Komite Festival Film Indonesia akhirnya mengumumkan daftar nominasi Festival Film Indonesia 2018… and they’re pretty bold… and spot on. Daripada berusaha memenuhi kuota sejumlah judul atau nama untuk mengisi satu kategori, Komite Festival Film Indonesia kali ini hanya memberikan nominasi pada deretan judul atau nama yang dinilai benar-benar telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Tidak mengherankan, mengingat minimnya penampilan kualitas film-film Indonesia yang tergolong mengesankan yang rilis di sepanjang tahun ini, beberapa kategori utama kemudian hanya memiliki tiga atau empat peraih nominasi. Dengan melakukan penilaian terhadap setiap film Indonesia yang rilis di layar bioskop pada jangka waktu 1 Oktober 2017 hingga 30 September 2018, Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak (Mouly Surya, 2017) berhasil menjadi film dengan raihan nominasi terbesar pada ajang Festival Film Indonesia 2018. Film yang juga menjadi unggulan Indonesia untuk berkompetisi di kategori Best Foreign Languange Film di Academy Awards mendatang tersebut sukses mencatatkan dirinya pada 15 kategori yang tersedia – termasuk Film Terbaik, Sutradara Terbaik (Surya), Pemeran Utama Wanita Terbaik (Marsha Timothy), dan Skenario Asli Terbaik (Surya, Rama Adi). Continue reading Festival Film Indonesia 2018 Nominations List
Tag Archives: Prisia Nasution
Review: Membabi-buta (2017)
Prisia Nasution menghabiskan paruh awal 2017 untuk tampil dalam film-film dari genre horor. Setelah film produksi Malaysia, Interchange (Dain Iskandar Said, 2016), yang dirilis terbatas di layar bioskop Indonesia awal tahun ini dan kemudian disusul dengan The Curse (Muhammad Yusuf, 2017), hattrick Nasution dalam membintangi film horor di tahun ini hadir lewat Membabi-buta. Merupakan film yang menjadi debut pengarahan film layar lebar bagi Joel Fadly, naskah cerita Membabi-buta yang digarap oleh Anggi Septianto (Algojo: Perang Santet, 2016) sendiri tidak memiliki cukup konflik untuk mengisi banyak ruang penceritaan film ini. Beruntung, Fadly menyimpan beberapa amunisi dari teknik pengarahannya yang mampu membuat Membabi-buta setidaknya tidak pernah terasa membosankan terlepas dari berbagai kelemahan presentasi ceritanya. Continue reading Review: Membabi-buta (2017)
Review: The Curse (2017)
Dengan naskah yang ditulis dan diarahkan oleh Muhammad Yusuf, The Curse berkisah mengenai Shelina (Prisia Nasution), seorang pengacara asal Indonesia yang sedang bekerja di sebuah firma hukum ternama di Australia. Kehidupan Shelina saat ini sedang dirundung banyak masalah: ia harus menangani sebuah kasus pembunuhan yang cukup rumit, menghadapi urusan perceraiannya dengan sang suami dan, di tengah-tengah permasalahan tersebut, Shelina mulai merasakan adanya gangguan supranatural yang mulai mengusik kesehariannya. Walau awalnya berusaha tidak mengindahkan gangguan tersebut, Shelina lantas memutuskan untuk memanggil seorang paranormal untuk membantu permasalahannya. Melalui sang paranormal, Shelina mengetahui bahwa dirinya sedang diikuti oleh sesosok roh halus yang berkaitan dengan permasalahan yang pernah dihadapinya di masa lalu. Dan untuk menghilangkan gangguan supranatural, Shelina kini diharuskan untuk kembali menghadapi sekaligus menyelesaikan permasalahan tersebut. Continue reading Review: The Curse (2017)
Review: Interchange (2016)
