Tag Archives: Tyas Mirasih

Review: Dimsum Martabak (2018)

Dalam film terbaru arahan Andreas Sullivan (Revan & Reina, 2018), Dimsum Martabak, penonton diperkenalkan kepada dua karakter utama, Mona (Ayu Ting Ting) dan Soga (Boy William). Walau keduanya berasal dari dua lingkungan ekonomi yang berbeda namun baik Mona maupun Soga sedang berada dalam usaha mereka masing-masing untuk membuktikan kemampuan diri mereka: Mona berusaha menunjukkan pada sang ibu (Meriam Bellina) bahwa dirinya dapat menjadi sosok tulang punggung keluarga yang bertanggungjawab semenjak meninggalnya sang ayah sementara Soga sedang membangun usahanya sendiri untuk keluar dari bayang-bayang sang ayah, Eric Guntara (Ferry Salim), yang merupakan salah seorang pengusaha sukses di Indonesia. Keduanya kemudian bertemu ketika Mona baru saja kehilangan pekerjaannya sebagai seorang pramusaji di restoran milik Koh Ah Yong (Chew Kin Wah) dan lantas mendapatkan pekerjaan di foodtruck martabak yang dikelola Soga bersama sahabatnya, Dudi (Muhadkly Acho) – yang, dapat dengan mudah ditebak, lantas turut menebar benih romansa antara keduanya. Continue reading Review: Dimsum Martabak (2018)

Review: YouTubers (2015)

youtubers-posterSetelah I Know What You Did on Facebook (2010) dan #republiktwitter (2012), jelas tidak mengherankan jika saluran media sosial internet lain kemudian menjadi sumber inspirasi bagi film Indonesia lainnya. Diarahkan serta ditulis naskahnya oleh duo Kemal Palevi dan Jovial da Lopez, YouTubers adalah sebuah film yang sepertinya ingin memperkenalkan para penggiat video kreatif YouTube asal Indonesia ke khalayak yang lebih luas sekaligus memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengetahui setiap langkah proses pembuatan sebuah video sebelum akhirnya video tersebut diunggah ke berbagai saluran YouTube dan disaksikan jutaan pasang mata dari seluruh penjuru dunia. Terdengar terlalu serius? Tidak juga. Disajikan dalam nada pengisahan komedi yang kental, YouTubers mampu tampil cukup menghibur meskipun dengan beberapa kelemahan yang hadir di berbagai sudut penampilannya.

Jalan cerita YouTubers sendiri dimulai dengan pengisahan tentang seorang pemuda bernama Jovial da Lopez (Jovial da Lopez) yang demi berusaha untuk mengesankan sang kekasih, Alexandra (Anggika Bolssterli), kemudian mengikuti proses casting sebuah film yang diarahkan oleh Hanung Bramantyo. Tidak hanya mendapatkan penolakan, proses casting yang diikuti Jovial berjalan begitu memalukan. Lebih sial lagi, adik Jovial, Andovi da Lopez, merekam seluruh proses casting tersebut dan kemudian mengunggahnya ke YouTube. Jelas Jovial kemudian merasa Andovi telah mempermalukan dirinya. Namun, ketika melihat reaksi internet yang cukup positif terhadap unggahan video tersebut yang dinilai lucu dan menghibur, Jovial dan Andovi mulai menyusun rencana untuk membuat video yang akan diunggah ke YouTube secara regular. Dalam waktu singkat, saluran YouTube yang dimiliki oleh Jovial dan Andovi mendapatkan banyak penggemar dan membuka pintu mereka untuk berkenalan sekaligus bekerjasama dengan banyak penggiat video YouTube lainnya.

Meskipun masih mampu hadir dengan beberapa guyonan yang harus diakui cukup menghibur namun naskah cerita YouTubers jelas merupakan bagian terlemah dari presentasi keseluruhan film ini. Naskah cerita garapan Kemal Palevi dan Jovial da Lopez terkesan hanyalah sebagai kumpulan beberapa sketsa komedi yang kemudian berusaha direkatkan oleh jalinan kisah utama hubungan karakter Jovial da Lopez dan Andovi da Lopez dalam usaha mereka untuk bersaing dan memproduksi deretan video yang akan mereka unggah ke YouTube. Tidak benar-benar buruk namun jelas masih terasa sebagai sebuah usaha yang minimalis ketika baik Kemal Palevi maupun Jovial da Lopez masih memperlakukan debut penyutradaraan mereka setara dengan usaha untuk mengarahkan sebuah video berdurasi singkat yang biasa mereka unggah ke YouTube.

YouTubers juga memberikan ruang yang (terlalu) luas bagi kehadiran cameo yang berisikan wajah-wajah familiar di industri film Indonesia sekaligus banyak para penggiat video kreatif YouTube popular asal Indonesia. Sayangnya, deretan cameo ini secara perlahan lebih sering terasa sebagai distraksi terhadap jalan cerita yang sedang berjalan daripada sebagai elemen hiburan maupun pelengkap bagi pengisahan YouTubers. Cukup mengganggu khususnya ketika film ini menghabiskan cukup banyak durasi penceritaannya bagi kehadiran deretan cameo tersebut dan bukan untuk penggalian kisah yang lebih mendalam. YouTubers mungkin diniatkan sebagai sebuah sajian untuk bersenang-senang – termasuk dengan penampilan para jajaran pemerannya yang hampir seluruhnya hadir sebagai diri mereka sendiri. Namun hal tersebut jelas bukan alasan untuk menyajikannya sebagai sebuah komedi dangkal. [C-]

