Tag Archives: Chris Pratt

Review: Thor: Love and Thunder (2022)

Rasanya tidak mengherankan jika Marvel Studios mendapuk Taika Waititi untuk kembali duduk di kursi penyutradaraan bagi film keempat Thor, Thor: Love and Thunder. Setelah racikan Alan Taylor untuk Thor: The Dark World (2013) gagal untuk mengikuti standar tinggi yang telah diterapkan Kenneth Branagh dalam Thor (2011) – yang bahkan menjadikan film tersebut sebagai salah satu produk dengan kualitas terlemah dalam linimasa pengisahan Marvel Cinematic Universe, Waititi sukses memberikan penyegaran bagi tata penuturan seri film Thor ketika ia menghadirkan Thor: Ragnarok (2017) dengan sentuhan komedi yang begitu menyenangkan sekaligus begitu berbeda dengan tuturan komedi yang sebelumnya pernah ditampilkan oleh film-film yang tergabung dalam semesta pengisahan sinematik milik Marvel. Bekerjasama dengan penulis naskah Jennifer Kaytin Robinson (Unpregnant, 2020), Waititi berusaha untuk mengulang kembali penuturan komikal Thor: Ragnarok sekaligus memadukannya dengan sejumlah paparan dramatis yang bernilai emosional. Dan lumayan berhasil. Continue reading Review: Thor: Love and Thunder (2022)

Review: Jurassic World Dominion (2022)

Setelah posisinya sebagai sutradara digantikan oleh J. A Bayona pada Jurassic World: Fallen Kingdom (2018), Colin Trevorrow kini kembali duduk di kursi pengarahan Jurassic World Dominion yang dirancang menjadi film penutup bagi trilogi sekuel dari Jurassic Park yang linimasa pengisahannya dimulai oleh Jurassic World (2015) yang juga diarahkan Trevorrow. Harus diakui, seperti halnya The Lost World: Jurassic Park (Steven Spielberg, 1997) dan Jurassic Park III (Joe Johnston, 2001), dua film pertama dari seri Jurassic World memang tidak pernah mampu untuk menghasilkan kesan istimewa – sebuah “kutukan” yang sepertinya ditinggalkan oleh bayang-bayang besar kesuksesan mahakarya klasik sekelas Jurassic Park (Spielberg, 1993) bagi tiap film penerus yang berusaha untuk melanjutkan pengisahannya. Problema serupa juga dapat dirasakan pada Jurassic World Dominion yang tidak hanya menghadirkan pengembangan plot maupun karakter yang telah benar-benar usang namun juga arahan cerita yang berkualitas hambar. Continue reading Review: Jurassic World Dominion (2022)

Review: The Tomorrow War (2021)

Dalam The Tomorrow War, Chris Pratt berperan sebagai seorang pria dengan berbagai kenangan buruk akan sosok ayah yang meninggalkan dirinya di masa kecil serta kini harus turut dalam sebuah pertarungan melawan makhluk asing dari angkasa luar guna menyelamatkan Bumi. Bukan. The Tomorrow War bukanlah film yang melanjutkan perjalanan cerita Guardians of the Galaxy (James Gunn, 2014) dan Guardians of the Galaxy Vol. 2 (Gunn, 2017) yang juga dibintangi oleh Pratt. Menjadi film pertama yang diarahkan oleh Chris McKay setelah kesuksesannya dalam mengarahkan film animasi The LEGO Batman Movie (2017), The Tomorrow War memang menghadirkan Pratt untuk berperan sebagai sosok dengan latar belakang karakter yang menyerupai sosok karakter yang diperankannya dalam seri film yang termasuk dalam semesta pengisahan Marvel Cinematic Universe tersebut. Tidak hanya desain karakter utamanya, film fiksi ilmiah ini juga memiliki barisan konflik yang cukup familiar bagi mereka para penikmat film-film bertemakan peperangan dengan makhluk asing dari angkasa luar. Bukan lantas berarti buruk karena McKay mampu membalut filmnya dengan banyak momen aksi yang akan cukup berhasil untuk mempesona banyak mata yang menyaksikannya. Continue reading Review: The Tomorrow War (2021)

Review: Onward (2020)

