Bagi kebanyakan penonton awam, yang sama sekali tidak mengetahui mengenai lingkungan ekonomi dan finansial dunia, film dokumenter kedua karya sutradara Charles Ferguson, Inside Job, mungkin adalah sebuah pembelajaran yang cukup sulit untuk dinikmati. Mencoba mendeskripsikan mengenai bagaimana korupsi sistematis yang dilakukan oleh para pelaku finansial di Amerika Serikat – yang akhirnya menjebak negara tersebut dan banyak negara lainnya di dunia dalam sebuah krisis moneter pada tahun 2007-2010, secara sederhana, Inside Job sebenarnya adalah semacam pengadilan yang dilakukan Ferguson untuk oknum-oknum finansial bermasalah di Amerika Serikat. Suatu hal yang mungkin sangat penting dirasakan oleh Ferguson mengingat pemerintahan Amerika Serikat hingga saat ini lalai untuk memberikan hukuman setimpal bagi mereka yang telah semakin menyudutkan posisi ekonomi warga kurang mampu di negara adidaya tersebut.
Inside Job sendiri mengumpulkan data dan fakta yang diperlukan Ferguson untuk membuka tabir kelamnya dunia finansial Amerika Serikat dari beberapa ahli perekonomian yang berasal dari berbagai profesi: ahli finansial, politikus, jurnalis dan ahli akademis. Secara naratif, Inside Job merunut peristiwa kejatuhan ekonomi Amerika Serikat dalam empat tahap: mulai dari tahap perkenalan mengapa krisis moneter tersebut dapat terjadi, bagaimana para pelaku dunia perbankan dan ekonomi sering mengambil resiko dalam mengambil keuntungan dengan menggunakan uang rakyat hingga akhirnya menjelaskan apa yang menyebabkannya dan bagaimana peristiwa tersebut mempengaruhi iklim perekonomian seluruh warga Amerika Serikat, dan dunia, namun berakhir dengan sama sekali tidak menyentuh setiap pelaku kejahatan finansial yang kebanyakan masih dapat bebas melakukan aktivitasnya.
Walau banyaknya istilah perekonomian dan perbankan akan membingungkan cukup banyak orang yang memang bukan pemerhati bidang tersebut, Ferguson harus diakui cukup handal dalam menghantarkan presentasinya. Tidak hanya melulu berisi interogasi yang ia lakukan terhadap deretan narasumbernya – yang pada satu titik bahkan membuat salah satu narasumber merasa terpojokkan, Ferguson juga melengkapi Inside Job dengan deretan grafis yang secara cermat menjelaskan dengan sederhana namun akurat mengenai topik yang sedang ia hadirkan. Kumpulan grafis inilah yang akan sangat membenatu banyak orang untuk dapat memahami lebih dalam mengenai Inside Job ketika mereka telah mereasa terlalu tersesat dalam kumpulan istilah finansial yang dipaparkan para narasumber.
Inside Job juga menghadirkan presentasinya dari berbagai sudut pandang. Ferguson tidak semata-mata melakukan penudingan terhadap beberapa kelompok yang diduga melakukan kejahatan finansial, namun dengan kode etik jurnalis yang tepat, Ferguson melakukan wawancara dengan beberapa orang diantaranya. Deskripsi semacam ini berhasil memberikan para penontonnya sudut pandang yang lebih luas dan tidak menjadikan Inside Job semacam kampanye pihak tertentu untuk menjatuhkan kehadiran satu pihak lainnya. Deretan data dan fakta yang disajikan Ferguson juga dinarasikan dengan baik oleh aktor Matt Damon, yang sepertinya memiliki kemampuan sendiri untuk menarik dan mempertahankan perhatian penontonnya dengan pemilihan intonasi yang tepat dalam setiap kalimat yang ia ucapkan.
Walau secara teknikal – termasuk tata musik dan sinematografi yang cukup berhasil dikelola dengan baik, sayangnya Inside Job sepertinya hanya akan menarik perhatian mereka yang benar-benar mendalami bidang ekonomi dan finansial atau mencoba untuk memahami setiap penjabaran Ferguson di dalam film ini. Walau mengedepankan ide bahwa krisis moneter Amerika Serikat telah menyengsarakan banyak orang, Ferguson tidak serta merta memanfaatkan premis tersebut untuk menjadikan Inside Job sebagai sebuah dokumenter penguras airmata dan sentimental. Pendirian yang harus diacungi jempol, walau harus mengakibatkan Inside Job kekurangan satu elemen untuk dapat lebih menyentuh penonton yang berasal dari masyarakat luas.
Walau Inside Job sepenuhnya adalah sebuah paparan mengenai dunia perekonomian Amerika Serikat, Ferguson dengan cerdas mengakhiri film ini dengan sebuah fakta yang mungkin terjadi di setiap dunia perekonomian dan perbankan setiap negara: ketika sebuah krisis ekonomi terjadi, pihak miskin-lah yang paling akan merasakan akibatnya sementara mereka, para pelaku bisnis yang telah menjebak ribuan orang dalam kesusahan ekonomi, sama sekali tidak tersentuh dan tetap akan melangkah bebas untuk kembali melakukan kegiatannya. Ferguson juga kembali mengingatkan Amerika Serikat, yang saat ini telah dipimpin oleh Presiden Barack Obama, bahwa walau banyak peraturan baru telah dikeluarkan, namun hanya sedikit tindakan yang diambil untuk benar-benar merubah dunia ekonomi dan perbankan itu sendiri. Suatu hal yang juga akan dirasakan oleh banyak penonton dari negara lain. Walau hukan sebuah paparan yang emosional dan mengikat, Inside Job berhasil menjadi sebuah sajian penuh makna dan ditampilkan dengan pemikiran yang begitu berani dan mendalam. Bravo, Ferguson!

Inside Job (2010)
Directed by Charles Ferguson Produced by Audrey Marrs, Charles Ferguson Written by Chad Beck, Adam Bolt Narrated by Matt Damon Music by Alex Heffes Cinematography Svetlana Cvetko, Kalyanee Mam Editing by Chad Beck, Adam Bolt Studio Representational Picture Distributed by Sony Pictures Classics Running time 110 minutes Country United States Language English
One thought on “Review: Inside Job (2010)”