Review: Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak (2017)


Malang benar nasib Marlina (Marsha Timothy). Setelah kematian janin bayi yang sedang dikandungnya kini wanita asal Sumba tersebut harus hidup sebatang kara setelah suaminya turut meninggal dunia – dengan mayat sang suami yang telah diawetkan masih terbujur kaku di ruang tamu rumah akibat ketidakmampuan Marlina membiayai ritual upacara pemakaman. Nasib buruk tidak berhenti disana. Sekelompok pria yang dipimpin oleh Markus (Egi Fadly) yang berperawakan tinggi besar datang ke rumah Marlina dan berencana untuk mengambil seluruh harta benda miliknya. Oh. Sekumpulan pria tersebut juga berencana untuk memperkosa Marlina secara bergantian selepas makan malam. Namun, walau dengan penampilan yang tenang dan terkesan lemah, Marlina menolak untuk menyerah begitu saja. Berbekal sebilah parang dan olahan sup ayam yang menjadi menu andalannya, Marlina bertekad untuk membuat Markus dan gerombolannya menyesal telah melangkahkan kaki mereka ke rumah Marlina hari itu.

Merupakan film terbaru arahan Mouly Surya yang sebelumnya menghasilkan Fiksi (2008) dan Yang Tidak Dibicarakan Ketika Membicarakan Cinta (2013) yang fenomenal itu, Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak menghadirkan Surya dalam kualitas penyutradaraan dan penulisan naskah terbaiknya hingga saat ini. Dengan naskah cerita yang digarap bersama dengan produser dua film arahan Surya sebelumnya, Rama Adi, berdasarkan ide cerita yang datang dari Garin Nugroho, Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak sebenarnya tampil dengan struktur pengisahan yang cukup sederhana dan fasih mengikuti pola pengisahan yang telah diterapkan Surya dalam setiap filmnya: sosok karakter wanita dengan kepribadian yang tangguh, deretan dialog berisi humor (dan sindiran sosio-politik) kelam yang kental, alur pengisahan yang merambat namun dipenuhi banyak momen kontemplatif, serta disajikan dalam atmosfer penceritaan yang cenderung depresif.  Familiar namun kini tersaji dengan tatanan pengisahan yang lebih tajam dan terasah.

Sebagai sosok karakter, Surya dan Adi menjadikan karakter Marlina – dan karakter-karakter perempuan lain dalam Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak – sebagai simbol perlawanan terhadap sistem patriarki yang seringkali menempatkan perempuan berada dalam posisi yang terpinggirkan dalam keseharian. Balutan pengisahan a la western dengan empat babak penceritaan juga memberikan peluang bagi Surya untuk dapat menghadirkan momen-momen menegangkan dalam filmnya yang akan mampu membuat setiap penonton mencengkeram erat kursi duduk mereka. Meskipun begitu, Surya tidak pernah terasa menggebu-gebu dalam bercerita. Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak masihlah merupakan produk sejati seorang Surya: hadir dengan sentuhan emosional yang tertahan namun secara perlahan berkembang untuk kemudian mengikat erat perhatian penonton dan tidak pernah melepaskannya lagi.

Kesan western dalam presentasi Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak semakin kental berkat garapan departemen produksi film ini. Berbekal keindahan alam wilayah Sumba yang gersang namun begitu membius penampilannya, Yunus Pasolang berhasil menangkap deretan gambar yang begitu mampu menangkap kekeringan moral dan kesulitan hidup yang harus dihadapi sekaligus dilawan oleh sang karakter utama. Begitu pula dengan tatanan musik garapan Zeke Khaseli dan Yudhi Arfani yang mampu menangkap esensi garapan musik western seperti yang dihasilkan Ennio Morricone namun secara cerdas membaurnya dengan lapisan suara-suara khas Sumba dan mengisi setiap adegan dengan dorongan emosional yang memikat. Bersama dengan penataan gambar yang dihasilkan oleh Kelvin Nugroho, Surya mampu mendapatkan dukungan teknikal yang mendukung setiap bagian konsep penceritaannya yang tegas.

Tentu saja, sekumpulan karakter-karakter yang tergarap dengan apik tidaklah berarti tanpa pengejawantahan karakter yang sama apiknya. Dan film yang dirilis secara internasional dengan judul Marlina the Murderer in Four Acts ini tampil dengan kualitas departemen akting yang begitu memukau. Timothy membuktikan posisinya sebagai salah satu aktris dengan kemampuan akting terbaik yang dimiliki negeri ini. Lewat karakternya, Timothy hadir “kalem” dan kelam namun secara total membuat karakter Marlina menjadi begitu berharga. Dea Panendra juga menjadikan karakter Novi yang ia perankan tidak tampil hanya sebagai sidekick belaka. Panendra mencuri perhatian dalam setiap kehadirannya dan bersama dengan Timothy membuahkan sebuah chemistry yang mampu meluluhkan hati setiap orang. Fadly dan Yoga Pratama juga hadir mengesankan meskipun dengan porsi pengisahan yang terbatas.

Seperti yang dialami oleh karakter utama film ini, Surya menjadikan Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak sebagai sebuah perjalanan bagi para penontonnya – baik untuk menikmati eksotisnya keindahan pemandangan Sumba maupun menjalani dan merasakan sendiri kerasnya perjuangan dari karakter Marlina. Dengan kehandalan pengarahannya, Surya menyajikan penceritaan filmnya secara gemilang – lembut dalam bertutur namun tegas dalam menyatakan pemikirannya. Another win from one of Indonesia’s most exciting directors today. [B]

Marlina-si-Pembunuh-dalam-empat-Babak-marsha-timothy-movie-posterMarlina si Pembunuh dalam Empat Babak (2017)

Directed by Mouly Surya Produced by Rama Adi, Fauzan Zidni Written by Mouly Surya, Rama Adi (screenplay), Garin Nugroho (story) Starring Marsha Timothy, Dea Panendra, Egi Fedly, Yoga Pratama, Haydar Salishz, Rita Matu Mona, Yayu Unru, Anggun Priambodo, Ayez Kassar, Safira Ahmad, Indra Birowo, Ozzol Ramdan, Norman R Akyuwen Music by Zeke Kasheli, Yudhi Arfani Cinematography Yunus Pasolang Edited by Kelvin Nugroho Production company Cinesurya/Shasha & Co Production/Cinesurya Pictures/Kaninga Pictures/Astro Shaw/HOOQ/Purin Pictures Running time 93 minutes Country Indonesia Language Indonesian