Review: Perempuan Tanah Jahanam (2019)


Setelah mengarahkan Gundala (2019) – yang direncanakan menjadi awal bagi keberadaan sebuah jagat sinematik film-film bertemakan pahlawan super bertajuk Bumilangit Cinematic Universe, Joko Anwar kembali ke ranah horor lewat Perempuan Tanah Jahanam. Meskipun dirilis setelah Gundala dan Pengabdi Setan (2017) – yang hingga saat ini masih tercatat sebagai film horor Indonesia dengan raihan jumlah penonton terbanyak sepanjang masa, benih pengisahan Perempuan Tanah Jahanam sendiri telah dikembangkan Anwar semenjak sepuluh tahun terakhir. Dalam kurun waktu tersebut, naskah cerita dari film yang juga direncanakan rilis internasional dengan judul Impetigore itu kemudian mendapatkan polesan yang lebih mendalam pada penataan konflik dan karakternya. Para penikmat film-film Anwar jelas dapat merasakan kehadiran berbagai elemen pengisahan horor yang pernah disentuh sang sutradara dalam film-film yang ia arahkan sebelumnya. Menyenangkan, meskipun presentasi tersebut seringkali tampil lemah akibat balutan cerita yang cenderung kurang matang pengolahannya.

Fokus dari naskah cerita Perempuan Tanah Jahanam yang ditulis Anwar berada pada sosok karakter perempuan bernama Maya (Tara Basro). Sebagai seorang yatim piatu yang selama ini hidup dalam taraf ekonomi pas-pasan, kabar bahwa kedua orangtuanya memiliki sejumlah harta warisan yang ditinggalkan di desa kelahiran mereka jelas membuat Maya begitu bersemangat. Bersama dengan teman baiknya, Dini (Marissa Anita), Maya segera mengumpulkan berbagai informasi yang ia butuhkan sebagai pedoman dalam perjalanannya menuju desa kelahiran orangtuanya. Layaknya desa-desa yang terletak di daerah terpencil lainnya, desa yang didatangi oleh Maya dan Dini memang hidup jauh dari peradaban modern seperti yang selama ini dikenal dua perempuan tersebut. Pencarian Maya akan harta warisan peninggalan keluarganya secara perlahan mulai menunjukkan hasil. Namun, kehadiran Maya ternyata membangkitkan sejumlah kenangan buruk bagi para warga di desa tersebut. Hal yang jelas kemudian membuat hidup Maya kini berada dalam bahaya.

Perempuan Tanah Jahanam memulai pengisahannya dengan langkah yang solid. Adegan pembukanya memberikan gambaran yang kuat akan pengenalan dua sosok karakter dalam film ini, dinamika persahabatan antara keduanya, hingga sajian teror perdana yang sanggup membuat jantung setiap penonton berdebar kencang. Anwar lantas tidak membuang banyak waktu untuk mulai membangun misteri pengisahan filmnya. Berbagai “petunjuk” mengenai keberadaan sesuatu yang tidak beres di desa tempat kedua karakter utama menginjakkan kaki mereka secara perlahan mulai tampil menghantui. Tentu saja, dengan dukungan tatanan produksi yang berkelas – mulai dari tata sinematografi arahan Ical Tanjung yang menghasilkan gambar-gambar indah bernuansa muram kemerahan; tata artistik, tata busana dan tata rias yang akan membawa kesan realistis pada nuansa tradisional kental yang sedang dibangun; serta tata musik garapan Aghi Narottama, Bemby Gusti, dan Tony Merle yang kuat menghadirkan kesan mistis melalui susunan musik bernuansa Jawa – Anwar berhasil membentuk intensitas cerita dan menjaganya dengan cukup rapi di sepanjang pengisahan film.

