Tag Archives: Amber Heard

Review: Zack Snyder’s Justice League (2021)

Para penikmat film dunia, khususnya mereka yang menggemari film-film bertemakan pahlawan super yang berada dalam semesta pengisahan DC Extended Universe, jelas telah familiar dengan sejumlah drama yang terjadi di balik layar proses produksi hingga perilisan Justice League (Zack Snyder, 2017). Dihinggapi berbagai permasalahan selama proses produksinya, mulai dari naskah cerita yang terus mengalami penulisan ulang hingga isu bahwa Warner Bros. Pictures tidak menyukai produk final yang dihasilkan, Snyder kemudian memilih untuk melepaskan tugasnya sebagai sutradara ketika Justice League sedang berada dalam tahap pascaproduksi setelah dirinya harus berhadapan dengan sebuah tragedi yang menimpa keluarganya. Warner Bros. Pictures lantas menunjuk Joss Whedon (The Avengers, 2012) untuk mengisi posisi serta melanjutkan proses pembuatan film yang ditinggalkan Snyder. Continue reading Review: Zack Snyder’s Justice League (2021)

Review: Aquaman (2018)

Cukup wajar jika DC Films dan Warner Bros. Pictures menggantungkan banyak harapan mereka kepada Aquaman. Selepas kegagalan beruntun dari Man of Steel (Zack Snyder, 2013), Batman v. Superman: Dawn of Justice (Snyder, 2016), dan Suicide Squad (David Ayer, 2016) dalam meraih dukungan dari para kritikus film dunia – serta ditanbah dengan tanggapan yang cenderung medioker dari pada penggemar komik rilisan DC Comics, yang kemudian diikuti oleh melempemnya performa Justice League (Snyder, 2017) – yang tercatat menjadi film dengan capaian kesuksesan komersial paling rendah dalam seri film DC Extended Universe, keberadaan Aquaman jelas krusial untuk membangkitkan kembali tingkat kepercayaan sekaligus ketertarikan publik pada deretan pahlawan super buatan DC Comics. Atau, setidaknya, Aquaman haruslah mampu mencapai tingkatan kualitas yang berhasil diraih Wonder Woman (Patty Jenkins, 2017) yang hingga saat ini menjadi satu-satunya film dari DC Extended Universe yang berhasil meraih kesuksesan baik secara kritikal maupun komersial. Dengan ambisi besar tersebut, jelas tidak mengherankan jika Aquaman digarap megah dalam kualitas produksinya namun, seperti halnya Wonder Woman, tetap menyajikan keintiman cerita dalam hal penggalian kisah dasar mengenai sang karakter utama film ini. Continue reading Review: Aquaman (2018)

Review: 3 Days to Kill (2014)

3 Days to Kill (3DTK/EuropaCorp/Feelgood Entertainment/Paradise/MGN/Relativity Media/Wonderland Sound and Vision, 2014)
3 Days to Kill (3DTK/EuropaCorp/Feelgood Entertainment/Paradise/MGN/Relativity Media/Wonderland Sound and Vision, 2014)

Tidak membutuhkan waktu lama untuk menyadari bahwa 3 Days to Kill adalah sebuah film yang memiliki sentuhan Luc Besson di dalam penceritaannya – adegan aksi di jalanan kota Paris, karakter protagonis utama dengan kemampuan intelijen dan bela diri yang luar biasa serta sekelumit kisah keluarga yang kemudian membungkus adegan dan karakter tersebut. Bayangkan garis merah yang terdapat pada presentasi cerita Taken (2008), Colombiana (2011) atau The Family (2013) dan Anda akan dengan mudah memahami apa yang disampaikan Besson dalam film yang dibintangi Kevin Costner ini. Juga sama seperti ketiga film tersebut, Besson hanya bertindak sebagai penulis naskah bagi 3 Days to Kill bersama Adi Hasak dengan McG (This Means War, 2012) duduk di kursi penyutradaraan. Well… jika Anda siap untuk bersenang-senang bersama sebuah film aksi dengan sentuhan drama keluarga a la Besson, maka 3 Days to Kill kemungkinan besar akan mampu memuaskan Anda.

Continue reading Review: 3 Days to Kill (2014)

Review: The Rum Diary (2011)

Hampir satu dekade semenjak Johnny Depp menginjakkan kakinya di franchise Pirates of the Caribbean (2003 – 2011) dengan memerankan karakter Captain Jack Sparrow yang ikonik itu. Semenjak kesuksesan komersial empat seri franchise tersebut, harus diakui imej Depp secara perlahan berubah – dari seorang aktor watak yang gemar untuk berperan dalam film-film drama independen menjadi seorang sosok aktor dengan nama yang paling dapat dijual untuk menghasilkan keuntungan komersial sebuah film. Tidak salah memang jika seorang aktor lebih memilih untuk berperan dalam film-film blockbuster yang diproduksi murni untuk mengejar kesuksesan komersial belaka. Namun efek negatifnya, nama dan kemampuan aktng Depp secara perlahan mulai terlihat stagnan dan menjemukan, khususnya bagi kalangan kritikus film dunia.

