Tag Archives: Terry Notary

Review: Nope (2022)

Ada sentuhan yang berbeda dalam horor terbaru persembahan dari Jordan Peele, Nope. Hadir dalam skala produksi yang terasa mendekati ukuran blockbuster dan jelas jauh lebih megah jika dibandingkan dengan Get Out (2017) maupun Us (2017), Nope menghadirkan usaha Peele untuk menghadirkan kisah misteri akan makhluk angkasa luar yang terinspirasi film-film semacam Close Encounters of the Third Kind (Steven Spielberg, 1977) dan Signs (M. Night Shyamalan, 2002). Sebuah ranah pengisahan baru yang dipenuhi oleh pelbagai ide eksentrik a la Peele dengan sejumlah sentilan akan isu sosial dan politik yang, tentu saja, selalu mampu diselipkan Peele dalam setiap penuturan film-filmnya. Cukup menjanjikan, walaupun, sayangnya, dihadirkan dengan eksekusi dari Peele yang tidak mampu menghidupkan potensi cerita tersebut secara utuh. Continue reading Review: Nope (2022)

Review: The Call of the Wild (2020)

The Call of the Wild yang menjadi film live-action pertama yang diarahkan sutradara Chris Sanders yang sebelumnya mengarahkan film-film animasi seperti Lilo & Stitch (2000), How to Train Your Dragon (2010), dan The Croods (2013), bukanlah film pertama yang mengadaptasi novel legendaris berjudul sama yang ditulis oleh penulis asal Amerika Serikat, Jack London. Tercatat, novel yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1903 tersebut telah berulangkali diadaptasi ke berbagai media seperti komik, film televisi, anime, hingga, tentu saja, film. Adaptasi film dari novel The Call of the Wild bahkan sempat dibintangi oleh nama-nama aktor besar Hollywood seperti Clark Gable (1935), Charlton Heston (1972), hingga Rutger Hauer (1997). Fun fact: Adaptasi The Call of the Wild arahan William A. Wellman yang dirilis pada tahun 1935 merupakan film terakhir yang dirilis oleh Twentieth Century Pictures sebelum akhirnya bergabung dengan rumah produksi Fox Film Corporation dan berganti nama menjadi 20th Century Fox. Entah disengaja atau tidak, adaptasi teranyar The Call of the Wild menjadi film pertama yang dirilis oleh 20th Century Studios setelah The Walt Disney Studios membeli 20th Century Fox dan akhirnya mengembalikan nama lama dari rumah produksi tersebut. Continue reading Review: The Call of the Wild (2020)

Review: Avengers: Infinity War (2018)

Bayangkan beban yang harus diemban oleh Anthony Russo dan Joe Russo. Tidak hanya mereka harus menggantikan posisi Joss Whedon yang telah sukses mengarahkan The Avengers (2012) dan Avengers: Age of Ultron (2015), tugas mereka dalam menyutradarai Avengers: Infinity Warjuga akan menjadi penanda bagi sepuluh tahun perjalanan Marvel Studios semenjak memulai perjalanan Marvel Cinematic Universe ketika merilis Iron Man (Jon Favreau, 2008) sekaligus menjadi film kesembilan belas dalam semesta penceritaan film tersebut. Bukan sebuah tugas yang mudah, tentu saja, khususnya ketika mengingat The Russo Brothers juga harus bertugas untuk mengarahkan seluruh (!) karakter pahlawan super yang berada dalam Marvel Cinematic Universe dalam satu linimasa yang sama. Namun, The Russo Brothers sendiri bukanlah sosok yang baru bagi seri film ini. Dengan pengalaman mereka dalam mengarahkan Captain America: The Winter Soldier (2014), dan Captain America: Civil War (2016), keduanya telah memiliki modal yang lebih dari cukup untuk menjadikan Avengers: Infinity War menjadi sebuah presentasi kisah pahlawan super yang mampu tampil mengesankan.