Di saat yang bersamaan, sulit untuk membantah bahwa Perempuan Tanah Jahanam mulai kehilangan pijakan kuat penceritaan ketika film ini memasuki paruh keduanya. Seperti formula yang kerap ia tampilkan di film-film horor arahannya, Anwar tidak pernah terburu-buru dalam mengungkap berbagai misteri yang ingin ia semai dalam alur pengisahan Perempuan Tanah Jahanam. Berbagai misteri tentang para karakter, motivasi mereka, hingga kisah horor yang terjadi di lokasi penceritaan dibuka secara perlahan dalam berbagai adegan. Sebuah trik yang efektif untuk menjaga intensitas cerita sekaligus menggali lebih dalam rasa penasaran penonton pada presentasi keseluruhan film. Sayangnya, kehati-hatian Anwar tersebut kali ini sering membuat Perempuan Tanah Jahanam terjebak pada pola pengisahan yang berulang. Jalan di tempat. Anwar jugakurang mampu untuk menemukan cara yang tepat dalam memberikan jawaban atas berbagai konflik maupun misteri yang telah ia bangun. Pilihan untuk menghadirkan seluruh kunci jawaban misteri cerita pada sebuah adegan yang menggunakan alur kilas balik justru memberikan kesan “curang” atau “menggampangkan” yang jelas semakin menyudutkan kualitas penceritaan film.

Dengan banyaknya konflik maupun kisah pendukung yang dihadirkan Anwar untuk mengisi linimasa penceritaan Perempuan Tanah Jahanam, tidak mengherankan bila film ini juga menghadirkan karakter dalam jumlah yang cukup banyak. Sial, mengulang kelemahan yang sama pada Gundala, banyak karakter tersebut tampil tanpa penggalian karakter yang maksimal. Banyak karakter yang berlalu-lalang dengan kesan hanya untuk menambah kompleksitas cerita tanpa pernah benar-benar terasa esensial kehadirannya. Penampilan para pengisi departemen akting film juga terasa jauh dari mengesankan. Selain Anita dan Asmara Abigail yang mampu mencuri perhatian dalam setiap kehadiran mereka, banyak penampilan yang terhalang akan porsi pengisahan karakter mereka yang serba terbatas. Basro sendiri juga terasa tidak mampu membawakan beban pengisahan Perempuan Tanah Jahanam dengan seksama. Berperan sebagai sosok yang harus melalui berbagai misteri dan tantangan guna menyelamatkan hidupnya, penampilan Basro cenderung hadir dalam nada yang datar – kelemahan yang membuat penampilan Anita dan Abigail selalu menutupi penampilan Basro ketika karakter-karakter yang mereka perankan tampil berdampingan pada beberapa adegan.

Perempuan Tanah Jahanam jelas bukanlah sebuah presentasi yang buruk. Namun, dengan ide cerita yang terdengar fantastis, cukup mengecewakan untuk melihat film ini kemudian dikembangkan dengan bangunan kisah dan eksekusi yang terlampau “biasa.” Sebuah horor yang cukup lemah bagi seorang sutradara sekelas Anwar.

popcornpopcornpopcorn3popcorn2popcorn2

perempuan-tanah-jahanam-joko-anwar-movie-posterPerempuan Tanah Jahanam (2019)

Directed by Joko Anwar Produced by Shanty Harmayn, Tia Hasibuan, Aoura Lovenson Chandra, Ben Soebiakto Written by Joko Anwar Starring Tara Basro, Marissa Anita, Asmara Abigail, Christine Hakim, Ario Bayu, Zidni Hakim, Afrian Aris, Kiki Narendra, Faradina Mufti, Abdulrahman Arief, Muhammad Abe, Mursiyanto, Ahmad Ramadhan Al Rasyid, Arswendy Bening Swara, Aura Agna, Sindris Ogiska G., Devona Queeny, Latisya Ayu, Adi Irawan, Teuku Rifnu Wikana, Yansky, Sinyo Sandy, Ical Tanjung, Kuncoro P. Widi, Djandi Asmara, Santo Widodo, Mian Tiara, Arbaiyah, Mariana Resli, Eka Nusa Pertiwi, Aghniny Haque, Sahadat Fahzan Fadlil, Karni Music by Aghi Narottama, Bemby Gusti, Tony Merle Cinematography Ical Tanjung Edited by Dinda Amanda Production company Base Entertainment/CJ Entertainment/Rapi Films/Ivanhoe Pictures Running time 106 minutes Country Indonesia Language Indonesian

5 thoughts on “Review: Perempuan Tanah Jahanam (2019)”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s