Film cerita panjang kedua yang ditulis, diarahkan, serta dibintangi oleh Pandji Pragiwaksono setelah Partikelir (2018), Mendarat Darurat, memiliki premis cerita yang cukup menarik. Linimasa pengisahannya dibuka dengan tuturan tentang kehidupan pernikahan antara Glenn (Reza Rahadian) dengan Maya (Marissa Anita) yang mulai terasa hambar. Glenn, khususnya, mulai merasa kesehariannya seperti berada di dalam penjara akibat Kania yang seringkali mengomeli serta mencurigainya berselingkuh. Pertahanan rasa kesetiaan Glenn terhadap sang istri kemudian goyah ketika salah seorang rekan kerjanya, Kania (Luna Maya), memberikan perhatian lebih kepada dirinya. Glenn lantas memutuskan untuk benar-benar berselingkuh. Dengan menggunakan alasan tugas ke luar kota kepada Maya, Glenn mengajak Kania untuk menghabiskan waktu berdua di sebuah kamar hotel. Sial, ketika sedang berdua, Glenn dan Kania menerima kabar pesawat yang seharusnya dinaiki Glenn untuk bertugas ke luar kota jatuh dan menewaskan seluruh penumpangnya. Situasi yang jelas menjebak Glenn dalam dilema mendalam: ia tidak mungkin selamanya berpura-pura mati, namun niatannya berselingkuh dengan Kania tentu akan ketahuan jika ia menghubungi dan mengakui hal yang sebenarnya kepada Maya. Continue reading Review: Mendarat Darurat (2022)
Tag Archives: Luna Maya
Review: Ben & Jody (2022)
Ada yang berbeda dalam presentasi cerita Ben & Jody – film ketiga yang mengikuti perjalanan kehidupan dua karakter penikmat kopi yang saling bersahabat, Ben (Chicco Jerikho) dan Jody (Rio Dewanto), yang kisahnya sebelumnya dihadirkan lewat dua seri film Filosofi Kopi garapan Angga Dwimas Sasongko. Jika Filosofi Kopi the Movie (2015) dan Filosofi Kopi the Movie 2: Ben & Jody (2017) bergumul dalam nada drama terkait dengan kisah tentang usaha kedua karakter tersebut dalam mengelola sebuah kedai kopi bernama Filosofi Kopi ataupun berbagai intrik yang mewarnai kisah persahabatan mereka, maka Ben & Jody tampil dengan lingkup penceritaan yang lebih kental akan nuansa aksi. Manuver cerita yang cukup berani, meskipun jelas tidak terlalu mengejutkan jika ditilik dari sejumlah tema maupun konflik yang sempat dihadirkan Sasongko dalam dua film Filosofi Kopi sebelumnya. Continue reading Review: Ben & Jody (2022)
Review: Sabar Ini Ujian (2020)
Sabtu, 11 April 2020. Setelah ditelepon dan dibangunkan oleh sang ibu (Widyawati) serta ditelepon dan diingatkan kembali oleh sahabatnya, Billy (Ananda Omesh), Sabar (Vino G. Bastian) akhirnya harus menerima kenyataan bahwa dirinya harus menghadiri pernikahan mantan kekasihnya, Astrid (Estelle Linden), yang kini dipersunting oleh teman masa sekolah keduanya, Dimas (Mike Ethan). Menyaksikan mantan kekasih duduk bersanding di pelaminan dengan sosok pria lain memang merupakan sebuah cobaan berat. Belum lagi masih ditambah dengan dirinya yang harus mendengarkan guyonan-guyonan menjengkelkan dari dua temannya, Yoga (Rigel Rakelna) dan Aldi (Ananta Rispo), yang tidak berhenti menyinggung statusnya yang ditinggal nikah sang kekasih. Meski sulit, Sabar berhasil melalui hari itu dengan lancar. Sebuah keanehan terjadi. Esok paginya, Sabar kembali dibangunkan oleh sang ibu yang lagi-lagi mengingatkan dirinya untuk hadir ke pernikahan mantan kekasihnya. Tak disangka. Sabar terbangun di hari yang telah ia jalani sebelumnya. Continue reading Review: Sabar Ini Ujian (2020)
Review: Rumah Kentang: The Beginning (2019)