Merupakan film animasi ke-22 yang diproduksi oleh Pixar Animation Studios dan menjadi film dengan alur pengisahan orisinal pertama yang dirilis oleh rumah produksi milik The Walt Disney Studios tersebut semenjak Coco (Lee Unkrich, 2017), Onward bercerita mengenai sebuah dunia fantastis dimana magis pernah menjadi elemen krusial dalam kehidupan dan makhluk-makhluk mitologis menjalani keseharian mereka layaknya umat manusia di dunia nyata. Dalam dunia tersebut, dua kakak beradik, Barley (Chris Pratt) dan Ian Lightfoot (Tom Holland), baru saja mengetahui bahwa mereka dapat menghabiskan waktu selama sehari bersama dengan ayah mereka yang telah meninggal dunia dengan bantuan sebuah tongkat sihir, batu permata, dan mantra yang sang ayah berikan kepada ibu mereka, Laurel Lightfoot (Julia Louis-Dreyfus). Sebuah kesempatan yang jelas tidak akan dilewatkan oleh keduanya – khususnya Ian Lightfoot yang seumur hidup belum pernah bertemu dengan ayahnya. Namun, karena belum pernah sama sekali terlibat dalam hal-hal magis, Barley dan Ian Lightfoot gagal untuk memunculkan sosok sang ayah. Tidak mau menyerah, keduanya kemudian memulai perjalanan untuk menemukan sebuah batu permata lain yang dapat membantu kelancaran pembacaan mantra yang dapat membawa ayah mereka untuk hidup sehari lagi. Continue reading Review: Onward (2020)

Review: Avengers: Endgame (2019)

Lima tahun setelah Thanos (Josh Brolin) menjentikkan jarinya dan menghapus separuh peradaban manusia dari atas permukaan Bumi – seperti yang dikisahkan pada Avengers: Inifinity War (Anthony Russo, Joe Russo, 2018), para anggota Avengers yang tersisa, Tony Stark/Iron Man (Robert Downey, Jr.), Steve Rogers/Captain America (Chris Evans), Bruce Banner/Hulk (Mark Ruffalo), Thor (Chris Hemsworth), Natasha Romanoff/Black Widow (Scarlett Johansson), Clint Barton/Hawkeye (Jeremy Renner), dan James Rhodes/War Machine (Don Cheadle), masih berupaya melupakan kepedihan hati mereka atas kekalahan di medan peperangan sekaligus hilangnya orang-orang yang mereka cintai. Di saat yang bersamaan, para anggota Avengers yang tersisa tersebut juga masih terus mencari cara untuk menemukan keberadaan Thanos dan membuatnya memperbaiki segala kerusakan yang telah ia sebabkan ketika menggunakan Infinity Stones. Harapan muncul ketika Scott Lang/Ant-Man (Paul Rudd) yang ternyata selamat dari tragedi yang disebabkan jentikan jari Thanos dan kemudian mendatangi markas Avengers dengan sebuah ide yang dapat menghadapkan kembali para Avengers dengan  musuh besar mereka. Continue reading Review: Avengers: Endgame (2019)

Review: The LEGO Movie 2 (2019)

Lima tahun setelah film pertamanya – dengan The LEGO Batman Movie (Chris McKay, 2017) dan The LEGO Ninjago Movie (Charlie Bean, Paul Fisher, Bob Logan, 2017) menjadi dua film sempalan yang dirilis diantaranya – The LEGO Movie 2 hadir sebagai sekuel langsung bagi The LEGO Movie (Phil Lord, Chris Miller, 2014). Walau masih bertanggung jawab sebagai produser sekaligus penulis naskah bagi film ini, Lord dan Miller sendiri menyerahkan kursi penyutradaraan pada Mike Mitchell (Trolls, 2016). Para penggemar The LEGO Movie sepertinya tidak akan mengeluhkan perubahan tersebut. Pengaruh besar Lord dan Miller jelas masih dapat dirasakan dalam alur pengisahan The LEGO Movie 2: film ini masih tampil dengan humor yang kuat dan penuh dengan referensi kultur pop teranyar, tampilan visual penuh warna yang memikat, serta disajikan dengan ritme pengisahan yang mengalun cepat. Tidak menawarkan sesuatu yang baru? Jangan khawatir. Lord dan Miller menyediakan ruang konflik yang lebih besar sehingga membuka celah yang cukup luas pula bagi beberapa sentuhan segar dalam pengisahan The LEGO Movie 2. Continue reading Review: The LEGO Movie 2 (2019)

Review: Jurassic World: Fallen Kingdom (2018)

