Tag Archives: Patrick Wilson

Review: Moonfall (2022)

Setelah Midway (2019), Patrick Wilson kembali tampil dalam film terbaru arahan Roland Emmerich, Moonfall. Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Emmerich bersama dengan Harald Kloser – yang merupakan produser dan penata musik regular di film-film arahan Emmerich namun juga turut menuliskan naskah cerita untuk 10,000 BC (2008) dan 2012 (2009) – dan Spenser Cohen (Extinction, 2018), Moonfall berkisah mengenai dua astronot, Jocinda Fowler (Halle Berry) dan Brian Harper (Wilson), yang berusaha menemukan cara untuk menyelamatkan Bumi ketika Bulan terdeteksi keluar dari orbitnya dan diprediksi akan segera menabrak Bumi. Bukan sebuah persoalan mudah karena keduanya juga harus melawan pemerintah Amerika Serikat yang lebih memilih untuk meledakkan Bulan tanpa memperhitungkan efeknya secara ilmiah bagi Bumi di masa yang akan datang. Dengan bantuan seorang pengamat teori konspirasi, K.C. Houseman (John Bradley), Jocinda Fowler dan Brian Harper mulai menyusun rencana mereka. Continue reading Review: Moonfall (2022)

Review: The Conjuring: The Devil Made Me Do It (2021)

Seri terbaru dari The Conjuring, The Conjuring: The Devil Made Me Do It, memiliki alur pengisahan yang diinspirasi dari kisah nyata akan kasus hukum yang dihadapi oleh seorang pemuda bernama Arne Cheyenne Johnson pada tahun 1981. Kasus yang dikenal dengan sebutan kasus “Devil Made Me Do It” tersebut menjadi perhatian publik Amerika Serikat (dan dunia) setelah Johnson yang menjadi tersangka dalam kasus tersebut melakukan pembelaan diri terhadap tindakan pembunuhan yang dituduhkan padanya dengan mengungkapkan bahwa dirinya sedang mengalami kesurupan ketika melakukan perbuatan kriminal tersebut. Dan, tentu saja, perhatian media semakin membesar ketika dua penyelidik paranormal popular, Ed dan Lorraine Warren, diketahui turut terlibat dari awal bermulanya kasus tersebut. Seperti halnya film-film lain dalam seri The Conjuring, The Conjuring: The Devil Made Me Do It melakukan sejumlah dramatisasi terhadap proses peradilan yang dijalani oleh Johnson dengan, tentunya, memberikan penekanan pada berbagai unsur horor dari kisah tersebut. Continue reading Review: The Conjuring: The Devil Made Me Do It (2021)

Review: Midway (2019)

Masih ingat dengan peristiwa pengeboman Pangkalan Angkatan Laut Pearl Harbor milik Amerika Serikat oleh Angkatan Laut Jepang di tahun 1941 yang lantas memicu keterlibatan langsung Amerika Serikat dalam Perang Dunia II? Atau… well… masih ingat dengan konflik yang dikisahkan oleh film Pearl Harbor (2001) arahan Michael Bay yang dibintangi Ben Affleck, Kate Beckinsale, dan Josh Hartnett yang mampu mengumpulkan pendapatan komersial sebesar lebih dari US$450 juta terlepas dari kritikan tajam yang dialamatkan oleh banyak kritikus film dunia? Midway menghadirkan kisah bersejarah tentang keberhasilan Angkatan Laut Amerika Serikat untuk meredam serangan Angkatan Laut Jepang di Kepulauan Midway yang terjadi enam bulan setelah terjadinya serangan terhadap Pangkalan Angkatan Laut Pearl Harbor. Pertempuran Midway mungkin tidak sepopular Pengeboman Pearl Harbor bagi kebanyakan masyarakat dunia namun, tetap saja, kisah kepahlawanan pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat dalam melawan serangan pasukan Jepang masih layak untuk diceritakan. Continue reading Review: Midway (2019)

Review: Annabelle Comes Home (2019)

