Tag Archives: Elizabeth Olsen

Review: Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022)

Enam tahun jelas merupakan jangka waktu yang cukup lama untuk merilis sekuel bagi sebuah seri film yang sedang berjalan. Namun, layaknya banyak karakter dalam setiap seri film yang tergabung dalam linimasa pengisahan Marvel Cinematic Universe, karakter Doctor Stephen Strange yang diperankan oleh Benedict Cumberbatch juga telah muncul di berbagai film lain yang tergabung dalam linimasa pengisahan Marvel Cinematic Universe semenjak penampilan perdananya di Doctor Strange (Scott Derrickson, 2016) – mulai dari Thor: Ragnarok (Taika Waititi, 2017), Avengers: Infinity War dan Avengers: Endgame (Anthony Russo, Joe Russo, 2018 – 2019), hingga menjadi bagian krusial bagi penceritaan Spider-Man: No Way Home (Jon Watts, 2021). Tidak mengherankan jika film kedua dalam seri film Doctor Strange, Doctor Strange in the Multiverse of Madness, telah berjalan jauh melampaui linimasa cerita yang sebelumnya dihadirkan pada film pertamanya. Continue reading Review: Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022)

Review: Avengers: Endgame (2019)

Lima tahun setelah Thanos (Josh Brolin) menjentikkan jarinya dan menghapus separuh peradaban manusia dari atas permukaan Bumi – seperti yang dikisahkan pada Avengers: Inifinity War (Anthony Russo, Joe Russo, 2018), para anggota Avengers yang tersisa, Tony Stark/Iron Man (Robert Downey, Jr.), Steve Rogers/Captain America (Chris Evans), Bruce Banner/Hulk (Mark Ruffalo), Thor (Chris Hemsworth), Natasha Romanoff/Black Widow (Scarlett Johansson), Clint Barton/Hawkeye (Jeremy Renner), dan James Rhodes/War Machine (Don Cheadle), masih berupaya melupakan kepedihan hati mereka atas kekalahan di medan peperangan sekaligus hilangnya orang-orang yang mereka cintai. Di saat yang bersamaan, para anggota Avengers yang tersisa tersebut juga masih terus mencari cara untuk menemukan keberadaan Thanos dan membuatnya memperbaiki segala kerusakan yang telah ia sebabkan ketika menggunakan Infinity Stones. Harapan muncul ketika Scott Lang/Ant-Man (Paul Rudd) yang ternyata selamat dari tragedi yang disebabkan jentikan jari Thanos dan kemudian mendatangi markas Avengers dengan sebuah ide yang dapat menghadapkan kembali para Avengers dengan  musuh besar mereka. Continue reading Review: Avengers: Endgame (2019)

Review: Avengers: Infinity War (2018)

Bayangkan beban yang harus diemban oleh Anthony Russo dan Joe Russo. Tidak hanya mereka harus menggantikan posisi Joss Whedon yang telah sukses mengarahkan The Avengers (2012) dan Avengers: Age of Ultron (2015), tugas mereka dalam menyutradarai Avengers: Infinity Warjuga akan menjadi penanda bagi sepuluh tahun perjalanan Marvel Studios semenjak memulai perjalanan Marvel Cinematic Universe ketika merilis Iron Man (Jon Favreau, 2008) sekaligus menjadi film kesembilan belas dalam semesta penceritaan film tersebut. Bukan sebuah tugas yang mudah, tentu saja, khususnya ketika mengingat The Russo Brothers juga harus bertugas untuk mengarahkan seluruh (!) karakter pahlawan super yang berada dalam Marvel Cinematic Universe dalam satu linimasa yang sama. Namun, The Russo Brothers sendiri bukanlah sosok yang baru bagi seri film ini. Dengan pengalaman mereka dalam mengarahkan Captain America: The Winter Soldier (2014), dan Captain America: Civil War (2016), keduanya telah memiliki modal yang lebih dari cukup untuk menjadikan Avengers: Infinity War menjadi sebuah presentasi kisah pahlawan super yang mampu tampil mengesankan.

