Review: Rumah Malaikat (2016)


Cukup mudah untuk merasakan bahwa Billy Christian adalah salah satu sosok pembuat film Indonesia yang memiliki begitu banyak ide segar di kepalanya. Lihat saja film-film horor yang pernah ia garap seperti Tuyul – Part 1 (2015) atau Kampung Zombie (2015) yang mampu hadir dengan sentuhan kesegaran ide yang cukup berbeda jika dibandingkan dengan kebanyakan film horor produksi pembuat film Indonesia lainnya. Bahkan pada film komedi seperti The Legend of Trio Macan (2013) atau drama romansa seperti 7 Misi Rahasia Sophie (2013), Christian tetap mampu menyelipkan sentuhan-sentuhan tersebut untuk membuat filmnya terasa lebih berisi meskipun dengan jalan cerita yang sebenarnya telah familiar. Film horor terbaru arahannya, Rumah Malaikat, juga menawarkan formula yang sama. Sayangnya, juga sama seperti film-film garapan Christian sebelumnya, Rumah Malaikat masih hadir dengan kelemahan yang sama: sebuah ide segar yang gagal untuk dikembangkan dengan baik dan lantas disampaikan dengan kualitas pengarahan yang kurang memuaskan.

Rumah Malaikat sendiri memulai perjalanan kisahnya ketika karakter utama dalam film ini, Alexandra (Mentari De Marelle), mendatangi sebuah panti asuhan bernama Rumah Malaikat yang dipimpin oleh Maria (Roweina Umboh) untuk kepentingan penelitiannya. Melihat bahwa Maria tidak memiliki seorang sosok guru untuk anak-anak asuhannya, sekaligus agar dirinya diberi akses lebih bebas dalam melakukan penelitian di Rumah Malaikat, Alexandra akhirnya menawarkan diri untuk menjadi guru pengganti di panti asuhan tersebut. Maria menerima penawaran tersebut dan sekaligus mempersilahkan Alexandra untuk tinggal di Rumah Malaikat selama masa tugasnya. Seiring dengan masa tugasnya di Rumah Malaikat, Alexandra mulai mampu menarik perhatian dan diterima oleh penghuni panti asuhan tersebut. Namun, di saat yang bersamaan, Alexandra juga mulai menemukan berbagai jejak rahasia kelam dari panti asuhan pimpinan Maria tersebut yang juga berhubungan dengan masa lalu keluarga Alexandra.

Dengan berbagai imajinasi cerita yang ia miliki, Christian mampu menyajikan Rumah Malaikat dengan kualitas produksi yang apik. Departemen artistik film – mulai dari desain produksi hingga tata busana dan rias – mampu menghadirkan suasana sebuah panti asuhan yang misterius dengan cukup baik. Cukup mampu mendorong kehadiran atmosfer horor pada jalan penceritaan. Sayangnya, Rumah Malaikat tidak mampu menghadirkan kelebihan lain selain kualitas kemasannya yang tertata rapi tersebut. Naskah cerita yang ditulis oleh Christian menyimpan lebih banyak misteri pada pengembangan konflik, plot dan karakternya daripada jumlah misteri yang ingin disampaikan oleh film ini. Banyak elemen penceritaan yang dihadirkan namun sama sekali tidak mendapatkan penggalian yang berarti. Hal ini yang kemudian membuat Rumah Malaikat terasa begitu lemah dalam bercerita.

Pengembangan cerita Christian juga sama berantakannya. Daripada memberikan ruang yang lebih luas bagi plot cerita filmnya untuk berkembang, Christian merasa lebih nyaman untuk menakuti para penontonnya dengan kehadiran jump scare secara berulang kali – lengkap dengan volume tata musik yang cukup memekakkan telinga setiap kali jump scare tersebut dihadirkan. Sebuah sentuhan horor yang justru seringkali dirasa tidak perlu pada banyak adegan Rumah Malaikat. Paruh ketiga penceritaan film bahkan tampil lebih buruk. Berjalan dengan ritme penceritaan yang lebih lambat pada dua paruh penceritaan sebelumnya, Christian kemudian memburu ritme cerita paruh ketiga Rumah Malaikat untuk membuka seluruh misteri yang semenjak awal berusaha ditutupinya. Karakter-karakter yang awalnya tampil dengan penuh kerahasiaan kemudian membuka seluruh motifnya pada bagian penceritaan ini. Terasa begitu tergesa-gesa dan, konyolnya, kemudian ditutup dengan adegan kejutan horor yang begitu menggelikan.

Terlepas dari kegagalan untuk memberikan penggalian karakter yang lebih layak, departemen akting film ini masih mampu hadir dengan penampilan yang cukup memuaskan. Penampilan De Marelle membuat karakter Alexandra-nya menjadi begitu menarik untuk diikuti kisahnya. Bukan sebuah penampilan yang istimewa namun tetap terasa esensial. Begitu juga dengan penampilan Umboh, Dayu Wijanto dan Agung Saga – meskipun karakter mereka tergambar dengan karakteristik yang begitu datar dan terasa dangkal. Penampilan dari aktor dan aktris di cilik yang berperan sebagai anak-anak panti asuhan Rumah Malaikat juga tidak mengecewakan. Cukuplah menjadi penghibur bagi kualitas penceritaan film yang cukup buruk. [D]

rumah-malaikat-posterRumah Malaikat (2016)

Directed by Billy Christian Produced by Devi Monica Written by Billy Christian Starring Mentari De Marelle, Roweina Umboh, Dayu Wijanto, Agung Saga, Darren R. Khairan, Sonia Revalina Alexandra Music by Rizal Peterson Cinematography Joel F. Zola Edited by Andhy Pulung Production company SAS Films Running time 93 minutes Country Indonesia Language Indonesian

One thought on “Review: Rumah Malaikat (2016)”

Leave a Reply