Interchange adalah film terbaru arahan sutradara asal Malaysia, Dain Iskandar Said, setelah sebelumnya mengarahkan Bunohan: Return to Murder (2012) yang sukses terpilih mewakili Malaysia untuk berkompetisi pada kategori Best Foreign Language Film di ajang The 85th Annual Academy Awards. Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Said bersama dengan June Tan, Nandita Solomon dan Redza Minhat, Interchange berkisah mengenai serangkaian pembunuhan sadis yang terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia. Detektif Man (Shaheizy Sam) yang bertugas untuk menangani kasus tersebut lantas meminta bantuan temannya, Adam (Iedil Putra), yang merupakan mantan fotografer kepolisian di bidang forensik. Adam sebenarnya berniat untuk menolak permintaan Man karena merasa trauma berhubungan dengan deretan mayat korban kejahatan yang harus dihadapi dalam pekerjaannya terdahulu. Namun, perkenalannya dengan seorang wanita misterius, Iva (Prisia Nasution), justru mendorong Adam semakin dalam menyelami misteri kasus pembunuhan berantai tersebut. Sebuah kasus yang berhubungan dengan kisah supranatural yang telah berlangsung selama lebih dari 100 tahun. Continue reading Review: Interchange (2016)
Review: Comic 8: Casino Kings – Part 1 (2015)
Comic 8: Casino Kings – Part 1 adalah bagian pertama dari dua bagian film yang telah direncanakan sebagai sekuel dari film Comic 8 yang berhasil meraih predikat sebagai film Indonesia dengan jumlah penonton terbanyak ketika dirilis pada awal tahun 2014 lalu. Seperti layaknya sebuah sekuel, Anggy Umbara merancang Comic 8: Casino Kings – Part 1 sebagai sebuah sajian yang lebih mewah dan megah jika dibandingkan dengan pendahulunya. Berhasil? Well… Comic 8: Casino Kings – Part 1 memang mampu tampil dengan deretan guyonan yang beberapa kali berhasil mengundang tawa penonton. Jajaran pemerannya yang berisi (sangat) banyak wajah familiar di industri film Indonesia juga tampil menyenangkan dalam peran komikal mereka. Namun, terlepas dari penampilannya yang lebih mewah, Comic 8: Casino Kings – Part 1 masih gagal untuk menghindar dari kesalahan yang telah dibuat oleh film pendulunya. Hal ini masih ditambah dengan keberadaan sindrom film yang jalan ceritanya dibagi menjadi dua bagian yang kemudian membuat Comic 8: Casino Kings – Part 1 terasa berjalan begitu bertele-tele khususnya di bagian akhir pengisahannya.
Dengan naskah cerita yang masih digarap oleh Anggy Umbara bersama dengan Fajar Umbara, Comic 8: Casino Kings – Part 1 melanjutkan kisah seri pendahulunya ketika delapan agen rahasia yang berada dibawah pimpinan Indro Warkop untuk menyamar menjadi komika demi mencari seorang komika yang menjadi penghubung ke seorang pemilik kasino terbesar di Asia yang sering disebut dengan sebutan nama The King. Jelas bukan sebuah tugas yang mudah. Kedelapan agen rahasia tersebut masih harus dikejar-kejar pihak kepolisian akibat tindakan perampokan bank yang telah mereka lakukan di seri sebelumnya. Mereka juga harus menghadapi sederetan kelompok penjahat yang berusaha menghalangi agar tugas mereka gagal untuk terselesaikan.
Bagian awal penceritaan Comic 8: Casino Kings – Part 1 jelas merupakan bagian terbaik dari film ini. Anggy Umbara memulai filmnya dengan tampilan visual berteknologi tinggi yang akan mampu memuaskan setiap penonton yang menginginkan lebih banyak adegan aksi dari film ini. Para pemeran film, mulai dari delapan komika yang berperan sebagai agen rahasia hingga para pemeran pendukung lain seperti Boy William, Prisia Nasution, Dhea Ananda hingga Gita Bhebita, juga berhasil mengeksekusi dialog-dialog penuh komedi mereka dengan sangat baik. Anggy Umbara sendiri mengemas Comic 8: Casino Kings – Part 1 sebagai satuan potongan-potongan cerita dan kemudian seperti mengacak linimasa penceritaan sehingga tidak lantas berjalan linear. Sayang, pengacakan linimasa yang dihadirkan dalam film ini terkesan sebagai gimmick belaka tanpa pernah benar-benar terasa sebagai sebuah hal yang esensial maupun berpengaruh pada kualitas penceritaan secara keseluruhan.
