Tag Archives: Michael Peña

Review: Moonfall (2022)

Setelah Midway (2019), Patrick Wilson kembali tampil dalam film terbaru arahan Roland Emmerich, Moonfall. Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Emmerich bersama dengan Harald Kloser – yang merupakan produser dan penata musik regular di film-film arahan Emmerich namun juga turut menuliskan naskah cerita untuk 10,000 BC (2008) dan 2012 (2009) – dan Spenser Cohen (Extinction, 2018), Moonfall berkisah mengenai dua astronot, Jocinda Fowler (Halle Berry) dan Brian Harper (Wilson), yang berusaha menemukan cara untuk menyelamatkan Bumi ketika Bulan terdeteksi keluar dari orbitnya dan diprediksi akan segera menabrak Bumi. Bukan sebuah persoalan mudah karena keduanya juga harus melawan pemerintah Amerika Serikat yang lebih memilih untuk meledakkan Bulan tanpa memperhitungkan efeknya secara ilmiah bagi Bumi di masa yang akan datang. Dengan bantuan seorang pengamat teori konspirasi, K.C. Houseman (John Bradley), Jocinda Fowler dan Brian Harper mulai menyusun rencana mereka. Continue reading Review: Moonfall (2022)

Review: Tom & Jerry (2021)

Apakah Anda tahu bahwa pasangan karakter kucing dan tikus, Thomas D. Cat dan Jerome A. Mouse – atau yang lebih popular dengan nama panggilan mereka, Tom dan Jerry, yang dikreasikan oleh William Hanna dan Joseph Barbera pernah memenangkan Academy Awards? Sebelum popular sebagai tontonan jutaan mata di seluruh dunia melalui serial televisi animasi yang mengudara semenjak tahun 1975, Hanna dan Barbera menjadikan karakter Tom dan Jerry sebagai bintang bagi 141 film animasi pendek mereka yang diproduksi dan dirilis oleh Metro-Goldwyn-Mayer Studios dari tahun 1940 hingga tahun 1958. Pada era inilah Tom & Jerry berhasil memenangkan kategori Best Animated Short Film di ajang Academy Awards sebanyak tujuh kali. Tom & Jerry: The Movie yang diarahkan oleh Phil Roman dan dirilis pada tahun 1992 menjadi film pertama dari seri Tom & Jerry yang ditayangkan di layar bioskop. Hampir tiga dekade kemudian, Warner Bros. Pictures mencoba membangkitkan kembali kepopuleran Tom & Jerry dengan memproduksi sebuah film berjudul sama yang menempatkan karakter animasi Tom dan Jerry pada gambaran kehidupan nyata sebagai latar belakang pengisahannya. Continue reading Review: Tom & Jerry (2021)

Review: Blumhouse’s Fantasy Island (2020)

Merupakan kali kedua Jeff Wadlow mengarahkan film yang diproduksi oleh Blumhouse Productions setelah Blumhouse’s Truth or Dare (2018), Blumhouse’s Fantasy Island bercerita tentang seorang pengusaha, Mr. Roarke (Michael Peña), yang berniat untuk mempromosikan hotel serta pulau yang ia kelola dengan cara mengundang sejumlah orang untuk datang dan menjanjikan bahwa setiap mimpi dan fantasi mereka akan terwujud selama berada di pulau tersebut. Lewat sebuah sayembara, terpilihlah Gwen Olsen (Maggie Q) yang berharap bahwa segala penyesalannya dari masa lalu dapat terhapus; Melanie Cole (Lucy Hale) yang berharap dirinya dapat membalaskan dendam terhadap teman masa sekolahnya, Sloane Maddison (Portia Doubleday), yang selalu melakukan hal-hal buruk kepada dirinya; Patrick Sullivan (Austin Stowell) yang berharap dapat mewujudkan mimpinya untuk menjadi seorang tentara; serta dua bersaudara, JD (Ryan Hansen) dan Brax (Jimmy O. Yang), yang bermimpi untuk menjadi seorang jutawan. Tanpa disangka, berbagai mimpi dan fantasi tersebut dapat terwujud. Namun, di saat yang bersamaan, terwujudnya mimpi dan fantasi tersebut kemudian menghadirkan sebuah konsekuensi yang dapat membahayakan hidup. Continue reading Review: Blumhouse’s Fantasy Island (2020)

Review: Dora and the Lost City of Gold (2019)

