Tag Archives: Ivanka Suwandi

Review: Mendarat Darurat (2022)

Film cerita panjang kedua yang ditulis, diarahkan, serta dibintangi oleh Pandji Pragiwaksono setelah Partikelir (2018), Mendarat Darurat, memiliki premis cerita yang cukup menarik. Linimasa pengisahannya dibuka dengan tuturan tentang kehidupan pernikahan antara Glenn (Reza Rahadian) dengan Maya (Marissa Anita) yang mulai terasa hambar. Glenn, khususnya, mulai merasa kesehariannya seperti berada di dalam penjara akibat Kania yang seringkali mengomeli serta mencurigainya berselingkuh. Pertahanan rasa kesetiaan Glenn terhadap sang istri kemudian goyah ketika salah seorang rekan kerjanya, Kania (Luna Maya), memberikan perhatian lebih kepada dirinya. Glenn lantas memutuskan untuk benar-benar berselingkuh. Dengan menggunakan alasan tugas ke luar kota kepada Maya, Glenn mengajak Kania untuk menghabiskan waktu berdua di sebuah kamar hotel. Sial, ketika sedang berdua, Glenn dan Kania menerima kabar pesawat yang seharusnya dinaiki Glenn untuk bertugas ke luar kota jatuh dan menewaskan seluruh penumpangnya. Situasi yang jelas menjebak Glenn dalam dilema mendalam: ia tidak mungkin selamanya berpura-pura mati, namun niatannya berselingkuh dengan Kania tentu akan ketahuan jika ia menghubungi dan mengakui hal yang sebenarnya kepada Maya. Continue reading Review: Mendarat Darurat (2022)

Review: Membabi-buta (2017)

Prisia Nasution menghabiskan paruh awal 2017 untuk tampil dalam film-film dari genre horor. Setelah film produksi Malaysia, Interchange (Dain Iskandar Said, 2016), yang dirilis terbatas di layar bioskop Indonesia awal tahun ini dan kemudian disusul dengan The Curse (Muhammad Yusuf, 2017), hattrick Nasution dalam membintangi film horor di tahun ini hadir lewat Membabi-buta. Merupakan film yang menjadi debut pengarahan film layar lebar bagi Joel Fadly, naskah cerita Membabi-buta yang digarap oleh Anggi Septianto (Algojo: Perang Santet, 2016) sendiri tidak memiliki cukup konflik untuk mengisi banyak ruang penceritaan film ini. Beruntung, Fadly menyimpan beberapa amunisi dari teknik pengarahannya yang mampu membuat Membabi-buta setidaknya tidak pernah terasa membosankan terlepas dari berbagai kelemahan presentasi ceritanya. Continue reading Review: Membabi-buta (2017)

Review: Kapan Kawin? (2015)

kapan-kawin-posterMeskipun lebih dikenal sebagai sosok aktor dramatis yang selalu mampu untuk menghidupkan setiap karakter yang ia perankan, Reza Rahadian sebenarnya juga memiliki kemampuan yang sama mengagumkannya ketika ia berperan dalam film-film bernuansa komedi. Seperti yang ia tampilkan dalam film-film seperti Test Pack: You Are My Baby (Monty Tiwa, 2012), Finding Srimulat (Charles Ghozali) dan Strawberry Surprise (Hanny R. Saputra, 2014), Reza hadir dengan penampilan akting yang begitu santai dan jauh dari kesan kompleks yang sering ia sajikan dalam karakter-karakter dramatisnya – dan tetap muncul sebagai aktor dengan pesona akting yang kuat. Kelebihan inilah yang memang menjadikan Reza Rahadian sebagai aktor film Indonesia terbaik di generasinya.

Penampilan sederhana dan santai itulah yang kembali dihadirkan Reza Rahadian dalam film drama komedi romansa berjudul Kapan Kawin? yang diarahkan oleh Ody C. Harahap (Cinta/Mati, 2013). Mengangkat fenomena mengenai budaya ketimuran yang menuntut mereka yang telah berusia dewasa dan memiliki karir sukses untuk segera mencari jodoh serta melangsungkan pernikahan, Kapan Kawin? sebenarnya dapat saja berakhir sebagai sebuah drama komedi romansa klise di tangan penggarap cerita yang salah. Untungnya, trio penulis naskah film ini, sutradara Ody C. Harahap yang bekerjasama dengan Monty Tiwa dan Robert Ronny, mampu menggarap premis tersebut lebih mendalam, menyentuh sisi personal dan sosial dari masalah yang mereka angkat dengan karakter-karakter yang mampu ditulis dengan begitu nyata sekaligus tidak melupakan balutan unsur komedi yang semakin membuat Kapan Kawin? terasa begitu ringan dalam penceritaannya. Dialog-dialog yang dihadirkan juga terasa begitu manis tanpa pernah terasa berusaha terlalu keras sehingga – seperti yang sering terjadi pada kebanyakan film drama romansa Indonesia – berakhir dengan terdengar menggelikan.