Masih ingat dengan momen ketika pasangan penyelidik masalah-masalah paranormal, Ed (Patrick Wilson) dan Lorraine Warren (Vera Farmiga), membantu dua orang mahasiswi yang merasa kehidupan mereka terganggu oleh sesosok boneka bernama Annabelle yang menjadi adegan pembuka The Conjuring (James Wan, 2013)? WellAnnabelle Comes Home akan berkisah tentang bagaimana kehadiran boneka “berkekuatan mistis” tersebut mempengaruhi kehidupan Ed dan Lorraine Warren serta puteri tunggal mereka, Judy Warren (Mckenna Grace). Berlatar belakang waktu pengisahan satu tahun semenjak Ed dan Lorraine Warren membawa boneka Annabelle untuk disimpan di rumah mereka, Judy Warren merasakan bahwa ada hal-hal aneh yang mulai mengganggu kesehariannya. Gangguan tersebut semakin hebat ketika dirinya ditinggal oleh kedua orangtuanya dan dititipkan pada dua orang gadis remaja, Mary Ellen (Madison Iseman) dan Daniela Rios (Katie Sarife), yang ditugaskan untuk mengasuhnya. Judy Warren, Mary Ellen, dan Daniela Rios harus menemukan cara agar dapat bertahan dari berbagai serangan kekuatan supranatural sembari menunggu kepulangan Ed dan Lorraine Warren. Continue reading Review: Annabelle Comes Home (2019)

Review: Aquaman (2018)

Cukup wajar jika DC Films dan Warner Bros. Pictures menggantungkan banyak harapan mereka kepada Aquaman. Selepas kegagalan beruntun dari Man of Steel (Zack Snyder, 2013), Batman v. Superman: Dawn of Justice (Snyder, 2016), dan Suicide Squad (David Ayer, 2016) dalam meraih dukungan dari para kritikus film dunia – serta ditanbah dengan tanggapan yang cenderung medioker dari pada penggemar komik rilisan DC Comics, yang kemudian diikuti oleh melempemnya performa Justice League (Snyder, 2017) – yang tercatat menjadi film dengan capaian kesuksesan komersial paling rendah dalam seri film DC Extended Universe, keberadaan Aquaman jelas krusial untuk membangkitkan kembali tingkat kepercayaan sekaligus ketertarikan publik pada deretan pahlawan super buatan DC Comics. Atau, setidaknya, Aquaman haruslah mampu mencapai tingkatan kualitas yang berhasil diraih Wonder Woman (Patty Jenkins, 2017) yang hingga saat ini menjadi satu-satunya film dari DC Extended Universe yang berhasil meraih kesuksesan baik secara kritikal maupun komersial. Dengan ambisi besar tersebut, jelas tidak mengherankan jika Aquaman digarap megah dalam kualitas produksinya namun, seperti halnya Wonder Woman, tetap menyajikan keintiman cerita dalam hal penggalian kisah dasar mengenai sang karakter utama film ini. Continue reading Review: Aquaman (2018)

Review: The Nun (2018)

Setelah Annabelle (John R. Leonetti, 2014) dan Annabelle: Creation (David F. Sandberg, 2017), usaha James Wan untuk melebarkan wilayah pengisahan The Conjuring Universe kini ditambah dengan kehadiran The Nun. Seperti halnya Annabelle dan Annabelle: Creation – yang menggali lebih dalam mengenai pengisahan salah satu karakter supranatural yang hadir dalam jalan cerita The Conjuring (Wan, 2013), The Nun juga memberikan penontonnya sudut pengisahan yang lebih luas mengenai salah satu karakter supranatural bernama Valak yang sebelumnya ditampilkan – dan mencuri perhatian – pada presentasi cerita The Conjuring 2 (Wan, 2016). Diarahkan oleh Corin Hardy (The Hallow, 2015) berdasarkan naskah cerita yang ditulis oleh Gary Dauberman (It, 2017), The Nun mampu menyajikan atmosfer horor yang cukup mencekam meskipun gagal untuk berkisah dengan lebih tajam akibat kehambaran dan ketidaktegasan tujuan dari pengisahan film ini secara keseluruhan. Continue reading Review: The Nun (2018)