Menyusul deretan serial animasi yang diproduksi oleh saluran televisi asal Amerika Serikat, Nickelodeon, seperti Rugrats, Jimmy Neutron, Hey Arnold!, The Wild Thornberrys, hingga SpongeBob SquarePants, Dora the Explorer kini turut diadaptasi menjadi sebuah presentasi cerita film layar lebar. Berbeda dengan serial animasi yang telah disebutkan sebelumnya, adaptasi Dora the Explorer mendapatkan perlakukan yang sedikit berbeda. Alih-alih disajikan tetap dengan teknik pengisahan animasi, kisah terbaru Dora the Explorer dihadirkan sebagai live-action namun dengan mempertahankan karakter-karakter ikoniknya serta tata cerita khasnya yang telah begitu familiar. Hasilnya, film yang kemudian diberi judul Dora and the Lost City of Gold dan diarahkan oleh James Bobin (The Muppets, 2011) ini berhasil menghadirkan kesegaran penceritaan yang akan cukup mampu menarik perhatian para penonton dewasa dan, di saat yang bersamaan, juga tetap tampil begitu menghibur bagi para penonton muda yang memang menjadi target pasar filmnya. Continue reading Review: Dora and the Lost City of Gold (2019)

Review: Ant-Man and the Wasp (2018)

Seperti ukuran tubuhnya, keberadaan Ant-Man (Peyton Reed, 2015) dalam semesta penceritaan film-film Marvel memang seringkali terasa seperti sajian selingan yang dihadirkan guna mengisi keberadaan waktu renggang. Tidak pernah benar-benar menjadi menu utama maupun ditempatkan pada garda terdepan barisan seri film Marvel Cinematic Universe. Beruntung, Reed – dengan bantuan naskah cerita apik yang digarap oleh Edgar Wright, Joe Cornish, Adam McKay, dan bintang utama film ini, Paul Rudd – mampu memberikan pengarahan yang begitu bertenaga. Pemberian fokus pada sisi komedi yang lebih besar jika dibandingkan dengan film-film Marvel Cinematic Universe lainnya juga menjadikan Ant-Man terasa sebagai sebuah sentuhan manis yang menyegarkan. Keikutsertaan karakter Scott Lang/Ant-Man (Rudd) dalam Captain America: Civil War (Anthony Russo, Joe Russo, 2016) juga kemudian semakin memantapkan posisi karakter pahlawan super berukuran mini tersebut dalam jajaran pahlawan super milik Marvel Studios – meskipun jelas masih berada cukup jauh untuk mencapai posisi yang ditempati karakter-karakter seperti Captain America, Iron Man, atau bahkan Thor dan Hulk. Continue reading Review: Ant-Man and the Wasp (2018)

Review: A Wrinkle in Time (2018)

Ketika dirilis perdana pada tahun 1962, buku A Wrinkle in Time yang ditulis oleh novelis asal Amerika Serikat, Madeleine L’Engle, mampu mencuri perhatian dan memicu perbincangan di kalangan pecinta literatur dunia berkat struktur penceritaan buku tersebut yang membaurkan tema-tema seperti fantasi, agama, fiksi ilmiah, serta berbagai isu sosial yang memang sedang hangat dibicarakan di saat tersebut. Berkat penceritaan L’Engle yang apik, A Wrinkle in Time kemudian berhasil memenangkan banyak penghargaan di bidang sastra sekaligus menjadi salah satu buku paling popular dan berpengaruh di lingkungan sastra Amerika Serikat. Kepopuleran A Wrinkle in Time – yang nantinya dilanjutkan L’Engle lewat empat seri buku berikutnya – lantas membuat buku tersebut diadaptasi ke berbagai bentuk medium, mulai dari buku audio, novel grafis, drama panggung, opera, hingga film televisi. Yang terbaru, Walt Disney Pictures – rumah produksi yang juga memproduksi adaptasi film televisi dari A Wrinkle in Time (John Kent Harrison, 2003) – berusaha untuk menterjemahkan kekuatan cerita A Wrinkle in Time ke dalam bentuk film layar lebar dengan arahan dari sutradara Ava DuVernay (Selma, 2014). Continue reading Review: A Wrinkle in Time (2018)

Review: 12 Strong (2018)

