Tag Archives: Benicio del Toro

Review: Dora and the Lost City of Gold (2019)

Menyusul deretan serial animasi yang diproduksi oleh saluran televisi asal Amerika Serikat, Nickelodeon, seperti Rugrats, Jimmy Neutron, Hey Arnold!, The Wild Thornberrys, hingga SpongeBob SquarePants, Dora the Explorer kini turut diadaptasi menjadi sebuah presentasi cerita film layar lebar. Berbeda dengan serial animasi yang telah disebutkan sebelumnya, adaptasi Dora the Explorer mendapatkan perlakukan yang sedikit berbeda. Alih-alih disajikan tetap dengan teknik pengisahan animasi, kisah terbaru Dora the Explorer dihadirkan sebagai live-action namun dengan mempertahankan karakter-karakter ikoniknya serta tata cerita khasnya yang telah begitu familiar. Hasilnya, film yang kemudian diberi judul Dora and the Lost City of Gold dan diarahkan oleh James Bobin (The Muppets, 2011) ini berhasil menghadirkan kesegaran penceritaan yang akan cukup mampu menarik perhatian para penonton dewasa dan, di saat yang bersamaan, juga tetap tampil begitu menghibur bagi para penonton muda yang memang menjadi target pasar filmnya. Continue reading Review: Dora and the Lost City of Gold (2019)

Review: Sicario: Day of the Soldado (2018)

Merupakan sekuel dari Sicario arahan Denis Villeneuve yang berhasil meraih kesuksesan baik secara kritikal maupun secara komersial ketika dirilis pada tahun 2015 yang lalu, Sicario: Day of the Soldado kini memberikan fokus yang penuh pada karakter agen rahasia Alejandro Gillick yang diperankan oleh Benicio del Toro. Dikisahkan, setelah terjadinya sebuah peristiwa bom bunuh diri di sebuah supermarket, pemerintah Amerika Serikat memberikan kuasa penuh bagi Central Intelligence Agency untuk memerangi kartel obat-obatan terlarang asal Meksiko yang diduga turut menyelundupkan teroris ke wilayah Amerika Serikat dalam setiap operasi mereka. Bekerjasama dengan Departemen Pertahanan Amerika Serikat, agen Matt Graver (Josh Brolin) lantas berencana untuk menimbulkan konflik antara para kartel obat-obatan terlarang asal Meksiko dengan tujuan agar mereka saling memerangi satu sama lain. Matt Graver lantas merekrut agen rahasia Alejandro Gillick (del Toro) untuk menculik puteri salah seorang pimpinan kartel paling berpengaruh, Isabela Reyes (Isabela Moner), dan merancang agar pertistiwa tersebut terlihat seperti dilakukan oleh kelompok kartel saingan. Rencana tersebut awalnya berjalan lancar. Sial, dalam perjalanannya, konflik justru semakin melebar dan membuat pihak militer Amerika Serikat harus berhadapan dengan pihak kepolisian Meksiko. Continue reading Review: Sicario: Day of the Soldado (2018)

Review: Avengers: Infinity War (2018)

Bayangkan beban yang harus diemban oleh Anthony Russo dan Joe Russo. Tidak hanya mereka harus menggantikan posisi Joss Whedon yang telah sukses mengarahkan The Avengers (2012) dan Avengers: Age of Ultron (2015), tugas mereka dalam menyutradarai Avengers: Infinity Warjuga akan menjadi penanda bagi sepuluh tahun perjalanan Marvel Studios semenjak memulai perjalanan Marvel Cinematic Universe ketika merilis Iron Man (Jon Favreau, 2008) sekaligus menjadi film kesembilan belas dalam semesta penceritaan film tersebut. Bukan sebuah tugas yang mudah, tentu saja, khususnya ketika mengingat The Russo Brothers juga harus bertugas untuk mengarahkan seluruh (!) karakter pahlawan super yang berada dalam Marvel Cinematic Universe dalam satu linimasa yang sama. Namun, The Russo Brothers sendiri bukanlah sosok yang baru bagi seri film ini. Dengan pengalaman mereka dalam mengarahkan Captain America: The Winter Soldier (2014), dan Captain America: Civil War (2016), keduanya telah memiliki modal yang lebih dari cukup untuk menjadikan Avengers: Infinity War menjadi sebuah presentasi kisah pahlawan super yang mampu tampil mengesankan.

