Para penikmat film dunia, khususnya mereka yang menggemari film-film bertemakan pahlawan super yang berada dalam semesta pengisahan DC Extended Universe, jelas telah familiar dengan sejumlah drama yang terjadi di balik layar proses produksi hingga perilisan Justice League (Zack Snyder, 2017). Dihinggapi berbagai permasalahan selama proses produksinya, mulai dari naskah cerita yang terus mengalami penulisan ulang hingga isu bahwa Warner Bros. Pictures tidak menyukai produk final yang dihasilkan, Snyder kemudian memilih untuk melepaskan tugasnya sebagai sutradara ketika Justice League sedang berada dalam tahap pascaproduksi setelah dirinya harus berhadapan dengan sebuah tragedi yang menimpa keluarganya. Warner Bros. Pictures lantas menunjuk Joss Whedon (The Avengers, 2012) untuk mengisi posisi serta melanjutkan proses pembuatan film yang ditinggalkan Snyder. Continue reading Review: Zack Snyder’s Justice League (2021)
Tag Archives: Kevin Costner
Review: Molly’s Game (2017)
Sebagai seorang penulis naskah, nama Aaron Sorkin jelas bukanlah nama yang asing bagi para penikmat film maupun serial televisi buatan Hollywood. Dikenal dengan ciri khas barisan karakter kuat yang hadir dengan dialog-dialog tajam yang disampaikan dengan cepat, Sorkin telah menuliskan beberapa naskah cerita yang begitu mengesankan dalam beberapa tahun terakhir: mulai dari naskah cerita untuk serial televisi seperti The West Wing (1999 – 2006) dan The Newsroom (2012 – 2014) hingga naskah cerita untuk film-film seperti A Few Good Man (Rob Reiner, 1992), The Social Network (David Fincher, 2010), Moneyball (Bennett Miller, 2011), dan Steve Jobs (Danny Boyle, 2015). Sorkin bahkan telah mengoleksi beberapa penghargaan Primetime Emmy Awards (untuk The West Wing) dan sebuah Academy Awards (untuk The Social Network) untuk naskah-naskah cerita garapannya. Untuk Molly’s Game sendiri, Sorkin melangkah ke sebuah wilayah yang belum pernah ia jalani sebelumnya: selain bertugas sebagai penulis naskah, Sorkin juga bertugas sebagai sutradara bagi film ini. Lalu bagaimana kinerja Sorkin dalam debut pengarahannya? Continue reading Review: Molly’s Game (2017)
Review: Hidden Figures (2016)
This review was originally published on January 02, 2017 and being republished as the movie hits Indonesian theaters today.
Berdasarkan naskah cerita yang digarap oleh Theodore Melfi dan Allison Schroeder yang mengadaptasi buku berjudul sama karya Margot Lee Shetterly, Hidden Figures berlatarbelakang di Amerika Serikat pada tahun 1960an. Pada saat tersebut, warga berkulit berwarna masih dipandang sebagai warga negara kelas dua dengan hak-hak sipil mereka masih seringkali terabaikan oleh negara. Dalam kondisi tersebut, tiga orang wanita berkulit berwarna dengan kemampuan Matematika yang handal, Katherine Johnson (Taraji P. Henson), Dorothy Vaughan (Octavia Spencer) dan Mary Jackson (Janelle Monáe), mulai meniti karir mereka di National Aeronautics and Space Administration. Jelas bukan persoalan mudah. Dengan warna kulit yang mereka miliki, ketiganya sering dipandang sebagai sosok yang tidak memiliki kemampuan apapun. Meskipun begitu, ketiganya tidak menyerah begitu saja. Dengan kecerdasan dan kemampuan yang mereka miliki, ketiganya kini tercatat sebagai tiga tokoh penting yang membantu NASA untuk mengorbitkan astronot pertama mereka, John Glenn (Glen Powell), ke angkasa luar. Continue reading Review: Hidden Figures (2016)
Review: 3 Days to Kill (2014)
Tidak membutuhkan waktu lama untuk menyadari bahwa 3 Days to Kill adalah sebuah film yang memiliki sentuhan Luc Besson di dalam penceritaannya – adegan aksi di jalanan kota Paris, karakter protagonis utama dengan kemampuan intelijen dan bela diri yang luar biasa serta sekelumit kisah keluarga yang kemudian membungkus adegan dan karakter tersebut. Bayangkan garis merah yang terdapat pada presentasi cerita Taken (2008), Colombiana (2011) atau The Family (2013) dan Anda akan dengan mudah memahami apa yang disampaikan Besson dalam film yang dibintangi Kevin Costner ini. Juga sama seperti ketiga film tersebut, Besson hanya bertindak sebagai penulis naskah bagi 3 Days to Kill bersama Adi Hasak dengan McG (This Means War, 2012) duduk di kursi penyutradaraan. Well… jika Anda siap untuk bersenang-senang bersama sebuah film aksi dengan sentuhan drama keluarga a la Besson, maka 3 Days to Kill kemungkinan besar akan mampu memuaskan Anda.