Masih ingat dengan Rumah Kentang (2012)? Film horor garapan Jose Poernomo yang mendasarkan kisahnya pada urban legend mengenai rumah yang selalu beraroma kentang bernuansa mistis di malam hari? Mungkin tidak banyak yang (masih mau) mengingat film yang juga menandai kali pertama Shandy Aulia terlibat dalam sebuah film horor tersebut – Aulia kemudian melanjutkan karirnya sebagai aktris dengan membintangi sederatan film horor yang mendominasi filmografinya. Ketika dirilis, Rumah Kentang mendapatkan sambutan yang kurang begitu hangat dari banyak kritikus film yang memberikan sorotan tajam pada kualitas penulisan naskah ceritanya. Meskipun begitu, film yang juga menjadi film pertama yang diproduksi oleh Hitmaker Studios tersebut tetap mampu mengumpulkan lebih dari 400 ribu penonton dan menjadikannya sebagai salah satu film horor dengan jumlah penonton terbanyak di tahun 2012. Berkaca dari kesuksesan minor tersebut, tujuh tahun semenjak perilisan Rumah Kentang dan terlepas dari fakta bahwa tidak ada seorang pun yang menginginkan sekuel bagi film tersebut, Hitmaker Studios merilis Rumah Kentang: The Beginning yang kali ini menempatkan Rizal Mantovani (Kuntilanak 2, 2019) di kursi penyutradaraannya. Continue reading Review: Rumah Kentang: The Beginning (2019)
Review: Suzzanna: Bernapas dalam Kubur (2018)
Jelas tidak mudah untuk tidak memandang sebelah mata terhadap Suzzanna: Bernapas dalam Kubur dan menganggapnya hanya sebagai sebuah usaha murahan para produsernya untuk meraup kesuksesan komersial dengan cara memanfaatkan elemen nostalgia terhadap salah satu aktris film Indonesia paling ikonik tersebut. Dan jelas bukanlah sebuah prasangka yang salah pula – setidaknya kualitas yang ditampilkan dua seri Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! (Anggy Umbara, 2016 – 2017) serta Benyamin Biang Kerok (Hanung Bramantyo, 2018) layak mendapatkan prasangka tersebut. Seperti halnya dua film yang telah disebutkan sebelumnya, Suzzanna: Bernapas dalam Kubur juga bukanlah sebuah film yang jalan ceritanya mendaur ulang pengisahan yang dahulu pernah ditampilkan dalam film-film horor yang dibintangi Suzzanna. Film ini memilih untuk “mengekploitasi” berbagai karakteristik peran yang membuat Suzzanna menjadi aktris horor Indonesia yang ikonik dan membingkainya dengan struktur pengisahan yang baru – meskipun bukanlah bangunan pengisahan yang benar-benar terasa segar. And strangely… it works pretty well! Continue reading Review: Suzzanna: Bernapas dalam Kubur (2018)
Review: Sabrina (2018)
Walau terdengar lebih menakutkan, film horor teranyar arahan Rocky Soraya yang berjudul Sabrina sama sekali tidak berkisah tentang sebuah situasi dimana sesosok karakter dipaksa untuk membayar dan mendengarkan lagu-lagu cover version yang dinyanyikan secara akustik oleh seorang penyanyi bernama Sabrina selama 113 menit. Film ini merupakan bagian dari semesta pengisahan film The Doll arahan Soraya yang dua seri sebelumnya sukses ketika dirilis pada tahun 2016 dan 2017. Dengan naskah cerita yang masih digarap oleh Riheam Junianti dan Fajar Umbara, Sabrina sendiri memiliki alur pengisahan yang bertindak sebagai kelanjutan kisah atau sekuel bagi The Doll 2. Sayangnya, mereka yang mengharapkan adanya perbaikan – baik dari kemampuan pengarahan Soraya maupun kualitas naskah cerita garapan Junianti dan Umbara – bagi presentasi keseluruhan Sabrina sepertinya harus bersiap untuk gigit jari. Sabrina hadir dengan kualitas yang mampu menyaingi buruknya dua seri The Doll sebelumnya. Continue reading Review: Sabrina (2018)