Continue reading Review: Avengers: Infinity War (2018)

Review: Star Wars: The Last Jedi (2017)

Meskipun mendapatkan banyak tanggapan positif ketika masa perilisannya, Star Wars: The Force Awakens (J. J. Abrams, 2015) juga mendapatkan banyak kritikan ketika plot pengisahannya terasa terlalu banyak bergantung pada berbagai elemen nostalgia dari berbagai seri Star Wars terdahulu daripada berusaha untuk membawanya dalam sebuah alur pengisahan yang lebih segar. Well… seri terbaru Star Wars, Star Wars: The Last Jedi, yang kini berada di bawah arahan Rian Johnson (Looper, 2012) sepertinya tampil untuk menjawab tantangan tersebut. Dengan naskah cerita yang juga digarapnya sendiri, Johnson membawa Star Wars ke arah sekaligus warna pengisahan yang mungkin tidak dapat diduga beberapa penggemar seri film ini sebelumnya. Namun, di saat yang bersamaan, usaha Johnson untuk menyajikan Star Wars dengan lapisan pengisahan yang lebih rumit dihadirkan dengan naratif dan ritme penceritaan yang cenderung lemah. Hasilnya, dengan durasi presentasi sepanjang 152 menit – merupakan film Star Wars dengan durasi terpanjang hingga saat ini, Star Wars: The Last Jedi tampil cukup melelahkan. Continue reading Review: Star Wars: The Last Jedi (2017)

Review: Escobar: Paradise Lost (2015)

escobar-paradise-lost-posterMerupakan debut penyutradaraan bagi aktor Andrea Di Stefano, Escobar: Paradise Lost berkisah tentang seorang pemuda yang berasal dari Kanada, Nick Brady (Josh Hutcherson), yang jatuh cinta dengan seorang gadis asal Kolombia, Maria (Claudia Traisac), ketika dirinya mengunjungi negara tersebut bersama kakaknya, Dylan Brady (Brady Corbet). Ketika hubungan asmara antara Nick dan Maria berlanjut ke tahapan yang lebih serius, Maria lantas membawa Nick untuk diperkenalkan kepada keluarga besarnya, termasuk kepada pamannya, Pablo Escobar (Benicio Del Toro). Meskipun awalnya merasa khawatir akan status Pablo Escobar sebagai sosok mafia narkotika dan obat-obatan terlarang terbesar di dunia, secara mengejutkan, Pablo Escobar justru menerima kehadiran Nick dengan hangat di keluarga besarnya. Tetap saja, secara perlahan, hubungan antara Nick dan Maria mulai dipengaruhi oleh keberadaan sang paman. Dan ketika bisnis ilegal Pablo Escobar mendapatkan tekanan dari dunia internasional, Nick dapat merasakan bahaya yang tidak hanya mengancam nyawanya namun juga nyawa Maria serta orang-orang yang disayanginya.

Seperti halnya The Last King of Scotland (Kevin Macdonald, 2006) yang memilih untuk berfokus pada karakter dokter asal Skotlandia yang diperankan oleh James McAvoy daripada mengeksplorasi karakter Idi Amin yang diperankan oleh Forest Whitaker dan telah lebih dikenal publik sebelumnya, Escobar: Lost Paradise juga memilih untuk mengenyampingkan karakter Pablo Escobar dan lebih berfokus pada perjalanan asmara karakter Nick Brady dan Maria. Sayangnya, tidak seperti The Last King of Scotland yang tetap mampu memberikan ruang penceritaan yang cukup luas dan kuat bagi karakter Idi Amin, Escobar: The Lost Paradise terasa seperti menyia-nyiakan kehadiran karakter Pablo Escobar dengan sama sekali membuatnya menjadi karakter pendukung dengan pengisahan yang minimalis – meskipun dengan pengaruh yang begitu kental di sepanjang 120 menit penceritaan film ini. Jelas terkesan seperti sebuah kesempatan yang terbuang begitu saja, khususnya ketika Del Toro juga cukup mampu membawakan karakter yang ia perankan dengan begitu baik.