Review: The Commuter (2018)

Dalam film teranyarnya bersama sutradara Jaume Collet-Serra (The Shallows, 2016), The Commuter, Liam Neeson berperan sebagai sosok pria paruh baya yang terjebak dalam situasi sulit yang membuatnya seringkali harus terlibat dalam banyak adegan adu fisik yang intens. Yes. You’ve been here before. Sosok karakter yang terdengar familiar karena Neeson pada dasarnya memerankan karakter yang hampir serupa dengan karakter-karakter yang dahulu ia perankan dalam Unknown (2011), Non-Stop (2014), dan Run All Night (2015) yang juga diarahkan oleh Collet-Serra. So what makes The Commuter different then? Tidak banyak. Bahkan, meskipun tetap didampingi penampilan prima dari Neeson, The Commuter gagal untuk hadir dengan pengarahan yang mampu membuat laju penceritaan film ini mengikat kuat para penontonnya. Continue reading Review: The Commuter (2018)

Review: Insidious: The Last Key (2018)

Diarahkan oleh Adam Robitel – yang filmografinya diisi oleh film-film horor seperti The Taking of Deborah Logan (2014) dan Paranormal Activity: The Ghost Dimension (2015), film keempat dalam seri film Insidious, Insidious: The Last Key, kini menempatkan karakter Elise Rainier yang diperankan oleh Lin Shaye pada garda terdepan jajaran pengisi departemen aktingnya. Jelas suatu hal yang tidak mengherankan mengingat naskah cerita Insidious: The Last Key berusaha menyelami karakter Elise Rainier secara personal yang sekaligus menjadikan film ini sebagai bagian pertama dari seri film Insidious jika dirunut berdasarkan kronologi pengisahannya. Shaye memang mampu menjadikan karakter yang ia perankan tampil begitu mengikat namun, sayangnya, naskah garapan Leigh Whannell tidak pernah bergerak dari berbagai taktik horor yang sebelumnya telah diterapkan oleh film-film Insidious sebelumnya. Hasilnya, Insidious: The Last Key berakhir sebagai sebuh presentasi cerita yang cenderung monoton dan membosankan. Continue reading Review: Insidious: The Last Key (2018)

Review: Insidious: Chapter 2 (2013)

indisious-chapter-2-header

Dengan keberhasilan luar biasa yang didapatkan oleh Insidious (2011), baik secara kritikal maupun komersial – dimana film horor tersebut berhasil meraih pendapatan lebih dari US$97 juta dari biaya produksi yang hanya berjumlah US$1.5 juta, jelas tidak mengherankan untuk melihat Jason Blum, Oren Peli, James Wan dan Leigh Whannell kembali bekerjasama dan berusaha mengulang kembali kesuksesan tersebut. Hey! It’s Hollywood! Seperti yang dapat ditangkap dari judul film ini, Insidious: Chapter 2 adalah lanjutan langsung dari Insidious yang mencoba untuk lebih mendalami berbagai misteri yang terjadi pada karakter-karakter utamanya. Namun, sayangnya, daripada memberikan presentasi yang lebih kuat dari jalan cerita yang telah terbangun apik di seri awalnya, Wan dan Whannell justru terperangkap dengan formula penceritaan yang kembali berulang dan membuat Insidious: Chapter 2 kehilangan seluruh kejutan serta kesegaran daya tarik ceritanya.