Review: Insya Allah Sah 2 (2018)
Sejujurnya, Insya Allah Sah (Benni Setiawan, 2017) bukanlah sebuah karya yang benar-benar buruk. Namun, terlepas dari berhasil menghadirkan beberapa momen komikal yang cukup menghibur serta penampilan yang cukup prima dari Pandji Pragiwaksono dan Titi Kamal, kebanyakan penonton mungkin akan lebih mengingat Insya Allah Sah sebagai sebuah film yang hadir dengan kualitas penceritaan yang cenderung monoton dan seorang sosok karakter utama yang begitu sukar untuk disukai dan benar-benar mengganggu. Well… Insya Allah Sah 2 kini dihadirkan untuk mencoba memperbaiki beberapa “kesalahan” yang telah diperbuat oleh seri pendahulunya – dan, tentu saja, mencoba mengulangi kembali (atau bahkan melampaui) kesuksesan komersial yang berhasil diraih Insya Allah Sah. Continue reading Review: Insya Allah Sah 2 (2018)
Review: Partikelir (2018)
Nama Pandji Pragiwaksono jelas bukanlah nama baru di industri perfilman Indonesia. Semenjak namanya popular sebagai seorang komika, Pragiwaksono juga telah berkesempatan menunjukkan kemampuan aktingnya lewat film-film seperti Make Money (Sean Monteiro, 2013), Comic 8 (Anggy Umbara, 2014), {rudy habibie} (Hanung Bramantyo, 2016), Stip & Pensil (Ardy Octaviand, 2017), dan Ayat-ayat Cinta 2 (Guntur Soeharjanto, 2017). Mengikuti jejak rekan-rekan komikanya seperti Kemal Palevi, Raditya Dika, Ernest Prakasa, dan Bayu Skak, Pragiwaksono kini menguji kemampuannya dalam penyutradaraan sebuah film lewat Partikelir. Juga berperan sebagai aktor dan penulis naskah cerita bagi film drama komedi aksi ini, Partikelir menghadirkan elemen-elemen komedi yang mungkin telah terasa familiar bagi para penggemar celotehan Pragiwaksono. Sayang, sebagai sebuah presentasi cerita keseluruhan, Partikelir tidak mampu berbicara banyak dan seringkali terasa goyah dalam banyak bagian pengisahannya. Continue reading Review: Partikelir (2018)
Review: The Doll 2 (2017)
Merupakan sekuel dari The Doll arahan Rocky Soraya yang dirilis pada akhir tahun lalu, The Doll 2 berkisah mengenai dilema rumah tangga yang dialami pasangan Aldo (Herjunot Ali) dan Maira (Luna Maya) setelah keduanya kehilangan puteri tunggal mereka, Kayla (Shofia Shireen), dalam sebuah kecelakaan. Rasa kesedihan mendalam yang dirasakan Maira seringkali membuatnya merasa bahwa Kayla masih belum benar-benar pergi dari kehidupannya. Kondisi tersebut secara perlahan membuat hubungan pernikahan Maira dan Aldo menjadi renggang. Atas saran sang sahabat, Elsa (Maria Sabta), Maira mencoba untuk berkomunikasi kepada Kayla dengan menggunakan medium boneka kesayangan puterinya. Walau merasa ritual yang ia jalankan bersama Elsa belum selesai dan gagal, Maira kemudian mulai merasakan berbagai gangguan supranatural menghampiri dirinya. Di saat yang bersamaan, Maira juga merasa bahwa kekuatan supranatural tersebut mencoba memberitahunya mengenai penyebab kematian Kayla yang sebenarnya. Continue reading Review: The Doll 2 (2017)
Review: Filosofi Kopi the Movie 2: Ben & Jody (2017)