Berkaca pada pencapaian kualitas yang diraih oleh Jurassic World: The Lost World (Steven Spielberg, 1997), Jurassic Park III (Joe Johnston, 2001), dan Jurassic World (Colin Trevorrow, 2015), rasanya cukup jelas bahwa lanjutan kisah dari seri film Jurassic Park tidak akan mampu menandingi atau bahkan menyamai kualitas prima dari pengisahan Jurassic Park (Spielberg, 1993) yang sangat legendaris itu. Well… barisan sekuel Jurassic Park sebenarnya bukanlah film-film yang berkualitas buruk. Meskipun hadir dengan tatanan pengisahan yang semakin lama terasa semakin dangkal, film-film tersebut masih mampu dikembangkan dengan tata pengisahan yang menjadikannya cukup menyenangkan untuk disaksikan. Dan, tentu saja, kesuksesan raihan komersial film-film tersebut jelas akan membuat Spielberg dan para produser dari seri film Jurassic Park terus berusaha memutar otak mereka dalam menghasilkan bagian baru dari pengisahan seri film tersebut – seri terakhir Jurassic Park, Jurassic World, bahkan berhasil mendapatkan pendapatan sebesar lebih dari US$1.6 milyar dari masa perilisannya di seluruh dunia sekaligus menjadikannya sebagai film paling sukses dari seri film Jurassic Park. Continue reading Review: Jurassic World: Fallen Kingdom (2018)

Review: Avengers: Infinity War (2018)

Bayangkan beban yang harus diemban oleh Anthony Russo dan Joe Russo. Tidak hanya mereka harus menggantikan posisi Joss Whedon yang telah sukses mengarahkan The Avengers (2012) dan Avengers: Age of Ultron (2015), tugas mereka dalam menyutradarai Avengers: Infinity Warjuga akan menjadi penanda bagi sepuluh tahun perjalanan Marvel Studios semenjak memulai perjalanan Marvel Cinematic Universe ketika merilis Iron Man (Jon Favreau, 2008) sekaligus menjadi film kesembilan belas dalam semesta penceritaan film tersebut. Bukan sebuah tugas yang mudah, tentu saja, khususnya ketika mengingat The Russo Brothers juga harus bertugas untuk mengarahkan seluruh (!) karakter pahlawan super yang berada dalam Marvel Cinematic Universe dalam satu linimasa yang sama. Namun, The Russo Brothers sendiri bukanlah sosok yang baru bagi seri film ini. Dengan pengalaman mereka dalam mengarahkan Captain America: The Winter Soldier (2014), dan Captain America: Civil War (2016), keduanya telah memiliki modal yang lebih dari cukup untuk menjadikan Avengers: Infinity War menjadi sebuah presentasi kisah pahlawan super yang mampu tampil mengesankan.

Continue reading Review: Avengers: Infinity War (2018)

Review: Guardians of the Galaxy Vol. 2 (2017)

Ketika dunia pertama kali berkenalan dengan Peter Quill (Chris Pratt) pada Guardians of the Galaxy (James Gunn, 2014), pria yang juga menjuluki dirinya sebagai Star-Lord tersebut masih dikenal sebagai bagian dari sekelompok pencuri dan penyelundup barang-barang antik antar galaksi yang dikenal dengan sebutan The Ravagers pimpinan Yondu Udonta (Michael Rooker). Diiringi dengan lagu-lagu bernuansa rock klasik dari era ‘70an, Peter Quill bersama dengan rekan-rekan yang juga memiliki reputasi sama buruk dengan dirinya, Gamora (Zoe Saldana), Drax the Destroyer (Dave Bautista), Rocket (Bradley Cooper) dan Groot (Vin Diesel), kemudian mendadak dikenal sebagai sosok pahlawan ketika mereka berhasil menyelamatkan seluruh isi galaksi dari serangan Ronan the Accuser (Lee Pace). Daya tarik komikal dari Guardians of the Galaxy yang mampu berpadu dengan pengarahan Gun yang begitu dinamis – dan citarasa musiknya yang eklektis – berhasil mengenalkan karakter-karakter Guardians of the Galaxy yang awalnya kurang begitu populer menjadi dikenal khalayak penikmat film dalam skala yang lebih luas, melambungkan nama Pratt ke jajaran aktor papan atas Hollywood, membuat semua orang jatuh cinta dengan lagu-lagu rock klasik lewat album Guardians of the Galaxy: Awesome Mix Vol. 1 yang berhasil terjual sebanyak lebih dari dua juta keping, dan, dengan pendapatan sebesar US$773.3 juta dari masa perilisannya di seluruh dunia, menjadikan Guardians of the Galaxy sebagai awal dari sebuah seri film baru yang cukup penting dalam barisan panjang film-film produksi Marvel Studios. Continue reading Review: Guardians of the Galaxy Vol. 2 (2017)

Review: Passengers (2016)