12 Strong jelas bukanlah film produksi Hollywood perdana yang membawakan tema mengenai serangan teroris ke Amerika Serikat pada 11 September 2001. Namun, berbeda dengan film-film seperti Flight 93 (Paul Greengrass, 2006), World Trade Center (Oliver Stone, 2006), Remember Me (Allen Coulter, 2010), atau Extremely Loud and Incredibly Closer (Stephen Daldry, 2011) yang membawa penontonnya ke detik-detik terjadinya tragedi tersebut, 12 Strong menghadirkan sebuah kisah nyata yang tidak banyak diketahui publik tentang pengiriman tim militer Amerika Serikat ke Afghanistan untuk menemukan sosok yang berada di balik serangan teror tersebut. Merupakan debut pengarahan dari Nicolai Fuglsig, 12 Strong mendapatkan dukungan solid dari deretan pengisi departemen aktingnya yang mampu menciptakan deretan karakter yang tampil begitu meyakinkan. Sayangnya, dengan durasi pengisahan yang mencapai 129 menit dan tema pengisahan yang sebenarnya memiliki susunan intrik yang kuat, 12 Strong justru gagal hadir dengan jalinan cerita yang lebih mengikat. Continue reading Review: 12 Strong (2018)

Review: The LEGO Ninjago Movie (2017)

The LEGO Ninjago Movie merupakan film sempalan kedua bagi The LEGO Movie (Phil Lord, Christopher Miller, 2014) setelah The LEGO Batman Movie arahan Chris McKay yang dirilis pada awal tahun ini. Filmnya sendiri berkisah mengenai sekelompok remaja, Lloyd Gamadon (Dave Franco), Kai (Michael Peña), Jay (Kumail Nanjiani), Nya (Abbi Jacobson), Zane (Zach Woods), dan Cole (Fred Armisen), yang dilatih oleh seorang ahli bela diri bernama Master Wu (Jackie Chan) dan kemudian bergabung menjadi sebuah kelompok ninja yang berusaha melindungi kota Ninjago tempat mereka tinggal dari serangan Lord Garmadon (Justin Theroux) – yang merupakan ayah kandung dari Lloyd Garmadon. Namun, Lloyd Garmadon harus mengenyampingkan konflik pribadi antara dirinya dengan sang ayah ketika sebuah kekuatan jahat baru datang dari sosok bernama Meowthra yang bersiap untuk menghancurkan Ninjago dengan kekuatan yang lebih dahsyat dari Lord Garmadon dan pasukannya. Continue reading Review: The LEGO Ninjago Movie (2017)

Review: Collateral Beauty (2016)

How do you cope with grief and loss of your loved one? Dalam film terbaru arahan David Frankel (The Devil Wears Prada, 2006), Collateral Beauty, Will Smith berperan sebagai seorang eksekutif periklanan bernama Howard Inlet yang sedang berada dalam masa duka akibat kehilangan puteri satu-satunya yang meninggal dunia. Rasa duka tersebut telah merubah diri Howard sepenuhnya. Howard yang dulu adalah sosok pemimpin perusahaan yang optimistis dan mampu mendorong semangat orang-orang yang berada di sekitarnya kini berubah menjadi seseorang yang penyendiri, tertutup dan hampir tidak pernah berkomunikasi lagi dengan siapapun termasuk orang-orang terdekatnya. Perubahan tersebut secara perlahan akhirnya mempengaruhi kestabilan perusahaan yang dipimpin oleh Howard. Continue reading Review: Collateral Beauty (2016)

Review: Ant-Man (2015)

ant-man-posterJika barisan pahlawan super dan berbagai varian yang telah dikenal selama ini masih belum mampu memuaskan Anda… wellmeet Ant-Man. Seperti halnya Captain America: The Winter Soldier (Anthony Russo dan Joe Russo, 2014) atau Guardians of the Galaxy (James Gunn, 2014) atau Avengers: Age of Ultron (Joss Whedon, 2015), Ant-Man juga merupakan satu karakter pahlawan super yang kisahnya diadaptasi dari seri komik terbitan Marvel Comics. Pertama kali dirilis ke hadapan publik pada tahun 1962, usaha untuk mengangkat kisah Ant-Man ke layar lebar sendiri telah dimulai semenjak akhir tahun 1980an. Namun, baru semenjak tahun 2003 ketika sutradara Edgar Wright (Scott Pilgrim vs. The World, 2010) bersama dengan rekan penulis naskahnya, Joe Cornish, memulai usaha untuk membangun penceritaan untuk Ant-Man, adaptasi kisah untuk versi layar lebar dari Ant-Man baru mulai benar-benar berjalan. Dengan naskah cerita final yang juga dibantu oleh sentuhan komedi Adam McKay (The Other Guys, 2010) dan Paul Rudd, Ant-Man akhirnya memulai masa produksinya pada akhir tahun 2014 dengan arahan sutradara Peyton Reed (Yes Man, 2008) untuk dipersiapkan sebagai salah satu sentuhan akhir bagi fase kedua dari Marvel Cinematic Universe.