Memasuki pertengahan penceritaan, seiring dengan semakin banyaknya karakter yang memenuhi garis pengisahan film, Comic 8: Casino Kings – Part 1 mulai terasa kehilangan arah. Banyak diantara karakter yang hadir tampil tanpa peran penceritaan yang kuat. Begitu juga dengan plot penceritaan yang hadir dengan konflik yang terkesan sengaja ditahan untuk disimpan dan disimpan pada bagian film berikutnya. Hasilnya jelas membuat Comic 8: Casino Kings – Part 1 terasa tidak maksimal dalam presentasinya. Setelah dimulai dengan berbagai keberhasilan untuk tampil menghibur, paruh kedua dan ketiga penceritaan film serasa berjalan melamban tanpa pernah sekalipun mampu menghasilkan kualitas hiburan yang sama seperti paruh penceritaan pendahulunya. Cukup disayangkan mengingat Comic 8: Casino Kings – Part 1 memiliki potensi yang sangat kuat untuk menjadi film aksi komedi yang cukup fantastis.
Adalah mudah untuk mengetahui bahwa Anggy Umbara memiliki konsep yang sangat megah untuk sekuel Comic 8. Sayangnya, sebagai sebuah film yang diniatkan untuk hadir dalam dua bagian film, Comic 8: Casino Kings – Part 1 jelas masih memiliki garis penceritaan yang cukup rapuh. Berbagai plot dan konflik yang sengaja ditampilkan setengah matang untuk kemudian diselesaikan pada bagian film selanjutnya justru membuat Comic 8: Casino Kings – Part 1 kehilangan banyak momen emasnya. Jajaran pemeran film ini memang masih sangat mampu memberikan banyak hiburan kepada para penonton. Namun, lebih dari itu, Comic 8: Casino Kings – Part 1 gagal untuk menjadi sebuah sajian yang kuat secara keseluruhan. Mudah-mudahan saja Comic 8: Casino Kings – Part 2 yang rencananya dirilis awal tahun mendatang dapat tampil lebih baik dari bagian pertamanya ini. [C]
Comic 8: Casino Kings – Part 1 (2015)
Directed by Anggy Umbara Produced by Frederica Written by Fajar Umbara Starring Mongol Stres, Ernest Prakasa, Kemal Palevi, Bintang Timur, Babe Cabiita, Fico Fachriza, Arie Kriting, Ge Pamungkas, Indro Warkop, Sophia Latjuba, Prisia Nasution, Nikita Mirzani, Pandji Pragiwaksono, Hannah Al Rashid, Yayan Ruhian, Cak Lontong, Joehana Sutisna, Boy William, Ence Bagus, Donny Alamsyah, Agung Hercules, Agus Kuncoro, Candil, Barry Prima, George Rudy, Willy Dozan, Lydia Kandou, Sacha Stevenson, Soleh Solihun, Dhea Ananda, Bagus Netral, Ray Sahetapy, Arief Didu, Adjis Doaibu, Isman HS, Gilang Bhaskara, Akbar Kobar, Asep Suaji, Awwe, Uus, Temon, Boris Bokir, Lolox, Bene Rajagukguk, Gita Bhebhita, Mo Sidik, Jovial da Lopez, Andovi da Lopez, DJ Karen Garrett Music by Indra Q Cinematography by Dicky R. Maland Editing by Andi Mamo Studio Falcon Pictures Running time 104 minutes Country Indonesia Language Indonesian
Review: Isyarat (2013)
Isyarat adalah sebuah film omnibus yang terdiri atas empat film pendek yang sama-sama mencoba berkisah mengenai kekuatan istimewa yang dimiliki oleh empat karakter utamanya. Disutradarai oleh Asmirandah, Monty Tiwa, Reza Rahadian dan Adhyatmika serta didukung dengan nama-nama seperti Ifa Isfansyah sebagai produser serta Garin Nugroho yang bertindak sebagai produser eksekutif, Isyarat jelas hadir begitu menjanjikan untuk tampil lebih baik dari kebanyakan film omnibus yang dirilis oleh industri film Indonesia. Sayangnya… Isyarat justru tampil begitu mengecewakan. Naskah cerita yang ditulis oleh Jujur Prananto dan Titien Wattimena benar-benar terlalu dangkal untuk dapat tampil menarik. Lebih buruk lagi, setiap film tampil dengan eksekusi cerita yang begitu lemah sehingga hampir terlihat tidak begitu layak untuk dirilis sebagai sebuah film layar lebar.