Diarahkan oleh Morten Tyldum (The Imitation Game, 2014) berdasarkan naskah cerita garapan Jon Spaihts (Prometheus, 2012), Passengers berkisah mengenai sebuah pesawat luar angkasa bernama Avalon yang sedang berada dalam perjalanan dari Bumi dengan membawa 5000 penumpang menuju planet Homestead II. Perjalanan tersebut akan  ditempuh dalam waktu 120 tahun dengan seluruh penumpang berada dalam kondisi tidur di sepanjang perjalanan dan baru akan dibangunkan ketika Avalon telah tiba di planet yang menjadi tujuannya. Sial, akibat sebuah malfungsi pada mesin tidur mereka, dua penumpang, seorang teknisi bernama Jim Preston (Chris Pratt) dan seorang penulis bernama Aurora Lane (Jennifer Lawrence), kemudian terbangun 90 tahun lebih cepat. Jelas hal tersebut membuat keduanya merasa kebingungan. Keduanya lantas berusaha untuk memperbaiki kerusakan mesin sehingga mereka dapat kembali berhibernasi. Seiring dengan berjalannya waktu, Jim dan Aurora mulai merasakan bahwa mereka saling jatuh hati antara satu dengan yang lain. Continue reading Review: Passengers (2016)

Review: Jurassic World (2015)

Ketika Steven Spielberg merilis Jurassic Park pada tahun 1993, Spielberg berhasil menghadirkan sebuah keajaiban sinema yang masih terasa begitu relevan bahkan hingga saat ini. Di era ketika komputer masih belum menjadi tumpuan utama para pembuat film untuk menghasilkan gambar-gambar dengan efek visual yang begitu mengagumkan, Spielberg mampu membawa penonton selama 127 menit untuk merasakan kesenangan/kekaguman/ketegangan/ketakutan hidup di tengah kawanan dinosaurus dan menjadikan perjalanan tersebut sebagai sebuah pengalaman sinema yang tidak akan pernah mereka lupakan seumur hidup. Tidak mengherankan jika film dengan sentuhan terobosan teknologi tinggi tersebut kemudian sempat menjadi film dengan pendapatan komersial terbesar sepanjang masa – sebelum akhirnya digeser oleh Titanic (James Cameron, 1997), meraih begitu banyak penghargaan termasuk tiga Academy Awards serta diikuti oleh dua sekuel, The Lost World (1997) yang masih diarahkan oleh Spielberg dan Jurassic Park III (2001) yang kemudian diarahkan oleh Joe Johnston. Continue reading Review: Jurassic World (2015)

Review: Her (2013)

Spike Jonze, pemilik otak yang juga menghasilkan film-film brilian seperti Being John Malkovich (1999), Adaptation (2002) dan Where the Wild Things Are (2009), kembali dengan film terbarunya yang secara cerdas, kreatif, indah dan sangat menyentuh membicarakan mengenai bagaimana umat manusia yang hidup di era modern lebih tertarik untuk berkomunikasi dengan layar telepon mereka daripada dengan sesama umat manusia yang seringkali sedang berada di sebelah mereka. Jangan salah! Dibalik kerumitan atau keanehan atau keeksentrikan atau kesegaran alur cerita yang ia bawakan, Her pada dasarnya tetap adalah sebuah sajian kisah cinta. Namun adalah kejeniusan Jonze yang mampu meramu kisah cinta tersebut dengan balutan fiksi ilmiah dan satir sosial modern sehingga mampu membuatnya tampil begitu hangat sekaligus emosional dalam bercerita.

Continue reading Review: Her (2013)

Review: The LEGO Movie (2014)

The LEGO Movie (Warner Bros. Pictures/Village Roadshow Pictures/LEGO Systems A/S/Vertigo Entertainment/Lin Pictures/Animal Logic/RatPac-Dune Entertainment/Warner Animation Group, 2014)
The LEGO Movie (Warner Bros. Pictures/Village Roadshow Pictures/LEGO Systems A/S/Vertigo Entertainment/Lin Pictures/Animal Logic/RatPac-Dune Entertainment/Warner Animation Group, 2014)

Setelah seri film Dungeons & Dragons (2000 – 2011), Transformers (2007 – 2011), G.I. Joe (2009 – 2013) dan Battleship (2012), Hollywood kembali mencoba peruntungannya dalam memproduksi film yang diangkat dari sebuah permainan melalui The LEGO Movie. The LEGO Movie sendiri bukanlah film pertama yang jalan ceritanya didasarkan atas permainan susun bangun yang terbuat dari plastik tersebut. Sebelumnya, LEGO telah menginspirasi sejumlah film animasi yang kebanyakan langsung dirilis dalam bentuk DVD maupun ditayangkan melalui media televisi – menjadikan The LEGO Movie sebagai film LEGO pertama yang dirilis di layar lebar. Untungnya, dibawah arahan duo Phil Lord dan Chris Miller (Cloudy with a Chance of Meatballs, 2009), The LEGO Movie mampu dikembangkan menjadi sebuah film yang tidak hanya tampil kuat dalam kualitas visualnya, namun juga hadir dengan kualitas naskah yang begitu hangat dan menghibur.

Continue reading Review: The LEGO Movie (2014)