Review: Ngeri-ngeri Sedap (2022)


Bene Dion Rajagukguk memulai karir penyutradaraannya dengan gemilang. Setelah menghabiskan sejumlah waktu berkecimpung sebagai penulis naskah bagi film-film seperti Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! – Part 1 (Anggy Umbara, 2016), Stip & Pensil (Ardy Octaviand, 2017), dan Suzzanna: Bernapas dalam Kubur (Rocky Soraya, Umbara, 2018), Rajagukguk menunjukkan kebolehannya sebagai penulis sekaligus pengarah cerita yang handal lewat film komedi horor Ghost Writer (2019). Untuk film kedua yang diarahkannya, Rajagukguk mengadaptasi novel karyanya yang berjudul sama, Ngeri-ngeri Sedap, yang merupakan tuturan drama keluarga dengan latar belakang kehidupan suku Batak. Dengan alur pengisahan yang ditulis berdasarkan pengalaman kehidupan pribadi sang sutradara, tidak mengherankan jika Ngeri-ngeri Sedap terasa personal di banyak bagiannya. Di saat yang bersamaan, penuturan Rajagukguk yang lugas menjadikan kisah yang disampaikannya mampu menghasilkan sentuhan emosional nan hangat yang begitu universal.

Alur pengisahan Ngeri-ngeri Sedap dimulai ketika pasangan suami istri, Pak Domu (Arswendy Beningswara Nasution) dan Mak Domu (Tika Panggabean), menyadari bahwa ketiga anak laki-laki mereka yang sedang merantau di Pulau Jawa, Domu (Boris Bokir Manullang), Gabe (Lolox), dan Sahat (Indra Jegel), enggan untuk pulang ke kampung halamannya yang berada dekat dengan pinggiran Danau Toba, Sumatera Utara. Padahal, keengganan yang dirasakan oleh Domu, Gabe, dan Sahat untuk pulang kampung tersebut juga dipengaruhi dengan sikap sang ayah yang sepertinya selalu menentang dan tidak menyukai tiap pilihan hidup yang diambil oleh anak-anaknya, baik soal karir maupun jodoh. Guna menarik perhatian ketiga anak laki-laki mereka, Pak Domu dan Mak Domu lantas berpura-pura untuk bertengkar dan berniat untuk cerai. Benar saja, ketika adik perempuan mereka, Sarma (Gita Bhebita Butar-butar), mengabarkan tentang berita perseteruan antara Pak Domu dan Mak Domu, Domu, Gabe, dan Sahat dengan segera terbang kembali ke kampung halaman untuk mendamaikan kedua orangtua mereka.

Tidak sukar untuk merasa jatuh hati dengan presentasi cerita Ngeri-ngeri Sedap. Seperti yang dahulu ia tunjukkan dalam Ghost Writer, Rajagukguk begitu piawai dalam menyeimbangkan elemen komedi dengan drama yang hadir dalam linimasa pengisahan filmnya. Unsur komedi yang kemudian memancing dan menghasilkan tawa para penonton tidak pernah terasa dipaksakan keberadaannya – atau malah dimunculkan lewat celetukan-celetukan konyol dari karakter-karakter minor yang melibatkan barisan kameo sosok komedian popular. Mengalir secara alami berkat pengolahan serta pengarahan ritme cerita yang mumpuni dari Rajagukguk yang kemudian mendapat sokongan utuh dari penampilan para pengisi departemen aktingnya. Hal ini juga yang membuat elemen drama serta komedi dalam penuturan Ngeri-ngeri Sedap tidak pernah terasa saling membayangi atau menutupi dan bahkan saling menguatkan satu dengan yang lain.

Meskipun menggunakan adat, budaya, maupun kehidupan suku Batak sebagai latar pengisahannya, Ngeri-ngeri Sedap tidak pernah hadir dengan kesan sebagai tontonan bagi segilintir kelompok saja. Dinamika keluarga yang dihantarkan oleh Rajagukguk – mulai dari usaha untuk menjaga “nama baik” keluarga di lingkungan sekitar, sosok ayah yang memiliki pilihan tersendiri untuk anak-anaknya karena ingin yang terbaik untuk mereka, sosok ibu yang selalu mengalah dan memilih untuk diam, persaingan antara saudara, hingga posisi anak perempuan yang sering dikerdilkan keberadaannya – jelas akan dapat menyentuh sekaligus berbicara banyak kepada banyak orang. Rajagukguk bahkan mampu mengangkat cara pandang kesukuan akan persepsi gender, strata sosial, serta keberadaan suku lain dan meramunya menjadi pengisahan yang begitu lekat dengan kehidupan modern secara luas. Tuturan dengan lapisan cerita yang tersaji matang.

