Review: Partikelir (2018)


Nama Pandji Pragiwaksono jelas bukanlah nama baru di industri perfilman Indonesia. Semenjak namanya popular sebagai seorang komika, Pragiwaksono juga telah berkesempatan menunjukkan kemampuan aktingnya lewat film-film seperti Make Money (Sean Monteiro, 2013), Comic 8 (Anggy Umbara, 2014), {rudy habibie} (Hanung Bramantyo, 2016), Stip & Pensil (Ardy Octaviand, 2017), dan Ayat-ayat Cinta 2 (Guntur Soeharjanto, 2017). Mengikuti jejak rekan-rekan komikanya seperti Kemal Palevi, Raditya Dika, Ernest Prakasa, dan Bayu Skak, Pragiwaksono kini menguji kemampuannya dalam penyutradaraan sebuah film lewat Partikelir. Juga berperan sebagai aktor dan penulis naskah cerita bagi film drama komedi aksi ini, Partikelir menghadirkan elemen-elemen komedi yang mungkin telah terasa familiar bagi para penggemar celotehan Pragiwaksono. Sayang, sebagai sebuah presentasi cerita keseluruhan, Partikelir tidak mampu berbicara banyak dan seringkali terasa goyah dalam banyak bagian pengisahannya.

Dirancang sebagai sebuah buddy movie a la Lethal Weapon (Richard Donner, 1987), Hot Fuzz (Edgar Wright, 2007), 21 Jump Street (Phil Lord, Christopher Miller, 2012), dan The Nice Guys (Shane Black, 2016) – beberapa film yang posternya sempat diparodikan oleh tim promosi film ini sebagai teaser poster, Partikelir berkisah mengenai seorang detektif swasta bernama Adri (Pragiwaksono) yang baru saja menerima sebuah kasus untuk diselesaikan dari seorang perempuan cantik bernama Tiara (Aurelie Moeremans). Terbiasa menangani kasus-kasus perselingkuhan, Adri kemudian menyadari bahwa kasus yang diberikan oleh Tiara adalah sebuah kasus besar yang terkait narkotika dan obat-obatan terlarang yang melibatkan banyak pihak, termasuk kaum selebritis dan beberapa pejabat pemerintahan. Merasa tidak dapat menangani kasus tersebut sendirian, Adri lantas meminta bantuan sahabat lamanya, Jaka (Deva Mahenra), untuk turut melakukan penyelidikan bersamanya. Dapat diduga, keduanya lantas harus melalui banyak ancaman dan bahaya untuk dapat menjalankan tugas mereka.

Partikelir sebenarnya menyediakan banyak peluang bagi Pragiwaksono untuk menghadirkan sebuah jalinan kisah yang apik dari tema penceritaan yang belum begitu banyak dieksplorasi oleh film-film Indonesia lainnya. Sayangnya, naskah cerita yang digarap oleh Pragiwaksono bersama dengan Goks Writing Team lebih banyak berusaha untuk melemparkan dialog-dialog bernuansakan komedi daripada berusaha menggarap sebuah bangunan cerita yang lebih kuat. Tidak mengherankan jika Partikelir kemudian terasa sebagai materi seorang komika yang kemudian difilmkan: seringkali hadir sebagai gabungan sketsa-sketsa guyonan dan tampil tanpa ikatan penceritaan yang relevan. Di saat yang bersamaan, untuk sebuah film yang begitu mengandalkan sajian komedinya, guyonan-guyonan yang ditampilkan Partikelir juga lebih sering tampil dengan eksekusi yang datar daripada berhasil memberikan hiburan yang maksimal.

Untuk sebuah debut pengarahan film layar lebar, Pragiwaksono sendiri sebenarnya telah memberikan usaha yang cukup maksimal. Pragiwaksono mampu menjaga ritme penceritaan filmnya dengan baik. Partikelir berjalan cepat ketika naskah cerita sedang berfokus pada sisi aksi dari pengisahannya dan secara lancar bertutur ketika berusaha mengembangkan unsur drama maupun komedinya. Memang, kualitas naskah cerita dengan penggalian yang serba terbatas menghambat pengarahan Pragiwaksono untuk mampu terasa lebih efektif. Godaan untuk menghadirkan wajah-wajah familiar untuk mengisi deretan peran-peran terbatas dalam jalan cerita Partikelir juga akhirnya lebih sering terasa sebagai sebuah distraksi daripada memberikan pengaruh yang lebih positif kepada jalan cerita keseluruhan. Meskipun begitu, Pragiwaksono setidaknya telah mampu menunjukkan bahwa dirinya memiliki kemampuan yang tidak buruk dalam pengarahan sebuah cerita – namun jelas membutuhkan kualitas cerita yang lebih solid lagi untuk ia arahkan.

Sebagai seorang aktor, Pragiwaksono tampil dengan performa yang meyakinkan dalam memerankan karakter Adri. Memang tidak terasa begitu jauh dalam jangkauan akting yang selalu ditampilkan Pragiwaksono dalam film-film yang pernah ia perankan sebelumnya. Namun, sebagai Adri, Pragiwaksono sukses mengikat perhatian penonton dengan baik. Momen-momen penampilan Pragiwaksono juga semakin kuat ketika dirinya disandingkan dengan Mahenra. Hubungan antara karakter Adri dengan karakter Jaka memang tidak selalu berhasil tergambar dengan mulus tapi Pragiwaksono dan Mahenra mampu membuat karakter yang mereka perankan tampil begitu menyenangkan untuk diikuti kisahnya. Ardit Erwandha dan Gading Marten juga layak diberikan kredit lebih atas penampilannya yang mampu mencuri perhatian. Departemen akting Partikelir juga diperkuat oleh penampilan yang tidak buruk dari Moeremans, Lala Karmela, Cornelio Sunny, Tio Pakusadewo, dan Cok Simbara – meskipun kebanyakan dari nama-nama tersebut tampil dalam peran yang begitu terbatas. [C-]

partikelir-deva-mahenra-pandji-pragiwaksono-movie-posterPartikelir (2018)

Directed by Pandji Pragiwaksono Produced by Chand Parwez Servia, Fiaz Servia Written by Pandji Pragiwaksono, Goks Writing Team Starring Pandji Pragiwaksono, Deva Mahenra, Aurelie Moeremans, Lala Karmela, Ardit Erwandha, Cornelio Sunny, Dodit Mulyanto, Farah Quinn, Cok Simbara, Gading Marten, Tio Pakusadewo, Bisma Karisma, Teuku Ryzki, Luna Maya, TJ, Awwe, Rigen Rakelna, Agung Hercules, Coki Anwar, Volland Humonggio, David Saragih, Pierre Gruno, Arief Didu, Jarwo Kwat, MR Gamayel, Epy Kusnandar, Tretan Muslim, Coki Pardede, Gilang Bhaskara, Joshua Pandelaki, Ida Riyanti, Pipin Putri, Zarry Hendrik, Tommy Babap, Ence Bagus, Arya Novarius, Arief Brata, Boah Sartika, Barry William, Steny Agustaf, Jessica Veranda, Naomi JKT48, Hernawan Yoga, Rachman Avri, Pandu Winoto Music by Andhika Triyadi Cinematography Padri Nadeak Editing by Cesa David Luckmansyah Studio Starvision Running time 97 minutes Country Indonesia Language Indonesian

3 thoughts on “Review: Partikelir (2018)”

Leave a Reply