Review: Jokowi (2013)
Selain film-film yang naskah ceritanya mengadaptasi sebuah novel, penonton Indonesia sepertinya saat ini sedang benar-benar menggemari film-film biopik yang jalan ceritanya menghadirkan kisah hidup para tokoh masyarakat populer. Tercatat, film-film seperti Sang Pencerah (2010), Soegija (2012), Habibie & Ainun (2012) hingga Sang Kiai (2013) mampu membujuk penonton Indonesia – yang dikenal sulit untuk datang ke bioskop dan menyaksikan film produksi negara mereka sendiri – untuk kemudian datang secara beramai-ramai dan menikmati kembali perjalanan hidup tokoh idola mereka. Tidak mengherankan bila kemudian KK Dheeraj – yang namanya akan selamanya terpaut pada film-film seperti Genderuwo (2007), Anda Puas Saya Loyo (2008) atau Mr. Bean Kesurupan Depe (2012) yang diproduksi oleh rumah produksi yang ia miliki, K2K Production – secara jeli mencoba untuk memanfaatkan peluang pasar tersebut. Tokoh yang coba ia angkat? Tidak lain adalah sosok Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang sedang menjabat, Joko Widodo atau yang lebih akrab dengan sebutan Jokowi, yang kepopuleran figurnya memang begitu menanjak di kalangan masyarakat Indonesia saat ini.
Review: Laura & Marsha (2013)
Well… isn’t this nice? Dua aktris muda paling bertalenta di industri film Indonesia saat ini saling beradu peran dalam satu film. Di bawah arahan Dinna Jasanti (Burung-Burung Kertas, 2007) dengan naskah yang ditulis oleh Titien Wattimena (Sang Pialang, 2013), Laura & Marsha menempatkan Prisia Nasution dan Adinia Wirasti sebagai dua sahabat yang memutuskan untuk meninggalkan kesibukan harian mereka di Jakarta untuk sementara dan kemudian melakukan perjalanan bersama ke beberapa negara Eropa. Yep. Laura & Marsha adalah sebuah road movie yang akan membawa penontonnya untuk menikmati keindahan klasik kota-kota Eropa seperti Amsterdam, Verona hingga Viena. As usual, the basic rule of a road movie is: it’s not the destination that matters, but it’s the journey. Dan apakah Laura & Marsha mampu memberikan perjalanan yang dapat dinikmati tersebut kepada para penontonnya?
Review: Rectoverso (2013)
Disajikan dengan gaya interwoven, dimana setiap cerita dihadirkan dalam satu lini masa yang sama walaupun tidak pernah benar-benar saling bersinggungan antara satu dengan yang lain, Rectoverso mencoba untuk menghadirkan lima buah cerita berbeda dengan satu tema cerita yang sama: cinta yang tak terucap, yang kisahnya diangkat dari novel berjudul sama karya Dewi Lestari (Perahu Kertas, 2012). Rectoverso sendiri digarap oleh lima nama sutradara wanita pemula namun merupakan nama-nama yang cukup popular di kalangan dunia seni peran Indonesia: Olga Lydia, Rachel Maryam, Cathy Sharon, Happy Salma dan Marcella Zalianty.