YouTubers (2015)

Directed by Kemal Palevi, Jovial da Lopez Produced by Chand Parwez Servia, Fiaz Servia Written by Kemal Palevi, Jovial da Lopez Starring Jovial da Lopez, Andovi da Lopez, Anggika Bolsterli, Kemal Palevi, Donna Harun, DJ Yasmin, Ge Pamungkas, Yuniza Icha, Adinda Thomas, Rayi Putra, Marlo Ernesto, Hanung Bramantyo, Zaskia Adya Mecca, Fajar Nugros, Rani Ramadhany, Pandji Pragiwaksono, Tyas Mirasih, Eriska Rein, Pamela Bowie, Akbar Kobar, Sacha Stevenson, Natasha Farani, Ucok Baba, Agung Herkules, Benakribo, Edho Zell, Chandra Liow, Bayu Skak, Alfi Sugoi, Eno Bening, Duo Serigala, Raza Servia, Cesa David Luckmansyah Music by Andhika Triyadi Cinematography Roby Herbi Editing by Cesa David Luckmansyah Studio Starvision Running time 96 minutes Country Indonesia Language Indonesian

Review: Cinta Brontosaurus (2013)

cinta-brontosaurus-header

Diangkat dari buku berjudul sama karya Raditya Dika, Cinta Brontosaurus berkisah mengenai deretan ketidakberuntungan yang dialami oleh seorang pemuda bernama Dika (Raditya Dika) ketika ia harus berhadapan dengan masalah cinta. Ketika hubungan romansanya dengan Nina (Pamela Bowie) berakhir kandas seperti deretan kisah percintaannya yang telah lalu, Dika akhirnya mendeklarasikan bahwa ia tidak akan lagi mau merasakan yang namanya jatuh cinta. Dika bahkan menyamakan perasaan cinta tersebut layaknya seekor brontosaurus yang suatu saat akan menemukan masa kadaluarsanya… dan kemudian menghilang begitu saja. Pernyataan tersebut jelas ditolak oleh sahabat sekaligus agen penerbitan Dika, Kosasih (Soleh Solihun), yang disaat bersamaan sedang menjalin hubungan romansa dengan Wanda (Tyas Mirasih). Kosasih lantas berinisiatif untuk memperkenalkan Dika dengan beberapa gadis yang dinilainya sesuai dengan kriteria pemuda tersebut.

Continue reading Review: Cinta Brontosaurus (2013)

Review: Mama Cake (2012)

Nama sutradara film Mama Cake, Anggy Umbara, mungkin masih cukup asing ditelinga para penikmat film Indonesia. Di industri hiburan tanah air, nama Anggy memang lebih dikenal sebagai seorang sutradara puluhan video musik sekaligus sebagai salah satu personel kelompok musik Purgatory – kelompok musik beraliran death metal asal Jakarta yang lirik lagunya seringkali membawakan pesan-pesan relijius. Tidak mengherankan jika kemudian Mama Cake – film yang naskah ceritanya juga ditulis oleh Anggy bersama Hilman Mutasi dan Sofyan Jambul – juga memiliki nafas relijius yang kuat di berbagai sudut penceritaannya. Namun untungnya, dengan pengemasan cerita dan visual yang lebih atraktif, Anggy cukup berhasil menghantarkan sebuah film drama komedi bernuansa relijius yang mungkin seharusnya dipelajari Chaerul Umam agar film-filmnya mampu lebih banyak menarik perhatian penonton yang berusia lebih muda.

Continue reading Review: Mama Cake (2012)

Review: Ratu Kostmopolitan (2010)

Dalam promosinya, jajaran pemeran Ratu Kostmopolitan mengungkapkan bahwa membuat film ini adalah sebuah pengalaman yang menyenangkan. Hal ini tidak lain disebabkan karena mereka merasa bahwa naskah cerita dari Ratu Kostmopolitan menawarkan sesuatu yang berbeda dari film-film lainnya. Selain membahas mengenai kehidupan para anak perantauan bertahan di kota besar seperti Jakarta, film ini diceritakan juga dijanjikan untuk menghadirkan nuansa komedi yang dipadupadankan dengan aksi laga, drama dan disempali dengan saratnya pesan-pesan sosial. Tentu saja, menyenangkan bagi jajaran pemerannya bukan berarti bahwa film ini akan sebegitu menyenangkannya bagi penonton.

Continue reading Review: Ratu Kostmopolitan (2010)

Review: Air Terjun Pengantin (2009)

Kembali ke awal tahun 2000-an, tepatnya di tahun 2001, ketika dunia perfilman Indonesia masih berada di dalam era kegelapan, nama Rizal Mantovani sempat mencuat ke permukaan, setelah karyanya, Jelangkung, berhasil menyusul Petualangan Sherina menjadi bibit-bibit awal kebangkitan kembali film Indonesia. Film horror yang digarap dengan sederhana namun sangat efektif tersebut bergulir secara perlahan namun pasti memperoleh banyak penonton di layar bioskop, bahkan memicu tren munculnya berbagai tayangan berbau klenik, tak hanya di layar bioskop, namun juga di layar televisi nasional.

Continue reading Review: Air Terjun Pengantin (2009)