Escobar: Paradise Lost disajikan Di Stefano dengan alur penceritaan yang tidak beraturan. Pengisahannya sendiri dimulai pada bagian pertengahan cerita untuk kemudian kembali mundur ke bagian awal penceritaan sebelum akhirnya mulai melanjutkan dan menyelesaikan seluruh konflik penceritaan yang telah sempat disajikan di bagian awal film. Di Stefano cukup mampu mengendalikan alur penceritaan filmnya dengan baik. Escobar: Paradise Lost memang terkesan berjalan cukup lamban di separuh awal pengisahannya – dengan cerita yang berfokus penuh pada hubungan asmara antara karakter Nick Brady dan Maria yang terasa goyah dan tidak cukup kuat untuk membawakan film ini. Namun, Di Stefano kemudian mampu meningkatkan intensitas penceritaan dengan maksimal pada paruh kedua penceritaan. Escobar: Paradise Lost lantas berubah menjadi sosok film yang begitu menegangkan dengan menghadirkan hubungan antara karakter Nick Brady dan Pablo Escobar yang semakin memanas.

Di Stefano juga mampu menunjukkan bahwa dirinya memiliki talenta yang cukup dalam mengarahkan para aktor yang mengisi departemen akting filmnya. Dengan bantuan penampilan fisik yang menyerupai Pablo Escobar, Benecio Del Toro kembali menunjukkan kapasitas aktingnya yang begitu maksimal. Del Toro berhasil menyajikan sosok Pablo Escobar dengan karakteristik yang begitu dingin dan misterius ketika sedang menghadapi pekerjaannya namun juga tampil begitu hangat dan bersahaja ketika karakte tersebut berada dalam ruang lingkup keluarganya. Sayangnya, ruang penceritaan naskah Escobar: Paradise Lost yang ditulis Di Stefano tidak memberikan ruang yang cukup bagi Del Toro untuk menghadirkan eksplorasi yang lebih mendalam bagi karakter besar tersebut.

Secara mengejutkan, Josh Hutcherson mampu tampil cemerlang ketika berhadapan dengan penampilan prima Del Toro. Karakter Hutcherson yang tenang dan penampilannya yang terlihat begitu lugu mampu membuat karakter yang ia perankan menjadi sosok yang kuat, khususnya ketika jalan cerita Escobar: Paradise Lost mulai memberikan tekanan bagi karakter tersebut. Hutcherson berhasil menyajikan karakternya sebagai sosok kecil yang mungkin dipandang sebelah mata oleh karakter Pablo Escobar dan orang-orang yang berada di sekitarnya namun secara perlahan mampu membangunnya menjadi sosok karakter yang kuat dan berpengaruh pada karakter-karakter tersebut. Escobar: Paradise Lost juga mampu disajikan dengan tata teknikal yang kuat dan menjadikan film ini sebagai debut pengarahan yang cukup menjanjikan bagi seorang Andrea Di Stefano, terlepas dari potensi kuat yang gagal untuk dikembangkannya guna menjadikan Escobar: Paradise Lost tampil sebagai sebuah sajian yang lebih istimewa. [C]

Escobar: Paradise Lost (2015)

Directed by Andrea Di Stefano Produced by Dimitri Rassam, Frederique Dumas, Jermoe Seydoux Written by Andrea Di Stefano Starring Josh Hutcherson, Benicio del Toro, Brady Corbet, Claudia Traisac, Ana Girardot, Carlos Bardem, Aaron Zebede Music by Max Richter Cinematography Luis David Sansans Editing by David Brenner, Maryline Monthieux Studio Chapter 2/Nexus Factory/Pathé/Roxbury Pictures/uFilm Running time 120 minutes Country France, Spain, United States Language English, Spanish