Festival Film Indonesia 2011 Winners List
Well… bukankah sangat menyenangkan untuk mengetahui bahwa Festival Film Indonesia pada tahun ini berhasil memberikan apresiasi yang sangat tepat pada sebuah film yang benar-benar patut untuk mendapatkannya? Berhasil memenangkan empat penghargaan dari sepuluh nominasi yang diraihnya, Sang Penari keluar sebagai film yang paling banyak memenangkan penghargaan pada malam penghargaan bagi sineas perfilman Indonesia, Festival Film Indonesia 2011, termasuk dengan memenangkan kategori Film Bioskop Terbaik dan Sutradara Terbaik untuk Ifa Isfansyah. Dua kemenangan lain bagi Sang Penari diraih dari kategori Pemeran Utama Wanita Terbaik untuk Prisia Nasution serta Pemeran Pendukung Wanita Terbaik untuk Dewi Irawan.
Review: Sang Penari (2011)
Dirangkum dari trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk – Ronggeng Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus Dini Hari (1985) dan Jantera Bianglala (1986) – karya Ahmad Tohari, Sang Penari memfokuskan kisahnya pada kehidupan masyarakat Dukuh Paruk di tahun 1960-an, di masa ketika setiap masyarakat masih memegang teguh aturan dan adat istiadat leluhurnya serta jauh dari modernisasi – termasuk pemahaman agama – kehidupan yang secara perlahan mulai menyentuh wilayah di luar desa tersebut. Salah satu prinsip adat yang masih kokoh dipegang oleh masyarakat Dukuh Paruk adalah budaya ronggeng, sebuah tarian adat yang ditarikan oleh seorang gadis perawan yang terpilih oleh sang leluhur. Layaknya budaya geisha di Jepang, gadis perawan yang terpilih untuk menjadi seorang ronggeng nantinya akan menjual keperawanan mereka pada pria yang mampu memberikan harga yang tinggi. Bukan. Keperawanan tersebut bukan dijual hanya untuk urusan kepuasan seksual belaka. Bercinta dengan gadis yang terpilih sebagai ronggeng merupakan sebuah berkah bagi masyarakat Dukuh Paruk yang beranggapan bahwa hal tersebut dapat memberikan sebuah kesejahteraan bagi mereka.
Festival Film Indonesia 2011 Nominations List
Well… dengan dirilisnya pengumuman nominasi Festival Film Indonesia 2011, Minggu (27/11), membuktikan kalau Festival Film Indonesia memiliki selera penilaian yang berbeda dari mereka yang memilih untuk mengirimkan Di Bawah Lindungan Ka’bah sebagai perwakilan Indonesia ke seleksi kategori Best Foreign Language Film di ajang Academy Awards mendatang. Di Bawah Lindungan Ka’bah sama sekali tidak mendapatkan nominasi di ajang Festival Film Indonesia 2011! Pun begitu, ketiadaan judul Di Bawah Lindungan Ka’bah dalam daftar nominasi Festival Film Indonesia 2011 tidak lantas membuat ajang penghargaan tertinggi bagi insan perfilman Indonesia tersebut menjadi lebih prestisius dibandingkan dengan Academy Awards. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Festival Film Indonesia 2011 masih meninggalkan beberapa film dan penampilan yang seharusnya mendapatkan rekognisi yang tepat. Dan seperti yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya pula, Festival Film Indonesia 2011 masih menominasikan film dan penampilan yang sebenarnya banyak mendapatkan kritikan tajam dari para kritikus film nasional.
Continue reading Festival Film Indonesia 2011 Nominations List