Sebagai sebuah sekuel, Filosofi Kopi the Movie 2: Ben & Jody memiliki perjalanan yang cukup sederhana sebelum akhirnya memasuki masa produksi. Diadaptasi dari sebuah cerita pendek berjudul sama karya Dee Lestari, Filosofi Kopi the Movie arahan Angga Dwimas Sasongko “hanya” mampu meraih sekitar dua ratus ribu penonton ketika dirilis pada tahun 2015 lalu. Namun, meskipun dengan raihan penonton yang tergolong minimalis tersebut, Sasongko berhasil meracik sebuah film yang mampu memberikan kesan yang begitu mendalam bagi banyak penontonnya – sekaligus memenangkan dua penghargaan di ajang Festival Film Indonesia. Sasongko dan para kreator Filosofi Kopi the Movie juga giat dan cerdas menjaga sekaligus meningkatkan minat publik pada film mereka dengan berbagai cara, mulai dari membuka sebuah coffee shop bernama Filosofi Kopi di Jakarta, pelaksanaan sayembara pembuatan cerita sekuel bagi Filosofi Kopi the Movie hingga membuat sebuah webseries berjudul Filosofi Kopi the Series: Ben & Jody yang diunggah di saluran YouTube milik Visinema Pictures dan hingga kini telah ditonton lebih dari satu juta kali. Continue reading Review: Filosofi Kopi the Movie 2: Ben & Jody (2017)
Review: Mantan (2017)
Mantan, sebuah drama romansa yang menjadi debut pengarahan bagi Svetlana Dea, memiliki premis yang sebenarnya sangat sederhana namun cukup menarik perhatian. Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Gandhi Fernando, yang juga bertanggungjawab sebagai produser serta berperan sebagai karakter utama dalam film ini, Mantan berkisah mengenai Adi (Fernando), seorang penulis yang kini sedang dilanda rasa keraguan menjelang pernikahannya dengan sang tunangan. Meskipun sangat mencintai sang tunangan, Adi masih merasa bahwa ia butuh untuk bertemu dengan beberapa mantan kekasihnya untuk memastikan ia akan menikahi orang yang tepat dan tidak meninggalkan sosok yang harusnya menjadi pendamping hidupnya. Guna menjawab keraguannya tersebut, Adi lantas melakukan perjalanan ke lima kota di Indonesia untuk mengunjungi lima orang mantan kekasihnya: Daniella (Ayudia Bing Slamet) di Bandung, Frida (Karina Nadila) di Yogyakarta, Juliana (Kymberly Ryder) di Bali, Tara (Luna Maya) di Medan dan kemudian kembali ke Jakarta untuk menemui Deedee (Citra Scholastika). Continue reading Review: Mantan (2017)
Review: Killers (2014)
Dalam Killers, sebuah film thriller terbaru arahan duo Timo Tjahjanto dan Kimo Stamboel – atau yang lebih familiar dengan sebutan The Mo Brothers (Rumah Dara, 2010), garis kehidupan dua orang pria yang berasal dari dua negara dan latar kehidupan berbeda namun sama-sama menyimpan sebuah sisi gelap yang mengerikan di dalam diri mereka akan segera bertemu satu sama lain. Pria pertama bernama Nomura Shuhei (Kazuki Kitamura), seorang eksekutif muda asal Tokyo, Jepang yang meskipun memiliki wajah tampan dan mudah disukai banyak orang namun memiliki kegemaran untuk membunuh dan mendokumentasikan kegemarannya tersebut dalam bentuk video. Tidak berhenti disana, Nomura dengan giat mengunggah rekaman-rekaman video pembunuhannya ke internet demi mendapatkan kepuasan setelah mengetahui bahwa “mahakarya” yang ia hasilkan telah dilihat jutaan pasang mata.
Review: Pintu Harmonika (2013)
Layaknya 3Sum yang dirilis pada beberapa bulan lalu, Pintu Harmonika juga merupakan sebuah film omnibus yang menghadirkan tiga film pendek yang diarahkan oleh tiga sutradara berbeda dengan tiga genre penceritaan yang bervariasi. Namun, berbeda dengan 3Sum, meskipun tiga film pendek dalam Pintu Harmonika – sebuah istilah yang diberikan bagi jenis pintu yang terdapat pada sebuah rumah toko yang menjadi tempat kediaman seluruh karakter di film ini – hadir dengan jalan penceritaan yang berbeda satu sama lain, ketiga film pendek dalam Pintu Harmonika memiliki benang merah persamaan tema cerita yang sama-sama bertutur mengenai cinta dan kehidupan yang terbungkus rapi dalam jalinan kisah keluarga yang terjadi pada setiap karakter di film ini.