Kapan Kawin? sendiri bukanlah hadir tanpa permasalahan, khususnya di paruh ketiga penceritaan. Seusai mengisahkan perkenalan antara dua karakter utamanya, Dinda (Adinia Wirasti) dan Satrio (Reza Rahadian), serta rentetan konflik yang terjalin baik antara mereka maupun dengan karakter-karakter lain secara perlahan, paruh ketiga Kapan Kawin? terasa sedikit kehilangan arah sebelum menentukan konklusi yang tepat dari jalan cerita yang telah disajikan. Hal ini begitu terasa dari perubahan sosok karakter Jerry (Erwin Sutodihardjo) yang awalnya hanya digambarkan sebagai karakter sampingan kemudian berubah menjadi sosok antagonis yang mampu mengambil alih perhatian cerita.

Karakter kedua orangtua Dina (Adi Kurdi dan Ivanka Suwandi) juga terasa tidak mampu dikembangkan dengan baik. Sosok mereka yang banyak menuntut tanpa pernah mendapatkan porsi penceritaan yang berimbang justru seringkali menjadikan karakter mereka terlihat sebagai sosok yang mengganggu daripada sebagai sosok orangtua yang (harusnya) menginginkan hidup yang lebih baik bagi anaknya melalui pernikahan. Paruh ketiga film juga terasa berjalan lebih terburu-buru jika dibandingkan dengan dua bagian pendahulunya. Semua konflik, baik mayor maupun minor, yang telah terbuka di penceritaan sebelumnya mendapatkan penyelesaian yang singkat di bagian ini. Masalah kecil sebenarnya dan tidak sampai merusak keutuhan kualitas Kapan Kawin? namun tetap terasa jomplang jika dibandingkan dengan dua paruh penceritaan yang begitu terstruktur dan tergarap dengan rapi penceritaannya.

Diatas keunggulan dan kelemahan diatas, kekuatan utama Kapan Kawin? yang membuat film ini begitu nyaman untuk diikuti jelas adalah chemistry yang fantastis antara para pengisi departemen aktingnya. Penampilan Reza Rahadian dan Adinia Wirasti terasa mampu berpadu dengan kuat, saling melengkapi satu sama lain. Begitu hangat, begitu meyakinkan. Dukungan akting yang mumpuni juga datang dari para pemeran lain, mulai dari Adi Kurdi, Ivanka Suwandi, Febby Febiola, Erwin Sutodihardjo hingga aktor cilik Firman Ferdiansyah. Kualitas departemen akting yang begitu mampu menyatu menjadi kumpulan karakter yang berhasil membawakan jalan cerita Kapan Kawin? menjadi sebuah presentasi cerita yang begitu mampu menghibur sekaligus menyentuh para penontonnya. Drama komedi romansa Indonesia terbaik sejak Test Pack: You Are My Baby — yang juga melibatkan keterlibatan Monty Tiwa dan Reza Rahadian. [B-]

Kapan Kawin? (2015)

Directed by Ody C. Harahap Produced by Robert Ronny Written by Monty Tiwa, Robert Ronny, Ody C. Harahap Starring Adinia Wirasti, Reza Rahadian, Adi Kurdi, Ivanka Suwandi, Febby Febiola, Erwin Sutodihardjo, Firman Ferdiansyah, Ellis Alisha Music by Aghi Narottama, Bemby Gusti Cinematography Padri Nadeak Edited by Aline Jusria Studio Legacy Pictures Running time 115 minutes Country Indonesia Language Indonesian

Review: Garuda: The New Indonesian Superhero (2015)

Garuda-Superhero-posterDalam industri yang dipenuhi dengan adaptasi novel, biopik tokoh-tokoh yang (dianggap mampu) menginspirasi, deretan drama romansa hingga komedi (yang seringkali dijual dengan menambahkan bumbu-bumbu adegan panas), pilihan untuk membuat dan merilis sebuah film Indonesia yang bertemakan superhero jelas adalah sebuah pilihan usaha yang (teramat) berani. Tidak hanya harus berhadapan dengan pertanyaan apakah film tersebut memiliki pangsa pasar yang mencukupi di kalangan penonton film Indonesia namun juga harus berhadapan langsung dengan ekspektasi bahwa film-film pahlawan super haruslah mampu setara (atau mendekati) kualitas film-film pahlawan super yang diadaptasi dari seri komik rilisan Marvel maupun DC. Singkatnya, membuat sebuah film Indonesia bertemakan pahlawan super adalah sebuah tantangan sangat besar yang sepertinya akan sulit (tidak mungkin?) ditaklukkan dalam industri film yang harus diakui kini dalam kondisi yang begitu lemah.