Penuturan Ngeri-ngeri Sedap juga semakin terasa kaya berkat balutan adat serta budaya Batak yang mewarnai berbagai sudut pengisahan. Sayang, tidak seperti Yuni (Kamila Andini, 2021) yang dialognya dominan dengan bahasa dan dialek Jawa-Serang, atau Liam dan Laila (Arief Malinmudo, 2018) yang dominan dengan Bahasa Minangkau, atau Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak (Mouly Surya, 2017) yang dominan dengan bahasa dan dialek Sumba, atau Uang Panai’ (Asril Sani, Halim Gani Safia, 2016) yang dominan dengan Bahasa Bugis, entah mengapa Rajagukguk malah memilih untuk menghadirkan dialog filmnya lebih dominan dengan Bahasa Indonesia. Mungkin pilihan tersebut diambil untuk lebih meluaskan cakupan jangkauan penuturan film. Namun, khususnya bagi mereka yang memiliki kedekatan atau keakraban dengan kehidupan suku Batak, hal ini jelas mengurangi kesan otentik yang dibawakan penuturan cerita. (Pasangan suami dan istri atau ibu dan anak yang saling bertukar dialog dan keduanya menggunakan Bahasa Indonesia?). Aksen maupun dialek sejumlah pemeran juga kadang terasa lemah – khususnya bagi karakter-karakter yang dikisahkan tinggal ataupun telah menghabiskan hidup mereka di lingkungan Batak di pinggiran Danau Toba.

Terlepas dari sejumlah kelemahan minor tersebut, Ngeri-ngeri Sedap jelas sukses menunjukkan perkembangan Rajagukguk sebagai seorang sutradara – mulai dari pengolahan konflik dan karakter, penataan arahan cerita, hingga sejumlah pilihan teknis – sebuah adegan long take yang dihadirkan Rajagukguk di paruh ketiga film dan melibatkan para karakter sentral akan mengguncang hati setiap mata yang menyaksikannya. Arahan yang diberikan Rajagukguk juga mendapatkan dukungan penampilan yang solid dari barisan pemerannya. Keseluruh pemeran film ini menghadirkan performa terbaiknya, termasuk Lolox yang membuktikan dirinya memiliki kapabilitas untuk menghidupkan adegan drama serta Butar-butar yang mampu mencuri perhatian lewat penampilannya yang tenang namun seketika dapat menghanyutkan. Capaian yang sangat memuaskan.

popcornpopcornpopcornpopcorn-halfpopcorn2

ngeri-ngeri-sedap-film-indonesia-movie-posterNgeri-ngeri Sedap (2022)

Directed by Bene Dion Rajagukguk Produced by Dipa Andika Written by Bene Dion Rajagukguk (screenplay), Bene Dion Rajagukguk (novel, Ngeri-ngeri Sedap) Starring Arswendy Beningswara Nasution, Tika Panggabean, Boris Bokir Manullang, Gita Bhebhita Butar-butar, Lolox, Indra Jegel, Rita Matu Mona, Paulus Simangunsong, Indah Permatasari, Pritt Timothy, Edwin Samosir ‘Obama’, Andri Nadeak ‘Obama’, Tivi Tambunan ‘Obama’, Soleh Solihun, Fitria Sechan, Sabam Samosir, Oppung Samantha, Muhadkly Acho, Abdur Arsyad, Ucita Pohan, Malvinas, Deven Mathvey Rapha, Angelina Diva, Jethro Nathan, Exadio Aurelius Jordy Music by Vicky Sianipar Cinematography Padri Nadeak Editing by Aline Jusria Studio Imajinari/Kathanika Studio Running time 114 minutes Country Indonesia Language Indonesian

4 thoughts on “Review: Ngeri-ngeri Sedap (2022)”

  1. Film yg menguras emosional penontonnya. Alunan musiknya bagus. Alur ceritanya mengangkat budaya batak namun universal. Secara keseluruhan pembuatan film ini cerdas.

Leave a Reply