Satria Dewa: Gatotkaca – cita rasa pertama bagi semesta pengisahan Jagad Satria Dewa yang berisi barisan cerita pahlawan super yang kisahnya diadaptasi dari kisah pewayangan Indonesia. Layaknya sebuah origin story, Satria Dewa: Gatotkaca berusaha untuk memperkenalkan asal usul maupun awal mula cerita dari sang karakter utama dengan beberapa plot penyerta yang memberikan akses kepada penonton untuk melihat kilasan gambaran akan semesta pengisahan lebih besar yang akan melibatkan sang karakter utama di masa yang akan datang. Penuturan yang cukup mendasar. Sial, naskah cerita yang ditulis oleh sutradara film ini, Hanung Bramantyo (Tersanjung the Movie, 2020), bersama dengan Rahabi Mandra (Guru-guru Gokil, 2020) tidak pernah mampu untuk bertutur secara lugas. Berusaha untuk menjabarkan tatanan cerita yang kompleks namun dengan runutan kisah yang seringkali kelewat dangkal. Continue reading Review: Satria Dewa: Gatotkaca (2022)

Review: Foxtrot Six (2019)

Dengan departemen akting yang diisi oleh nama-nama popular di dunia seni peran tanah air seperti Oka Antara, Julie Estelle, Chicco Jerikho, Rio Dewanto, hingga Arifin Putra, premis cerita yang menjanjikan deretan adegan aksi dengan tingkat mematikan, bujet yang dikabarkan mencapai lebih dari Rp70,5 miliar, hingga keterlibatan Mario Kassar – yang popular berkat keterlibatannya sebagai produser bagi film-film aksi legendaris buatan Hollywood seperti Rambo: First Blood (Ted Kotcheff, 1982), Totall Recall (Paul Verhoeven, 1990), hingga Universal Soldier (Roland Emmerich, 1992), jelas cukup mudah untuk memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap Foxtrot Six. Sebuah film aksi yang berniat untuk menyaingi kedigdayaan dwilogi The Raid (Gareth Evans, 2012 – 2014) sebagai film aksi terbaik Indonesia sepanjang masa? Sure, why not. Sayang, film yang menjadi debut pengarahan bagi Randy Korompis ini terasa terlalu mengandalkan premis aksinya yang bombastis tanpa pernah sekalipun berusaha untuk menghidupkan kualitas barisan konflik dan ceritanya. Akhirnya, alih-alih menjadi sajian aksi yang mengikat dan menarik, Foxtrot Six berakhir menjadi sebuah tayangan yang monoton dan menjemukan. Continue reading Review: Foxtrot Six (2019)

Review: A Man Called Ahok (2018)

Merupakan film panjang naratif pertama Putrama Tuta setelah sebelumnya mengarahkan versi teranyar dari Catatan Harian Si Boy (2011), A Man Called Ahok adalah film biopik yang berkisah tentang kehidupan mantan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, dengan naskah cerita yang digarap oleh Tuta bersama dengan Ilya Sigma (Rectoverso, 2013) dan Dani Jaka Sembada (Pizza Man, 2015) berdasarkan buku berjudul sama yang ditulis oleh Rudi Valinka. Daripada menitikberatkan pengisahan film pada karakter Basuki Tjahaja Purnama serta tindakan dan pemikiran politik yang membuat keberadaannya begitu dikenal seperti saat ini, A Man Called Ahok sendiri memilih untuk mengekplorasi masa muda dari sang karakter, kehidupan masa kecilnya di Belitung, serta hubungannya dengan sang ayah yang nantinya membentuk karakter dari Basuki Tjahaja Purnama dewasa. Pilihan yang menarik walau naskah garapan Tuta, Sigma, dan Sembada kemudian kurang mampu menghadirkan keseimbangan penceritaan antara karakter Basuki Tjahaja Purnama dengan karakter sang ayah yang juga tampil mendominasi linimasa penceritaan film. Continue reading Review: A Man Called Ahok (2018)

Review: Night Bus (2017)

Film terbaru arahan Emil Heradi (Sagarmatha, 2013) adalah sebuah spesies langka pada industri perfilman Indonesia. Seperti halnya Get Out – debut pengarahan Jordan Peele yang dirilis di minggu yang sama di Indonesia – Night Bus adalah sebuah thriller yang naskah ceritanya digarap kental dengan sentuhan isu sosial dan politik yang jelas terinspirasi dari berbagai situasi yang pernah maupun tengah dihadapi oleh banyak lapisan masyarakat Indonesia. Tenang, tidak seperti kebanyakan film Indonesia bermuatan “pesan moral” yang sama dan lantas sering terasa sebagai presentasi yang menjemukan, Heradi mampu menggarap Night Bus menjadi sajian cerita penuh ketegangan yang sama sekali tidak pernah kehilangan pegangannya pada bangunan konflik yang menjadi perhatian utama bagi film ini. Sebuah eksekusi yang jelas terasa begitu menyegarkan. Continue reading Review: Night Bus (2017)

Review: Street Society (2014)

Street Society (Ewis Pictures, 2014)
Street Society (Ewis Pictures, 2014)

Dengan naskah cerita yang ditulis oleh duo Agasyah Karim dan Khalid Kashogi (Madame X, 2010), Street Society berkisah mengenai perseteruan panjang antara dua orang pembalap mobil jalanan, Rio (Marcel Chandrawinata) dan Nico (Edward Gunawan). Perseteruan itu sendiri pertama kali dimulai ketika Rio yang berasal dari Jakarta berhasil mengalahkan Nico di jalanan kota kelahirannya, Surabaya. Tak ingin menanggung rasa malu akibat kekalahannya tersebut, Nico lantas menantang Rio untuk melakukan tanding ulang. Sayang, dunia balapan tidak lagi menjadi perhatian penuh dalam kehidupan Rio. Semenjak mengenal seorang gadis cantik bernama Karina (Chelsea Elizabeth Islan), pemuda tampan tersebut telah memutuskan untuk meninggalkan dunia balapan mobil ilegal dan berusaha untuk menata kembali kehidupannya sebagai seorang pria yang lebih dewasa.

Continue reading Review: Street Society (2014)

Review: Air Terjun Pengantin Phuket (2013)

air-terjun-pengantin-phuket-header

Merupakan sekuel dari Air Terjun Pengantin (2009), Air Terjun Pengantin Phuket berkisah mengenai kehidupan Tiara (Tamara Bleszynski) selepas beberapa tahun setelah peristiwa tragis yang menewaskan teman-teman sekaligus kekasihnya seperti yang diceritakan pada seri film sebelumnya. Kini, Tiara mulai menemukan kembali ketenangan dalam hidupnya setelah dirinya pindah dan tinggal di sekitar keindahan Pantai Phuket, Thailand. Bersama dengan sahabatnya, Lea (Laras Monca), Tiara membuka sebuah bar kecil yang mulai ramai dikunjungi para pendatang di daerah tersebut. Tidak melupakan masa lalunya yang kelam begitu saja, Tiara juga memperkuat pertahanan diri dengan mendalami olahraga bela diri Thai Boxing yang dilakukannya sebagai persiapan jika saja ada bahaya yang kembali dapat mengancam kehidupannya di masa yang akan datang.

Continue reading Review: Air Terjun Pengantin Phuket (2013)