Jika Peter Parker adalah Spider-Man dan Steve Rogers adalah Captain America dan Bruce Banner adalah Hulk, maka Scott Lang (Paul Rudd) adalah kepribadian yang berada di balik kostum Ant-Man. Who’s Scott Lang? Scott Lang adalah seorang mantan narapidana yang kemudian dipilih oleh seorang ilmuwan bernama Hank Pym (Michael Douglas) untuk mengenakan kostum Ant-Man yang ia ciptakan. Dengan kostum tersebut, Scott Lang memiliki kekuatan untuk mengecilkan tubuhnya setara dengan ukuran… well… semut, obviously, sekaligus berbagai kekuatan lainnya. Hank Pym sendiri memberikan kostum Ant-Man tersebut pada Scott Lang bukannya tanpa alasan. Hank Pym berniat untuk menghalangi proyek mantan muridnya, Darren Cross (Corey Stoll), yang meniru formula Ant-Man yang diciptakannya untuk kemudian dijual kepada pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dan dapat mengancam perdamaian dunia.

Layaknya kebanyakan bagian awal dari sebuah seri film yang berkisah tentang seorang pahlawan super, Ant-Man juga menghabiskan sebagian durasi penceritaannya untuk menggali lebih dalam mengenai sosok karakter yang berada di balik tokoh Ant-Man sekaligus karakter-karakter lain yang berada di kehidupannya. Tentu, jika dibandingkan dengan kebanyakan film rilisan Marvel Studios sebelumnya yang tampil maksimal dalam penggarapan deretan adegan aksinya yang bombastis, tampilan Ant-Man yang hadir dengan ritme penceritaan yang sederhana dan lebih menekankan unsur drama akan memberikan sedikit kejutan bagi para penontonnya, khususnya mereka yang mungkin telah cukup familiar dengan film-film yang berada dalam Marvel Cinematic Universe. Buruk? Sama sekali tidak. Perubahan warna penceritaan yang dibawa Ant-Man justru memberikan kejutan yang menyegarkan sekaligus jeda yang mungkin memang dibutuhkan oleh sejenis.

Jangan khawatir. Ant-Man masih mampu menghadirkan deretan adegan aksi yang tergarap dengan cukup baik dalam banyak bagian penceritaannya. Namun, adalah unsur drama dan komedi yang menjadikan Ant-Man tampil begitu memikat. Jika selama ini unsur komedi hanya menjadi formula tambahan dalam film-film rilisan Marvel Studios, maka Ant-Man menjadikan formula tersebut sebagai bahan utamanya, meracik tiap adegan dan dialog dengan sentuhan komedi yang kental walaupun sama sekali tidak pernah melepaskan identitas sejatinya sebagai sebuah film bertemakan pahlawan super buatan Marvel Studios. Naskah cerita garapan Wright, Cornish, McKay dan Rudd mampu tersusun dengan baik untuk mengenalkan sang karakter pahlawan super kepada penonton. Begitu pula dengan eksekusi Reed atas naskah cerita tersebut yang – meskipun masih terasa datar pada bagian akhir paruh pertama hingga pertengahan paruh kedua penceritaan – menjadikan Ant-Man sebagai sebuah sajian kisah yang sangat menarik dan menghibur.

Kelihaian Marvel Studios dalam memilih deretan aktor yang tepat untuk menghidupkan karakter-karakter mereka juga sekali lagi menjadi poin keunggulan tersendiri bagi Ant-Man. Paul Rudd tampil begitu mengesankan sebagai Scott Lang/Ant-Man. Kharismanya yang kuat mampu membuat karakternya sebagai sosok pria/ayah/pahlawan super menjadi begitu humanis sekaligus mudah untuk disukai. Chemistry yang dijalin Rudd dengan para pemeran lain juga menjadikan naskah cerita Ant-Man yang cukup bergantung pada deretan dialognya tampil dinamis dalam presentasinya. Para pemeran pendukung seperti Michael Douglas, Evangeline Lilly hingga Corey Stoll juga hadir dengan penampilan akting yang prima. Namun adalah Michael Peña yang seringkali hadir dan mencuri perhatian dengan penampilan komikalnya. Peran Peña memang harus diakui cukup terbatas. Meskipun begitu, Peña mampu mengeksekusi setiap bagian kisahnya dengan begitu baik. [B-]

