Setelah perilisan Gara-gara Warisan (2022) yang menjadi debut pengarahan film cerita panjangnya, Muhadkly Acho kembali duduk di kursi penyutradaraan untuk Ghost Writer 2 – sekuel bagi Ghost Writer (2019) yang juga merupakan debut pengarahan film cerita panjang bagi Bene Dion Rajagukguk. Tidak hanya sebagai sutradara, Acho juga menggantikan posisi Rajagukguk sebagai penulis naskah film bersama dengan Nonny Boenawan. Rajagukguk – yang baru saja meraih sukses besar lewat film Ngeri-ngeri Sedap (2022) yang ia arahkan – hanya bertugas sebagai produser bagi film ini. Bukan sebuah masalah besar. Seperti halnya yang ditunjukkan Rajagukguk dalam Ghost Writer, Acho juga memiliki kemampuan yang mumpuni dalam menghidupkan paduan antara horor dan komedi yang dibawakan oleh Ghost Writer 2 – walaupun kemudian terasa terbata dalam pengembangan elemen pengisahan dramanya. Continue reading Review: Ghost Writer 2 (2022)
Tag Archives: Annisa Hertami
Review: Bumi Manusia (2019)
Merupakan buku pertama dari rangkaian Tetralogi Buru yang ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer dan diterbitkan dari tahun 1980 hingga tahun 1988, Bumi Manusia mungkin merupakan salah satu buku paling popular – dan paling penting – di dunia kesusastraan Indonesia. Pelarangan terbit dan edar yang diberlakukan pemerintah Republik Indonesia terhadap buku tersebut dengan tuduhan mempropagandakan ajaran-ajaran Marxisme-Leninisme dan Komunisme pada tahun 1981 hingga masa jatuhnya rezim Orde Baru tidak pernah mampu meredupkan kepopulerannya. Bumi Manusia bahkan mendapatkan perhatian khalayak internasional dan kemudian diterbitkan dalam 33 bahasa. Usaha untuk menterjemahkan narasi Bumi Manusia dari bentuk buku menjadi tatanan pengisahan audio visual sendiri telah dimulai semenjak tahun 2004 dan sempat melibatkan nama-nama sineas kenamaan Indonesia seperti Deddy Mizwar, Garin Nugroho, hingga Mira Lesmana dan Riri Riza. Langkah nyata untuk membawa Bumi Manusia ke layar lebar akhirnya benar-benar terwujud pada tahun 2018 ketika Falcon Pictures mengumumkan bahwa rumah produksi tersebut akan memproduksi film adaptasi Bumi Manusia dengan Hanung Bramantyo (Sultan Agung, 2018) bertindak sebagai sutradara.
Review: The Gift (2018)
Hanung Bramantyo jelas merupakan salah seorang sutradara paling aktif di industri film Indonesia. Lihat saja setahun belakangan. Tidak kurang dari lima film Indonesia yang berasal dari berbagai genre berhasil ia arahkan – mulai dari Kartini (2017) yang kembali memberikannya nominasi Sutradara Terbaik di ajang Festival Film Indonesia, Jomblo (2017) yang merupakan versi buat ulang dari salah satu film terbaiknya yang berjudul sama (2006), Seteru (2017) yang dirilis dan melintas begitu saja dari layar bioskop Indonesia, Surga yang Tak Dirindukan 2 (2017) yang kembali berhasil menarik banyak penonton namun mendapatkan banyak reaksi negatif dari para kritikus film, hingga Benyamin Biang Kerok (2018) yang tidak hanya kembali mendapatkan reaksi negatif dari para kritikus film namun juga gagal untuk mendapatkan jumlah penonton yang signifikan meskipun telah dipromosikan secara besar-besaran. Kini, Bramantyo kembali hadir dengan film teranyarnya yang berjudul The Gift. Berbeda dengan film-film arahan Bramantyo yang tadi telah disebutkan, The Gift memiliki citarasa pengarahan yang cenderung intim, personal, dan jauh dari kesan komersial. Jelas sebuah pilihan yang cukup menarik dari seorang Bramantyo. Continue reading Review: The Gift (2018)
Review: Jokowi (2013)
Selain film-film yang naskah ceritanya mengadaptasi sebuah novel, penonton Indonesia sepertinya saat ini sedang benar-benar menggemari film-film biopik yang jalan ceritanya menghadirkan kisah hidup para tokoh masyarakat populer. Tercatat, film-film seperti Sang Pencerah (2010), Soegija (2012), Habibie & Ainun (2012) hingga Sang Kiai (2013) mampu membujuk penonton Indonesia – yang dikenal sulit untuk datang ke bioskop dan menyaksikan film produksi negara mereka sendiri – untuk kemudian datang secara beramai-ramai dan menikmati kembali perjalanan hidup tokoh idola mereka. Tidak mengherankan bila kemudian KK Dheeraj – yang namanya akan selamanya terpaut pada film-film seperti Genderuwo (2007), Anda Puas Saya Loyo (2008) atau Mr. Bean Kesurupan Depe (2012) yang diproduksi oleh rumah produksi yang ia miliki, K2K Production – secara jeli mencoba untuk memanfaatkan peluang pasar tersebut. Tokoh yang coba ia angkat? Tidak lain adalah sosok Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang sedang menjabat, Joko Widodo atau yang lebih akrab dengan sebutan Jokowi, yang kepopuleran figurnya memang begitu menanjak di kalangan masyarakat Indonesia saat ini.
Festival Film Indonesia 2012 Nominations List
So… here we go again. Setelah beberapa waktu yang lalu mengumumkan 15 film yang berhasil lolos dari seleksi awal, Senin (26/11), Festival Film Indonesia 2012 resmi mengumumkan daftar film yang berhasil meraih nominasi di ajang penghargaan film tertinggi bagi kalangan industri film Indonesia tersebut. Dan secara mengejutkan… sebuah film kecil berjudul Demi Ucok mampu mencuri perhatian dan menguasai perolehan nominasi, termasuk meraih nominasi di kategori Film Bioskop Terbaik, Sutradara Terbaik, Pemeran Utama Wanita Terbaik serta Penulis Skenario Terbaik. Walau telah dirilis secara terbatas melalui berbagai ajang festival di beberapa daerah di Indonesia selama kurun waktu satu tahun terakhir, Demi Ucok baru akan dirilis secara luas pada bulan Januari 2013 mendatang.
Continue reading Festival Film Indonesia 2012 Nominations List
Review: Soegija (2012)
Apa yang akan Anda harapkan dari sebuah film yang berjudul Soegija – atau film-film yang menggunakan nama salah satu karakter dalam cerita sebagai judul filmnya? Tentu saja, jawaban paling sederhana adalah Anda akan mengharapkan karakter tersebut menjadi tumpuan utama cerita dimana para penonton akan diberi kesempatan untuk mengenal lebih dekat siapa karakter tersebut dan kemungkinan besar akan menjadi karakter utama dalam pengisahan jalan cerita film tersebut. Sayangnya, hal tersebut tidak terjadi pada Soegija. Lewat press release dan beberapa konferensi pers yang diadakan oleh Garin Nugroho dalam rangka memperkenalkan film ini, ia berulangkali mengungkapkan bahwa Soegija bukanlah sebuah film biografi. Soegija lebih bercerita mengenai sifat nasionalisme sang karakter dan perjuangannya dalam membantu perjuangan rakyat Indonesia dalam meraih kemerdekaan – lewat cara diplomasi – melalui deretan karakter yang hadir dalam cerita film ini. Dan memiliki porsi yang jauh lebih banyak daripada sang karakter yang namanya dijadikan judul film.