Continue reading Review: Insidious: Chapter 2 (2013)

Review: The Conjuring (2013)

Nama James Wan mungkin selamanya akan dikenal sebagai seorang penulis naskah sekaligus sutradara dari film Saw (2004) – sebuah film thriller yang sukses mencuri perhatian penikmat film dunia dan lalu berkembang menjadi sebuah franchise yang berisikan tujuh seri film sekaligus menyebarkan kembali virus torture porn di kalangan pembuat film Hollywood lainnya. Pun begitu, seperti yang dapat disaksikan lewat Dead Silence (2007) dan Insidious (2011), Wan kemudian memilih untuk menyajikan kengerian dalam film-film yang ia hadirkan berikutnya lewat formula horor tradisional yang lebih mengutamakan atmosfer penceritaan yang mencekam, intensitas ketegangan yang terjaga serta kejutan-kejutan horor daripada deretan adegan yang dipenuhi kekerasan, simbahan darah maupun potongan tubuh para karakter yang ada di dalam jalan cerita. Film teranyar arahan Wan, The Conjuring, sekali lagi mencoba untuk mengeksplorasi formula horor tradisional tersebut dalam memaparkan dua tema penceritaan horor yang familiar – rumah berhantu dan aksi pengusiran setan – dan menggabungkannya menjadi sebuah kesatuan cerita yang mampu menghadirkan rasa ketakutan mendalam pada setiap penontonnya.

Continue reading Review: The Conjuring (2013)

Review: Prometheus (2012)

Hollywood sepertinya belum akan berhenti untuk mengeksplorasi mengenai asal usul mengenai darimana kehidupan manusia berasal. Setelah Terrence Malick tahun lalu menyajikan The Tree of Life yang syahdu, kini giliran Ridley Scott yang melakukannya lewat Prometheus. Prometheus merupakan film pertama yang diarahkan oleh Scott setelah merilis Robin Hood pada tahun 2010 lalu sekaligus menandai kembalinya Scott ke genre science fiction setelah dalam dua dekade terakhir terus menerus mengarahkan film-film drama – yang kemudian berhasil memberikannya tiga nominasi Best Director di ajang Academy Awards untuk Thelma and Louise (1991), Gladiator (2000) dan Black Hawk Down (2001).

Continue reading Review: Prometheus (2012)

Review: Young Adult (2011)

Mavis Gary (Charlize Theron) is a piece of work. Terkenal atas kecerdasan yang didukung dengan penampilan fisik yang sangat menunjang, Mavis adalah gadis yang sangat populer di masa sekolahnya. Reputasi tersebut berhasil membuat Mavis mendefinisikan istilah “dibenci karena banyak orang yang ingin menjadi dirinya” dengan baik. Dan Mavis sadar akan segala kelebihannya tersebut, yang acapkali membuat dirinya hadir dengan sikap yang begitu egois. Kini, di usia yang telah menginjak 37 tahun, Mavis masih mampu mempertahankan keindahan penampilan fisiknya – walau ia sekarang harus menghadapi fakta bahwa banyak helai rambutnya mulai mengalami kerontokan – serta kepribadian yang tetap tidak berubah. Kesuksesannya sebagai penulis bayangan dari satu seri novel populer juga semakin memperbesar ego Mavis.

Continue reading Review: Young Adult (2011)

Review: The Ledge (2011)

Adalah sangat mudah untuk mengetahui mengapa naskah cerita The Ledge yang ditulis oleh Matthew Chapman (Runaway Jury, 2003) mampu menarik nama-nama seperti Patrick Wilson, Liv Tyler, Charlie Hunnam dan Terrence Howard untuk membintangi film ini. Di atas kertas, The Ledge terdengar sebagai sebuah film yang cerdas, yang (sekali lagi) mempertentangkan dua pemikiran antara kaum relijius dan kaum atheis sekaligus tetap mempertahankan sisi drama romansa kisahnya melalui jalinan hubungan yang terjadi antara setiap karakter di film ini. Sayangnya, ketika jalan cerita tersebut diwujudkan dalam bentuk cerita audio visual sepanjang 100 menit, The Ledge terlihat begitu terbata-bata dalam penceritaannya, dengan deretan karakter yang terkesan begitu stereotype serta alur cerita yang menghabiskan cukup banyak waktu untuk akhirnya dapat tampil relevan bagi para penontonnya.

Continue reading Review: The Ledge (2011)