Continue reading Review: Avengers: Infinity War (2018)

Review: Wind River (2017)

Memulai karirnya sebagai seorang aktor dengan membintangi serial televisi seperti Veronica Mars dan Sons of Anarchy, nama Taylor Sheridan mulai mendapatkan rekognisi yang lebih besar setelah keterlibatannya sebagai penulis naskah bagi film Sicario (Denis Villeneuve, 2015). Karirnya sebagai seorang penulis naskah bahkan semakin diperhitungkan setelah naskah ceritanya untuk film Hell or High Water (David Mackenzie, 2016) berhasil mendapatkan nominasi Best Original Screenplay di ajang The 89th Annual Academy Awards. Kini, setelah sebelumnya sempat mengarahkan sebuah film horor berjudul Vile yang dirilis pada tahun 2011, Sheridan kembali ke kursi penyutradaraan untuk mengarahkan film yang naskah ceritanya ia tulis sendiri, Wind River. Terinspirasi dari minimnya catatan kepolisian mengenai kasus menghilangnya para perempuan yang berasal dari Penduduk Asli Amerika, Sheridan menggarap Wind River sebagai sebuah pengisahan yang mungkin terasa familiar dan begitu sederhana namun mampu memberikan sentuhan emosional yang luar biasa mendalam. Continue reading Review: Wind River (2017)

Review: Avengers: Age of Ultron (2015)

avengers-age-of-ultron-posterSetelah kesuksesan luar biasa dari The Avengers (2012) – yang tidak hanya berhasil meraih pujian luas dari banyak kritikus film dunia namun juga mampu menarik perhatian penonton dan menjadikannya sebagai film dengan kesuksesan komersial terbesar ketiga di dunia setelah Avatar (2009) dan Titanic (1997) – kumpulan pahlawan dari Marvel Comics kembali hadir lewat Avengers: Age of Ultron. Masih disutradarai oleh Joss Whedon, Avengers: Age of Ultron memberikan sedikit perubahan radikal dalam warna penceritaannya. Berbeda dengan The Avengers yang menghadirkan banyak sentuhan komedi melalui deretan dialognya, film yang juga menjadi film kesebelas dalam rangkaian film dari Marvel Cinematic Universe ini tampil dengan deretan konflik yang lebih kompleks sekaligus kelam dari pendahulunya – atau bahkan dari seluruh film-film produksi Marvel Studios sebelumnya. Sebuah pilihan yang cukup beresiko dan, sayangnya, gagal untuk dieksekusi secara lebih dinamis oleh Whedon.

Dalam Avengers: Age of Ultron, Tony Stark (Robert Downey, Jr.) bekerjasama dengan Bruce Banner (Mark Ruffalo) untuk menghasilkan sebuah teknologi kecerdasan buatan yang awalnya ditujukan untuk membantu The Avengers dalam melaksanakan setiap tugas mereka. Sial, program yang diberi nama Ultron (James Spader) tersebut justru berbalik arah. Dengan tingkat kecerdasan tinggi yang diberikan kepadanya, Ultron justru merasa bahwa The Avengers adalah ancaman bagi kedamaian dunia dan akhirnya memilih untuk memerangi mereka. Dibantu dengan pasangan kembar Pietro (Aaron Taylor-Johnson) yang memiliki kecepatan super dan Wanda Maximoff (Elizabeth Olsen) yang memiliki kemampuan untuk memanipulasi jalan pemikiran orang lain, Ultron memberikan sebuah tantangan berat yang tidak hanya mengancam keberadaan The Avengers namun juga keberadaan seluruh umat manusia yang ada di atas pemukaan Bumi.

Pilihan untuk tampil “lebih dewasa” lewat jalan penceritaan lebih kompleks dan kelam yang dituliskan oleh Joss Whedon sendiri sebenarnya bukanlah sebuah pilihan yang buruk untuk Avengers: Age of Ultron. Namun, dengan banyaknya karakter serta beberapa konflik personal lain yang masih tetap ingin diberikan ruang penceritaan khusus oleh Whedon, Avengers: Age of Ultron akhirnya justru terasa dibebani terlalu banyak permasalahan dengan ruang yang lebih sempit bagi konflik-konflik tersebut untuk berkembang dan hadir dengan porsi cerita yang memuaskan. Ketiadaan fokus yang kuat bagi setiap masalah yang dihadirkan inilah yang membuat Avengers: Age of Ultron terasa bertele-tele dalam mengisahkan penceritaannya dan akhirnya turut mempengaruhi pengembangan kisah personal beberapa karakter yang sebelumnya justru menjadi salah satu poin terbaik dari pengisahan The Avengers.