Continue reading Review: Avengers: Infinity War (2018)

Review: War for the Planet of the Apes (2017)

Sukses mengarahkan Dawn of the Planet of the Apes (2014) – setelah sebelumnya menggantikan posisi Rupert Wyatt yang mengarahkan Rise of the Planet of the Apes (2011), Matt Reeves kembali duduk di kursi penyutradaraan bagi film ketiga dalam seri film Planet of the Apes, War for the Planet of the Apes. Dengan naskah cerita yang ditangani Reeves bersama dengan Mark Bomback, War for the Planet of the Apes mengisahkan kelanjutan perjalanan Caesar (Andy Serkis – lewat penggunaan performance-capture technology) dan kawanannya yang berusaha untuk menemukan sebuah lokasi baru yang aman untuk mereka tinggali. Bukan sebuah persoalan yang mudah. Meskipun musuhnya, Koba (Toby Kebbell – lewat penggunaan performance-capture technology), telah tewas, namun para pengikutnya masih senantiasa mencoba untuk menjatuhkan Caesar dari singgasananya. Para pengikut Koba bahkan telah bekerjasama dengan pihak manusia – faksi militer yang menamakan dirinya Alpha-Omega yang bertujuan untuk memusnahkan populasi para kera yang dianggap memiliki potensi untuk menyebarkan sebuah penyakit berbahaya yang belum ditemukan obatnya. Dan ancaman tersebut kian nyata setelah pimpinan Alpha-Omega yang disebut sebagai The Colonel (Woody Harrelson) mulai mengetahui dimana letak persembunyian Caesar dan kawanan keranya. Continue reading Review: War for the Planet of the Apes (2017)

Review: Kong: Skull Island (2017)

Setelah Godzilla (Gareth Edwards, 2014), rumah produksi Legendary Pictures melanjutkan ambisinya dalam membangun MonsterVerse dengan Kong: Skull Island. Film yang diarahkan oleh Jordan Vogt-Roberts (The Kings of Summer, 2013) ini merupakan reboot dari seri film King Kong yang pertama kali diproduksi Hollywood pada tahun 1933 dan sempat memiliki sejumlah sekuel sekaligus diulangbuat beberapa kali. Pengisahan Kong: Skull Island sendiri memiliki perspektif yang berbeda jika dibandingkan dengan film-film dalam seri King Kong sebelumnya – meskipun masih tetap menghadirkan beberapa tribut terhadap alur kisah klasik King Kong dalam beberapa adegan maupun konfliknya. Namun, tidak seperti Godzilla garapan Edwards yang cukup mampu membagi porsi penceritaan antara karakter-karakter manusia dengan monster-monster yang dihadirkan, Kong: Skull Island justru terasa lebih menginginkan agar penonton berfokus penuh pada karakter Kong dan kehidupan yang berada di sekitarnya. Sebuah pilihan yang kemudian membuat karakter-karakter manusia dalam jalan penceritaan film ini menjadi sama sekali tidak berguna kehadirannya. Continue reading Review: Kong: Skull Island (2017)

Review: Rise of the Planet of the Apes (2011)

Dalam Rise of the Planet of the Apes – sebuah film yang kisahnya terinspirasi dari novel La Planète des Singes (1963) karya Pierre Boulle serta merupakan reboot dari franchise film Planet of the Apes yang telah dimulai semenjak tahun 1968 – penonton akan disajikan kisah mengenai bagaimana karakter para kera berusaha untuk mengambil alih dunia setelah rentetan perlakuan kasar yang sering diterapkan umat manusia pada mereka. Penulis naskah, Rick Jaffa dan Amanda Silver, menjadikan karakter kera sebagai karakter yang paling esensial dalam Rise of the Planet of the Apes sehingga kehadiran para karakter manusia di dalam cerita film ini justru muncul sebagai karakter pendukung yang kadang tidak memiliki pengaruh berarti pada jalan cerita secara keseluruhan. Tidak bahkan kehadiran James Franco mampu membuat setiap orang menarik perhatian mereka dari sekumpulan kera yang beraksi brutal di film ini.

Continue reading Review: Rise of the Planet of the Apes (2011)