Continue reading Review: The Rum Diary (2011)

Review: The Ward (2010)

Hampir satu dekade berlalu semenjak John Carpenter merilis film layar lebar terakhirnya, The Ghosts of Mars (2001). Dalam masa-masa itu, Carpenter lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menyutradarai satu episode dari sebuah serial televisi, menjadi produser untuk remake filmnya sendiri dan menyaksikan bagaimana Hollywood begitu berminat untuk melakukan reka ulang terhadap film-film yang dulu pernah ia sutradarai sekaligus menurunkan derajat kualitas film-film tersebut. Tragis. Namun, sepuluh tahun waktu berlalu dan John Carpenter akhirnya memutuskan bahwa sudah saatnya ia kembali duduk di kursi sutradara. Hasilnya… The Ward! Sebuah film horor yang akan dianggap cukup cerdas jika dunia belum pernah menyaksikan puluhan film lain yang memiliki jalan cerita menyerupai Shutter Island (2010) atau Belahan Jiwa (2006).

Continue reading Review: The Ward (2010)

Review: Drive Angry (2011)

Oh, Nicolas Cage! Salah satu aktor termuda yang pernah menjadi pemenang Academy Awards — dan dahulu sering dipandang sebagai salah satu aktor paling berbakat di generasinya — sepertinya terus berusaha untuk merendahkan talenta akting yang ia miliki dengan membintangi film-film dengan kualitas yang… well… tidak sebanding dengan bakat yang ia miliki. Setelah Season of the Witch di awal tahun – yang kembali mencetak catatan buruk baru dalam filmografi Cage, aktor berusia 47 tahun itu kini membintangi Drive Angry. Nicolas Cage dan sebuah film dalam format 3D memang terdengar sebagai sebuah cara yang buruk dalam menghabiskan uang Anda, namun Drive Angry merupakan sebuah film action yang cukup menyenangkan untuk disaksikan. Plus, dengan teknologi 3D yang cukup memuaskan. Shocking!

Continue reading Review: Drive Angry (2011)

Review: And Soon the Darkness (2010)

Mendengar premis And Soon the Darkness yang bercerita mengenai dua orang gadis yang berliburan ke sebuah tempat terpencil dan kemudian menyadari bahwa tempat tersebut mungkin akan menjadi tempat terakhir yang akan mereka kunjungi dalam kehidupan mereka mungkin akan mengingatkan banyak orang pada… well… banyak film horror remaja Hollywood lainnya. Walau begitu, And Soon the Darkness tidaklah sedangkal yang akan dibayangkan banyak orang. Dari segi kualitas memang masih cukup mengecewakan, namun setidaknya And Soon the Darkness berhasil menghindarkan para karakternya dari berbagai klise film horror remaja yang mengharuskan mereka untuk terjebak dalam berbagai jenis penyiksaan secara fisik dan seksual yang cukup mengganggu.

Continue reading Review: And Soon the Darkness (2010)

Review: The Joneses (2010)

Steve Jones (David Duchovny) mungkin adalah salah satu pria yang paling beruntung di dunia. Pria tampan ini memiliki segala hal yang diinginkan setiap pria dewasa lainnya. Ia memiliki istri yang cantik, Kate (Demi Moore), dua anak yang sempurna, Jenn (Amber Heard) dan Mick (Ben Hollingsworth), serta memiliki status finansial yang sangat berkecukupan. Karenanya, tidaklah mengherankan ketika keluarga Jones pindah ke sebuah lingkungan baru, masing-masing anggota keluarga tersebut dapat dengan cepat beradaptasi dan mendapatkan sekumpulan relasi baru.

Continue reading Review: The Joneses (2010)

Review: The Stepfather (2009)

Sepanjang tahun 2009, Hollywood banyak melakukan remake atau reboot terhadap banyak film-film bergenre horror/thriller klasik mereka. Judul-judul seperti My Bloody Valentine, Friday the 13th, The Last House on the Left hingga Sorority Row kembali menghiasi layar-layar bioskop dunia. Sayangnya, tak satupun dari judul-judul tersebut yang mampu berbicara banyak, baik secara kritikal maupun secara komersial.

Continue reading Review: The Stepfather (2009)