Berbicara mengenai Ultron, karakter antagonis yang satu ini harus diakui gagal tersaji secara lebih menarik jika dibandingkan dengan karakter antagonis dari seri sebelumnya, Loki. Terlepas dari kecerdasan luar biasa yang ia miliki, Ultron terasa hanyalah sebagai sebuah variasi karakter antagonis standar dalam film-film bertema sejenis yang berniat untuk memberikan ujian fisik dan mental bagi para karakter utama hingga akhirnya dapat menemukan jalan untuk mencapai tujuan hidup mereka: menjadi penguasa dunia. Vokal James Spader sendiri mampu memberikan warna karakteristik dingin yang sangat sesuai bagi Ultron namun hal tersebut tetap saja tidak mampu membuat Ultron tampil lebih menarik lagi.

Terlepas dari beberapa kelemahan tersebut, Avengers: Age of Ultron sendiri masih mampu dengan beberapa sentuhan humanis dalam penceritaannya. Beberapa plot pendukung seperti hubungan romansa yang sepertinya mulai terbangun antara karakter Bruce Banner dan Natasha Romanoff serta latar belakang keluarga yang dimiliki oleh karakter Clint Barton membuat sisi drama dari film ini tampil dengan kualitas yang cukup istimewa. Whedon, sayangnya, gagal memberikan porsi pengisahan yang sesuai untuk dua karakter baru, Pietro dan Wanda Maximoff, sehingga kehadiran keduanya seringkali terasa tidak lebih dari sekedar karakter tambahan tanpa esensi cerita yang cukup kuat untuk tampil lebih menarik.

Layaknya seri pendahulunya, Whedon masih mampu merangkai Avengers: Age of Ultron dengan kualitas departemen produksi yang sangat memikat. Jajaran pengisi departemen akting film ini juga hadir dengan penampilan akting yang semakin dinamis dengan chemistry yang semakin menguat antara satu dengan yang lain. Seandainya Whedon mau menghilangkan beberapa plot pendukung yang kurang esensial dan memilih untuk mengembangkan konflik utama film dengan lebih tajam, Avengers: Age of Ultron mungkin mampu hadir menyaingi kualitas penceritaan The Avengers – meskipun dengan nada penceritaan yang tetap hadir lebih kelam dan serius. Avengers: Age of Ultron tetap mampu memberikan beberapa momen khas film-film karya Marvel Studios yang akan dapat dinikmati penggemarnya. Namun lebih dari itu, film ini terasa dibebani terlalu banyak konflik yang akhirnya justru membuatnya gagal untuk berkembang dengan penceritaan yang lebih baik. [C]

Avengers: Age of Ultron (2015)

Directed by Joss Whedon Produced by Kevin Feige Written by Joss Whedon (screenplay), Zak Penn, Joss Whedon (story), Stan Lee, Jack Kirby (comics, The AvengersStarring Robert Downey Jr., Chris Hemsworth, Mark Ruffalo, Chris Evans, Scarlett Johansson, Jeremy Renner, Don Cheadle, Aaron Taylor-Johnson, Elizabeth Olsen, Paul Bettany, Cobie Smulders, Anthony Mackie, Hayley Atwell, Idris Elba, Stellan Skarsgård, James Spader, Samuel L. Jackson,  Linda Cardellini, Thomas Kretschmann, Claudia Kim, Andy Serkis, Julie Delpy, Stan Lee Music by Brian Tyler, Danny Elfman Cinematography Ben Davis Editing by Jeffrey Ford, Lisa Lassek Studio Marvel Studios Running time 141 minutes Country United States Language English

Review: Captain America: The Winter Soldier (2014)

So what went wrong with Captain America: The First Avenger (2011)? Well… terlepas dari pemilihan Chris Evans yang benar-benar memiliki penampilan, kharisma dan kemampuan yang tepat untuk memerankan sang karakter utama, Captain America: The First Avenger tidak pernah benar-benar terasa sebagai sebuah film yang diperuntukkan kepada Captain America secara keseluruhan. Dengan penggalian karakter utama yang cukup terbatas serta paruh penceritaan lanjutan yang kemudian menghadirkan beberapa karakter ciptaan Marvel Comics yang telah terlebih dahulu meraih popularitasnya, Captain America: The First Avenger lebih kental terasa sebagai media publikasi untuk mengenalkan karakter Captain America kepada penonton dalam skala luas sebelum karakter tersebut akhirnya diikutsertakan dalam The Avengers (2012) – yang sekaligus menjadikan Captain America: The First Avenger terasa seperti promosi berdurasi 125 menit bagi The Avengers. Bukan sebuah presentasi yang benar-benar buruk namun kurang mampu untuk memberikan kesan esensial sebagai pemicu hadirnya sebuah franchise superhero yang baru.

