Review: Guru-guru Gokil (2020)


Awalnya, film terbaru arahan Sammaria Simanjuntak (Demi Ucok, 2013), Guru-guru Gokil, akan menjadi film layar lebar perdana bagi Dian Sastrowardoyo dimana dirinya tidak hanya tampil menjadi seorang aktris namun juga turut berperan sebagai produser. Rencana untuk menayangkan Guru-guru Gokil di bioskop, sayangnya, terpaksa dibatalkan akibat pandemi COVID-19 yang mendera dunia. Beruntung, Guru-guru Gokil kemudian menemukan rumah barunya ketika Netflix mengakuisi film tersebut, menjadikannya sebagai film Indonesia kedua dengan label Netflix Original yang tayang perdana di layanan streaming terbesar dunia tersebut setelah The Night Comes for Us (Timo Tjahjanto, 2018), serta membuatnya dapat dinikmati oleh lebih dari 183 juta pelanggan Netflix dari 190 negara. Jelas bukan capaian yang mengecewakan – setidaknya jika Anda tidak mengaitkannya dengan kualitas cerita medioker yang disajikan oleh film ini.

Berdasarkan naskah yang dituliskan oleh Rahabi Mandra (Night Bus, 2017), Guru-guru Gokil berkisah tentang sekelumit perjalanan hidup dari seorang pemuda bernama Taat Pribadi (Gading Marten). Sebagai anak seorang guru, Taat Pribadi menghabiskan hidupnya untuk menjauh dari bayang-bayang ayahnya, Purnama (Arswendi Bening Swara). Nasib ternyata berkata lain. Ketika seluruh pekerjaan yang ia coba jalani kemudian berakhir dengan kegagalan, tawaran untuk menjadi seorang guru pengganti kemudian datang menghampirinya. Tawaran yang tidak mungkin ia tolak mengingat kondisi keuangannya yang begitu memprihatinkan. Sial, belum lama menjadi seorang guru, sebuah peristiwa perampokan kemudian terjadi yang membuat gaji seluruh tenaga pengajar di sekolah tersebut lenyap. Bukan hal yang sebenarnya begitu dipedulikan oleh Taat Pribadi namun ketika menyadari bahwa uang pesangon milik sang ayah yang ingin ia pinjam berada dalam kumpulan uang yang hilang, Taat Pribadi mulai memutar otak untuk memecahkan misteri pelaku perampokan tersebut.

Cukup sukar untuk benar-benar dapat membaca apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh film ini. Naskah cerita garapan Mandra berupaya untuk berkisah tentang banyak hal: memberikan komentar sosial tentang kehidupan para guru dan sistem pendidikan di Indonesia, hubungan antara sosok ayah dan anak, kisah romansa, serta alur tentang misteri aksi pencurian yang kemudian dijadikan benang merah bagi kisah-kisah lain yang terdapat dalam linimasa penceritaan film. Film yang dirilis secara internasional dengan judul Crazy Awesome Teachers mungkin akan dapat memberikan kesan “crazy,” “awesome,” atau “gokil” jika seandainya Mandra mampu mengelola plot-plot cerita tersebut dengan seksama. Sayang, tak ada satupun elemen cerita dalam film ini yang dapat disajikan dengan kualitas bertutur yang memuaskan. Setengah matang – yang kemudian membuat elemen komedi film ini terasa nanggung sementara elemen dramanya tidak pernah benar-benar mampu tampil kuat maupun menggugah.

Arahan yang diberikan oleh Simanjuntak juga tidak begitu banyak membantu. Guru-guru Gokil disajikan dengan ritme cerita yang terasa begitu terburu-buru dalam penyampaian tiap konfliknya. Lihat saja bagaimana pengembangan karakter Taat Pribadi dari sosok seorang pecundang yang membenci pekerjaan sebagai seorang guru kemudian berubah menjadi sosok yang disukai muridnya, menyukai pekerjaannya, dan lantas menjadi sosok yang penuh tanggung jawab. Terasa tidak organik. Begitu pula dengan gambaran hubungan yang ia jalani bersama karakter-karakter lain yang berada di sekitarnya, seperti hubungan dengan karakter sang ayah atau hubungan bernuansa romansa dengan karakter Rahayu (Faradina Mufti). Puncaknya, perjalanan cerita Guru-guru Gokil terasa benar-benar telah kehilangan harapan pada paruh akhir film dimana akhirnya menyerah dalam memberikan bangunan kisah yang kuat demi kocokan komedi yang sebenarnya tidak begitu kuat ataupun menghibur.

Jika ingin memberikan apresiasi pada presentasi Guru-guru Gokil, penampilan akting barisan pengisi departemen akting film ini harus diakui menjadi satu-satu elemen yang menjadikan film ini masih layak untuk disaksikan. Meskipun berperan sebagai sosok karakter yang tidak terlalu menyenangkan untuk diikuti perjalanan hidupnya, Marten masih mampu memberikan penampilan yang cukup hidup. Penampilan Marten, khususnya, terasa begitu kuat ketika hadir mendampingi Mufti dalam menghasilkan momen-momen komedi. Sastrowardoyo yang tampil dalam porsi sebagai pemeran pendukung mampu tampil mencuri perhatian dalam setiap kehadirannya. Asri Welas dan Boris Bokir juga menjadi pemeran lain yang tampil menonjol dalam pengisahan Guru-guru Gokil. Bukan sebuah usaha yang benar-benar buruk namun Guru-guru Gokil jelas membutuhkan asahan dan fokus naskah cerita yang lebih kuat untuk menjadikannya lebih menarik untuk disaksikan.

 

Guru-guru Gokil (2020)

Directed by Sammaria Simanjuntak Produced by Dian Sastrowardoyo, Shanty Harmayn, Tanya Yuson, Aoura Lovenson Chandra Written by Rahabi Mandra (screenplay), Rahabi Mandra, Tanya Yuson (story) Starring Gading Marten, Dian Sastrowardoyo, Faradina Mufti, Boris Bokir, Asri Welas, Arswendi Bening Swara, Kevin Ardilova, Shakira Jasmine, Kiki Narendra, Ibnu Jamil, Jean Marais, Sri Hartini, Aimee Saras, Tony Dwi Setiaji, Dewi Pakis, Rizky Mocil, Budiman, Ajeng Sharfina Adiwidya, Nikandro Mailangkay, Yoga Mohamad, Ayez Kassar, Putricia Adelianti, Mak Gondut Music by Aghi Narottama, Bemby Gusti, Tony Merle Cinematography Muhammad Firdaus Edited by Dinda Amanda Production companies BASE/Logika Fantasi Running time 102 minutes Country Indonesia Language Indonesian

One thought on “Review: Guru-guru Gokil (2020)”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s