Ant-Man (2015)

Directed by Peyton Reed Produced by Kevin Feige Written by Edgar Wright, Joe Cornish, Adam McKay, Paul Rudd (screenplay), Edgar Wright, Joe Cornish (story), Stan Lee, Larry Lieber, Jack Kirby (comic book, Ant-Man) Starring Paul Rudd, Evangeline Lilly, Corey Stoll, Bobby Cannavale, Michael Peña, Tip “T.I.” Harris, Anthony Mackie, Wood Harris, Judy Greer, David Dastmalchian, Michael Douglas, John Slattery, Hayley Atwell, Abby Ryder, Gregg Turkington, Martin Donovan, Garrett Morris, Stan Lee, Chris Evans, Sebastian Stan, Hayley Lovitt Music by Christophe Beck Cinematography Russell Carpenter Edited by Dan Lebental, Colby Parker, Jr. Studio Marvel Studios Running time 117 minutes Country United States Language English

Review: Turbo (2013)

Turbo-header

Film teranyar rilisan DreamWorks Animation, Turbo, yang juga menjadi debut penyutradaraan bagi David Soren, berkisah mengenai seekor siput kebun bernama Theo (Ryan Reynolds) – atau yang lebih memilih untuk dipanggil dengan sebutan Turbo, yang bermimpi untuk menjadi pembalap terbaik di dunia, seperti halnya sang idola, Guy Gagne (Bill Hader) – seorang manusia. Masalahnya… well… Turbo adalah seekor siput yang semenjak lama memiliki takdir sebagai salah satu hewan dengan pergerakan tubuh paling lambat di dunia. Obsesinya tersebut kerap membuat Turbo menjadi bahan cemoohan bagi komunitas siput yang berada di sekitarnya, termasuk dari sang kakak, Chet (Paul Giamatti). Hal itulah yang kemudian mendorong Turbo untuk meninggalkan lokasi tempat tinggalnya dan memilih untuk mencari jalan hidupnya sendiri.

Continue reading Review: Turbo (2013)

Review: Gangster Squad (2013)

Diangkat berdasarkan kisah nyata yang terangkum dalam buku berjudul Tales from the Gangster Squad yang ditulis oleh Paul Lieberman, Gangster Squad mengisahkan mengenai usaha para anggota Los Angeles Police Department untuk mengenyahkan sekelompok penjahat yang dipimpin oleh Mickey Cohen (Sean Penn) dari Los Angeles pada sekitar tahun 1940an. Saat itu, Mickey Cohen dan kawanannya telah menjadi sosok penjahat yang begitu berpengaruh di masyarakat Los Angeles akibat keberhasilannya dalam merangkul banyak pejabat sekaligus para petinggi pihak kepolisian untuk selalu memuluskan maupun menghilangkan jejak kejahatannya. Obsesi Mickey Cohen sendiri tidak berhenti di Los Angeles. Ia beserta kawanannya mulai menyusun rencana untuk memperluas lagi jaringan kejahatannya hingga berbagai penjuru kota di Amerika Serikat maupun dunia.

Continue reading Review: Gangster Squad (2013)

Review: End of Watch (2012)

Film terbaru arahan sutradara David Ayer (Street Kings, 2008), End of Watch, sebenarnya memiliki premis cerita yang sangat sederhana: film ini berkisah mengenai kehidupan dua orang polisi Los Angeles Police Department dalam aktivitas harian maupun kehidupan pribadi mereka. Yang membuat End of Watch tampil berbeda adalah keputusan Ayer untuk menampilkan premis cerita tersebut dengan teknik penceritaan found footage dimana seluruh cerita yang dihadirkan dirangkai dari rentetan gambar yang terekam dalam kamera yang dipegang oleh karakter-karakter yang ada di dalam jalan cerita End of Watch. Keputusan tersebut jelas diambil oleh Ayer untuk menghantarkan sebuah jalan cerita yang dapat terasa lebih nyata. Namun… apakah Ayer benar-benar mampu melakukannya?

Continue reading Review: End of Watch (2012)