Review: Jack Ryan: Shadow Recruit (2014)
Seperti halnya Casino Royale (2006) bagi seri film James Bond, Jack Ryan: Shadow Recruit adalah sebuah film yang menandai dimulainya proses reboot untuk seri film Jack Ryan yang dahulu telah dimulai dengan The Hunt for Red October (1990) dan kemudian berlanjut dengan Patriot Games (1992), Clear and Present Danger (1994) serta The Sum of All Fears (2002) – yang juga dimaksudkan sebagai sebuah reboot namun kemudian gagal untuk mendapatkan pengembangan lebih lanjut. Sebagai sebuah seri yang akan menjadi dasar bagi kelanjutan kisah Jack Ryan berikutnya, Jack Ryan: Shadow Recruit harus diakui mampu memberikan kesempatan yang begitu luas bagi penonton untuk mengenal karakter yang diadaptasi dari seri novel karya Tom Clancy tersebut secara lebih dekat. Sayangnya, pengembangan cerita serta beberapa karakter pendukung yang dilakukan secara minimalis membuat Jack Ryan: Shadow Recruit terasa begitu medioker dan gagal tampil istimewa dalam penyampaian ceritanya.
Review: Man of Steel (2013)
Pertanyaan terbesar bagi kehadiran Man of Steel adalah jelas: Apakah keberadaan Christopher Nolan di belakang karakter pahlawan milik DC Comics ini mampu memanusiawikan karakter Superman seperti halnya yang pernah ia lakukan pada Batman melalui trilogi The Dark Knight (2005 – 2012)? Well… it works… at times. Bersama dengan penulis naskah David S. Goyer – yang juga merupakan penulis naskah dari trilogi The Dark Knight, Nolan mampu menyajikan sosok Kal-El/Clark Kent/Superman sebagai sosok yang membumi – meskipun Man of Steel dengan jelas menonjolkan sang pahlawan sebagai seorang yang asing di muka Bumi. Arahan sutradara Zack Snyder juga cukup berhasil membuat Man of Steel hadir sebagai sebuah presentasi film aksi yang mumpuni. Namun, dalam perjalanan untuk mengisahkan kembali masa lalu serta berbagai problema kepribadian yang dimiliki oleh Kal-El/Clark Kent/Superman tersebut, Man of Steel sayangnya hadir dengan karakter-karakter yang kurang tergali dengan baik, alur penceritaan yang terburu-buru serta – seperti kebanyakan film arahan Snyder lainnya, berusaha berbicara terlalu banyak namun gagal tereksekusi dengan baik.
Review: The Company Men (2010)
Setelah berkarir di dunia televisi sebagai seorang produser mulai dari tahun 1987 dan menghasilkan serial-serial berkelas seperti The West Wing (1999-2006) dan ER (1994-2009), tahun 2010 menjadi tahun yang cukup bersejarah bagi John Wells ketika ia akhirnya memutuskan untuk melakukan debut penyutradaraannya lewat The Company Men. Seperti Up in the Air (2009) yang membahas mengenai efek krisis ekonomi Amerika Serikat terhadap para pekerja di negara tersebut, The Company Men juga melakukan observasi yang sama terhadap tema tersebut. Namun, The Company Men melakukan observasi tersebut secara lebih mendalam dan menarik kisahnya langsung dari sisi para pekerja yang mengalami pemecatan tersebut.