Tag Archives: Charlie Hunnam

Review: The Gentlemen (2020)

Digarap dengan nada pengisahan yang setara dengan Lock, Stock and Two Smoking Barrels (1998) dan Snatch (2000) yang dahulu begitu berhasil mempopulerkan nama Guy Ritchie kepada banyak penikmat film dunia, The Gentlemen berkisah mengenai seorang pemilik bisnis ganja terbesar di kota London, Inggris, bernama Mickey Pearson (Matthew McConaughey) yang kini berniat untuk pensiun agar dirinya dapat beristirahat dengan tenang bersama sang istri, Rosalind Pearson (Michelle Dockery). Atas keputusannya tersebut, Mickey Pearson lantas menawarkan bisnis ganjanya kepada seorang milyuner asal Amerika Serikat, Matthew Berger (Jeremy Strong), dengan harga sebesar US$400 juta. Di saat yang bersamaan, seorang pimpinan kelompok kriminal yang dikenal dengan sebutan Dry Eye (Henry Golding) juga menawarkan diri untuk membeli bisnis ganja milik Mickey Pearson – sebuah tawaran yang ditolak oleh Mickey Pearson karena dirinya tidak menyukai sosok Dry Eye. Tidak disangka, penolakan Mickey Pearson terhadap Dry Eye menimbulkan berbagai intrik dan gejolak bisnis yang, tentunya, seringkali berujung pada kematian. Continue reading Review: The Gentlemen (2020)

Review: Papillon (2018)

Jika judul film ini terdengar cukup familiar bagi Anda… well… hal itu mungkin disebabkan karena sebagian naskah cerita film ini diadaptasi dari buku otobiografi popular berjudul Papillon (1969) yang ditulis oleh Henri Charrière berdasarkan kisah nyata usahanya untuk melarikan diri dari penjara yang dikelola oleh pemerintah Perancis yang berlangsung selama lebih dari 14 tahun. Sebelumnya, pengalaman fantastis Charrière tersebut juga pernah difilmkan oleh Franklin J. Schaffner dengan judul Papillon. Dibintangi oleh Steve McQueen dan Dustin Hoffman, Papillon berhasil mendapatkan pujian luas dari para kritikus film dunia, sebuah nominasi di kategori Best Music, Original Dramatic Score untuk tata musik ikonik garapan Jerry Goldsmith pada ajang The 46th Annual Academy Awards, serta kesuksesan komersial yang luar biasa ketika dirilis pada tahun 1973. Rentetan keberhasilan tersebut kini coba dirangkai ulang oleh sutradara asal Denmark, Michael Noer (Northwest, 2013), dengan memberikan interpretasi baru bagi pengalaman hidup Charrière. Continue reading Review: Papillon (2018)

The 20 Best Movie Performances of 2017

What makes an acting performance so remarkable and/or memorable? Kemampuan seorang aktor untuk menghidupkan karakternya dan sekaligus menghantarkan sentuhan-sentuhan emosional yang dirasakan sang karakter jelas membuat sebuah penampilan akan mudah melekat di benak para penontonnya. Kadang bahkan jauh seusai penonton menyaksikan penampilan tersebut. Penampilan tersebut, tentu saja, tidak selalu membutuhkan momen-momen emosional megah nan menggugah. Bahkan, pada beberapa kesempatan, tidak membutuhkan durasi penampilan yang terlalu lama.

Berikut adalah dua puluh – well… dua puluh lima, untuk tepatnya – penampilan akting yang paling berkesan dalam sebuah film yang dirilis di sepanjang tahun 2017, termasuk sebuah penampilan yang At the Movies pilih sebagai Performance of the Year. Disusun secara alfabetis. Continue reading The 20 Best Movie Performances of 2017

Review: The Lost City of Z (2017)