Continue reading Review: Captain America: The Winter Soldier (2014)

Review: Red Lights (2012)

Red Lights adalah sebuah film yang jelas akan memicu cukup banyak adu argumentasi diantara para penontonnya bahkan jauh seusai mereka menyaksikan film tersebut. Disutradarai dan ditulis naskah ceritanya oleh Rodrigo Cortés – yang lewat Buried (2010) sukses membuktikan kepada publik luas bahwa Ryan Reynolds memiliki kemampuan akting yang sanggup menyaingi wajah tampannya, Red Lights mengisahkan, secara sederhana, tentang perseteruan antara mereka yang percaya pada aktivitas paranormal dan mereka yang menentang adanya kepercayaan tersebut serta kemudian berusaha untuk membuktikannya lewat jalan ilmiah. Red Lights jelas merupakan sebuah penceritaan dengan tema yang besar… dan sayangnya, mungkin terlalu besar untuk ditangani sendiri oleh Cortés sehingga membuat Red Lights terasa bagaikan sebuah perjalanan panjang yang tanpa arti di kebanyakan bagian.

Continue reading Review: Red Lights (2012)

Review: Silent House (2012)

Sukses dengan Martha Marcy May Marlene (2011) yang melambungkan namanya ke jajaran aktris muda papan atas Hollywood, Elizabeth Olsen menambah panjang daftar filmografinya dengan membintangi film thriller arahan Chris Kentis dan Laura Lau (Open Water, 2003) yang berjudul Silent House. Naskah cerita film ini sendiri diadaptasi oleh Lau dari film thriller asal Uruguay berjudul La Casa Muda (2010) arahan sutradara Gustavo Hernández yang sukses mendunia lewat berbagai festival film dan kemudian terpilih untuk mewakili negara Amerika Latin tersebut untuk berlaga di kategori Best Foreign Language Film di ajang The 84th Annual Academy Awards – walau kemudian gagal untuk masuk nominasi akhir.

Continue reading Review: Silent House (2012)

Review: Martha Marcy May Marlene (2011)

Setelah menghilang selama dua tahun, Martha (Elizabeth Olsen), memutuskan untuk meninggalkan sebuah kelompok pemujaan tempat ia bernaung selama ini dan menelepon kakaknya, Lucy (Sarah Paulson), untuk kemudian tinggal bersamanya. Namun, dua tahun tinggal bersama anggota kelompok pemujaan yang memiliki aturan-aturan hidup yang berbeda dengan manusia normal pada umumnya telah membuat hubungan Martha dengan Lucy – serta suami Lucy, Ted (Hugh Dancy), mengalami begitu banyak kendala. Selain itu, Martha juga tumbuh menjadi sosok yang paranoid dan begitu takut kalau para anggota kelompok pemujaan yang ia tinggalkan akan datang ke rumah kakaknya dan menjemput dirinya kembali.

Continue reading Review: Martha Marcy May Marlene (2011)

The 15th Annual Online Film Critics Society Awards Nominations List

Online Film Critics Society – sebuah perkumpulan jurnalis dan kritikus film yang berbasis internet terbesar di dunia, dimana penulis At the Movies, Amir Syarif Siregar, juga tergabung di dalamnya –  baru saja mengumumkan daftar nominasi untuk The 15th Annual Online Film Critics Society Awards. Film karya Terrence Malick, The Tree of Life, memimpin daftar perolehan nominasi dengan meraih sebanyak 7 nominasi, termasuk di kategori Best Picture, Best Director (Terrence Malick), Best Supporting Actor (Brad Pitt) dan Best Supporting Actress (Jessica Chastain). Mengikuti dibelakangnya adalah Drive yang meraih enam nominasi termasuk di kategori Best Picture dan Best Director (Nicolas Winding Refn) walaupun harus gagal menempatkan aktor utamanya, Ryan Gosling, ke dalam nominasi Best Lead Actor.

Continue reading The 15th Annual Online Film Critics Society Awards Nominations List