Terlepas dari berbagai tantangan tersebut, beberapa sineas Indonesia telah mendeklarasikan bahwa mereka sedang menggarap film-film bertemakan pahlawan super modern Indonesia dan siap untuk merilisnya tahun ini. Film bertemakan superhero pertama yang dirilis tahun ini adalah Garuda: The New Indonesian Superhero. Film karya sutradara debutan yang menyebut namanya x.Jo ini sebenarnya telah direncanakan rilis pada akhir tahun 2014 lalu. Namun, entah dengan alasan apa, perilisan film ini kemudian diundur menjadi awal tahun 2015. Berkaca dari apa yang dihasilkannya untuk Garuda: The New Indonesian Superhero, x.Jo sebenarnya telah memiliki visi dan usaha yang kuat untuk dapat membentuk sebuah film yang bertemakan pahlawan super yang layak diharapkan kehadirannya oleh para penonton film Indonesia. Sayangnya, visi dan usaha yang kuat tidak lantas menjadikan sebuah film memiliki kualitas unggul. Sebuah film yang layak tonton harusnya mampu digarap dengan kemampuan yang layak juga. Disinilah letak kelemahan terbesar dari Garuda: The New Indonesian Superhero.

Sejujurnya, film-film bertemakan pahlawan super bukanlah sebuah film yang menuntut adanya naskah cerita yang benar-benar cerdas maupun kompleks – meskipun dua film superhero teranyar karya Marvel Studio, The Avengers (2011) dan Guardians of the Galaxy (2014), mampu membuktikan hal yang sebaliknya. Tetap saja, naskah cerita, merupakan tulang punggung paling esensial dalam sebuah film. Anda dapat melupakan fakta bahwa Indonesia masih memiliki sumber daya manusia dan teknologi animasi yang lemah dengan mudah untuk dapat memaafkan bahwa Garuda: The New Indonesian Superhero hadir dengan tampilan visual yang seringkali tampil… well… buruk. Namun ketika naskah cerita juga dihadirkan sama buruknya, berbagai kelemahan yang terdapat dalam Garuda: The New Indonesian Superhero benar-benar tidak dapat lagi diindahkan begitu saja. Naskah Garuda: The New Indonesian Superhero, yang juga ditulis oleh x.Jo hadir dengan tatanan cerita dan plot yang benar-benar kacau. Karakter-karakter dalam film ini seringkali muncul dan hilang begitu saja. Begitu pula dengan plot penceritaannya yang sama menyedihkan kondisinya.

Arahan x.Jo juga harus diakui terasa lemah dalam penceritaan film ini. Penonton, yang mungkin telah sering menyaksikan film-film superhero sejenis, dapat dengan mudah menangkap apa yang sebenarnya ingin disampaikan film ini. Sayangnya, kombinasi antara tata produksi, naskah cerita dan pengarahan x.Jo yang lemah membuat Garuda: The New Indonesian Superhero tampil begitu menyiksa untuk diikuti. Hal ini masih ditambah dengan penampilan aktor utama Rizal Al-Idrus yang berperan sebagai sang pahlawan yang tampil dengan kemampuan akting berkapasitas nol. Terlihat kaku dan awkward di banyak adegan plus daya tarik yang sama sekali tidak dapat diandalkan. Nama-nama besar seperti Agus Kuncoro, Slamet Rahardjo, Robby Sugara dan Rudy Salam yang melengkapi departemen akting film ini juga tersia-siakan kehadirannya.

Menyaksikan film ini secara keseluruhan adalah seperti melihat pemandangan seseorang yang begitu bertekad untuk maju ke medan perang dengan semangat menggebu-gebu namun dengan keahlian dan perlengkapan yang benar-benar minim. Sebuah usaha yang patut dihargai? Tentu saja. Namun tetap tidak akan mengubah fakta bahwa orang tersebut akan mati dengan sia-sia di medan perang dalam waktu yang tidak begitu lama. Itulah, sayangnya, yang terjadi pada Garuda: The New Indonesian Superhero. [D-]

Garuda: The New Indonesian Superhero (2015)

Directed by x.Jo Produced by H.R. Dhoni Al-Maliki Ramadhan Written by x.Jo Starring Rizal Al-Idrus, Slamet Rahardjo, Agus Kuncoro, Robby Sugara, Rudy Salam, Alexa Key, Kia Poetri, Inzalna Balqis, Jacob Maugeri, Roy Chunonk, Tya Arifin, Diaz Ardiawan, Panca Prakoso, Wiwing Dirgantara, Elkie Kwie, Pieter Gultom, Ivanka Suwandi, Linda Nirmala, Jefan Nathanio, Denny Baskar, Yusuf Mansur Music by Aghi Narottama Cinematography Yoyok Budi Santoso Edited by x.Jo, Aristo Pontoh, Yoga Krispratama Studio Putaar Films, Sultan Sinergi Indonesia, Garuda Sinergi Putaar Sinema Running time 85 minutes Country Indonesia Language Indonesian, English