Dengan film-film seperti The Immigrant (2013), Two Lovers (2008) atau We Own the Night (2007) berada dalam filmografinya, The Lost City of Z jelas merupakan sebuah wilayah pengarahan yang jauh berbeda bagi seorang James Gray. Berbeda dengan film-film arahan Gray sebelumnya yang memiliki nada pengisahan drama dengan latar kota New York dan desain produksi minimalis, The Lost City of Z merupakan sebuah petualangan berskala epik yang membutuhkan garapan produksi yang megah. Beruntung, tantangan tersebut bukanlah sebuah masalah besar bagi pengarahan cerdas seperti yang selalu ditunjukkan oleh Gray dalam film-filmnya. Dengan kehandalannya, Gray mampu mengeksekusi film ini menjadi sebuah presentasi yang puitis sekaligus begitu mengikat secara emosional serta tampil dengan deretan keindahan gambar yang sangat membuai. Sebuah pencapaian yang menjadikan The Lost City of Z sebagai film terbaik arahan Gray hingga saat ini. Continue reading Review: The Lost City of Z (2017)

Review: King Arthur: Legend of the Sword (2017)

Kisah King Arthur dan pedang legendarisnya, Excalibur, jelas merupakan salah satu kisah yang familiar bagi kebanyakan umat manusia yang ada di permukaan Bumi. Tidak hanya popular, kisah tersebut bahkan telah berulangkali diadaptasi dalam berbagai bentuk media, mulai dari buku, serial televisi, animasi, drama panggung, video permainan hingga, tentu saja, film – yang bahkan tercatat pernah menampilkan cerita tentang King Arthur semenjak era film bisu di tahun 1904. Yang teranyar, sutradara asal Inggris, Guy Ritchie (The Man from U.N.C.L.E., 2015), berusaha memberikan interpretasinya sendiri atas kisah mitologi Britania Raya tersebut lewat King Arthur: Legend of the Sword. Lantas, apa yang dapat ditawarkan oleh Ritchie pada pengisahan King Arthur miliknya? Cukup banyak, ternyata. Continue reading Review: King Arthur: Legend of the Sword (2017)

Review: Pacific Rim (2013)

pacific-rim-header

Kebanyakan penonton yang memilih untuk menyaksikan Pacific Rim jelas tahu pasti apa yang akan mereka dapatkan dari film ini. Yes. Pacific Rim is a movie about giant robots versus giant monsters. Namun, berbeda dari kebanyakan film-film blockbuster yang dirilis Hollywood di kala musim panas, Pacific Rim adalah film tentang giant robots versus giants monsters yang disutradarai oleh Guillermo del Toro: seorang sutradara yang secara legendaris dikenal mampu memberikan jiwa dan kehidupan pada setiap fantasi yang dapat terlintas dalam setiap pemikiran umat manusia serta menghasilkan film-film seperti Mimic (1997), Hellboy (2004) serta Pan’s Labyrinth (2006). Sayangnya, jiwa dan kehidupan mungkin adalah hal terakhir yang dapat ditemukan penonton dalam Pacific Rim karena sentuhan del Toro benar-benar minim dapat dirasakan di sepanjang presentasi film ini.

Continue reading Review: Pacific Rim (2013)

Review: The Ledge (2011)

Adalah sangat mudah untuk mengetahui mengapa naskah cerita The Ledge yang ditulis oleh Matthew Chapman (Runaway Jury, 2003) mampu menarik nama-nama seperti Patrick Wilson, Liv Tyler, Charlie Hunnam dan Terrence Howard untuk membintangi film ini. Di atas kertas, The Ledge terdengar sebagai sebuah film yang cerdas, yang (sekali lagi) mempertentangkan dua pemikiran antara kaum relijius dan kaum atheis sekaligus tetap mempertahankan sisi drama romansa kisahnya melalui jalinan hubungan yang terjadi antara setiap karakter di film ini. Sayangnya, ketika jalan cerita tersebut diwujudkan dalam bentuk cerita audio visual sepanjang 100 menit, The Ledge terlihat begitu terbata-bata dalam penceritaannya, dengan deretan karakter yang terkesan begitu stereotype serta alur cerita yang menghabiskan cukup banyak waktu untuk akhirnya dapat tampil relevan bagi para penontonnya.

Continue reading Review: The Ledge (2011)