Tag Archives: Kenneth Branagh

Review: Death on the Nile (2022)

Apa yang akan Anda lakukan jika Anda sedang berada dalam sebuah perjalanan wisata mewah dimana Anda dikelilingi oleh pemandangan alam yang begitu mengesankan, kumpulan orang-orang dengan penampilan fisik yang tidak kalah atraktif, dan kemudian salah satu detektif paling ternama di dunia, Hercule Poirot, turut serta dalam perjalanan tersebut? Well… sebaiknya Anda berhati-hati karena malaikat maut berada dekat dan mungkin sedang mengincar nyawa Anda. Atau, lebih buruk lagi, rencana pembunuhan yang telah lama Anda susun akan segera diketahui dan diungkap ke khalayak ramai. Continue reading Review: Death on the Nile (2022)

The 94th Annual Academy Awards Nominations List

Film arahan Jane Campion, The Power of the Dog (2021), berhasil mencatatkan diri sebagai film dengan raihan nominasi terbanyak di ajang The 94th Annual Academy Awards. Film yang dibintangi oleh Benedict Cumberbatch, Kirsten Dunst, Jesse Plemons, dan Kodi Smit-McPhee tersebut berhasil mendapatkan 12 nominasi, termasuk empat nominasi di kategori akting untuk para pemerannya, nominasi Best Director dan Best Adapted Screenplay untuk Campion, serta Best Picture. Raihan The Power of the Dog diikuti oleh Dune (Denis Villeneuve, 2021) yang mendapatkan sepuluh nominasi dan bersaing dengan The Power of the Dog di sejumlah kategori krusial seperti Best Picture, Best Adapted Screenplay, dan Best Editing. Dune, sayangnya, gagal untuk mendapatkan rekognisi dari kategori Best Director untuk Villeneuve. Continue reading The 94th Annual Academy Awards Nominations List

Review: Tenet (2020)

Seri kisah petualangan menjelajahi ruang dan waktu karangan Christopher Nolan berlanjut dalam Tenet. Dikisahkan, seorang agen rahasia (John David Washington) direkrut oleh sebuah organisasi yang menyebut diri mereka sebagai Tenet. Oleh seorang ilmuwan, Barbara (Clémence Poésy), sang agen rahasia mendapat penjelasan bahwa seseorang dari masa depan telah memproduksi sejumlah senjata yang memiliki kemampuan untuk memanipulasi dimensi waktu dan kemudian digunakan saat pecahnya peperangan besar di masa yang akan datang. Dengan bantuan seorang agen rahasia lain, Neil (Robert Pattinson), sang agen rahasia kemudian melacak asal muasal dari senjata tersebut yang lantas mempertemukan mereka dengan seorang pemasok senjata, Priya (Dimple Kapadia), serta seorang elit asal Rusia, Andrei Sator (Kenneth Branagh), yang menjadi kunci dari sejumlah permasalahan yang coba diselesaikan oleh sang agen rahasia. Masalah semakin rumit ketika sang agen rahasia mengetahui bahwa, di masa mendatang, senjata-senjata berkekuatan khusus tersebut dapat digunakan untuk memutar kembali waktu dan menghancurkan seluruh peradaban yang ada di permukaan Bumi. Continue reading Review: Tenet (2020)

Review: Murder on the Orient Express (2017)

Jika judul Murder on the Orient Express terdengar sangat familiar bagi Anda… then yes… film arahan Kenneth Branagh (Cinderella, 2015) ini merupakan adaptasi terbaru dari novel misteri popular berjudul sama karangan Agatha Christie. Murder on the Orient Express sendiri telah beberapa kali diadaptasi ke media audio visual – termasuk sebuah film layar lebar arahan Sidney Lumet yang berhasil meraih kesuksesan komersial ketika dirilis pada tahun 1974 serta mendapatkan lima nominasi dan memenangkan Ingrid Bergman piala Oscar ketiganya di ajang The 47th Annual Academy Awards. Selain melakukan perubahan pada tatanan nama maupun latar belakang beberapa karakternya, versi terbaru Murder on the Orient Express arahan Branagh tidak menawarkan arah maupun sudut pengisahan yang benar-benar baru. Sebuah pilihan yang membuat versi terbaru dari Murder on the Orient Express memiliki atmosfer pengisahan whodunit tradisional yang kental namun tetap mampu tampil modern berkat pengarahan Branagh yang cukup kuat. Continue reading Review: Murder on the Orient Express (2017)

Review: Dunkirk (2017)

Jelas cukup mudah untuk membayangkan jika film terbaru arahan Christopher Nolan, Dunkirk, merupakan sebuah presentasi drama peperangan yang dipenuhi ledakan, darah dan serpihan tubuh manusia. Tidak mengherankan. Dengan premis yang ingin bercerita tentang kisah nyata evakuasi pasukan sekutu yang berisikan tentara-tentara dari negara Inggris, Perancis, Belgia, dan Kanada ketika mereka terjebak dan dikepung pasukan Jerman di wilayah pantai dan pelabuhan Dunkirk, Perancis pada 26 Mei hingga 4 Juni 1940 semasa Perang Dunia II berlangsung, banyak penikmat film akan mengharapkan (baca: mengira) bahwa Dunkirk akan menjadi Saving Private Ryan (Steven Spielberg, 1998) atau Hacksaw Ridge (Mel Gibson, 2016) dalam filmografi Nolan. Namun, “menjebak” penontonnya dalam teror peperangan sepertinya bukan menjadi fokus utama Nolan dalam menceritakan Dunkirk. Nolan lebih memilih untuk menjadikan Dunkirk sebagai sebuah disaster movie dimana penonton dapat “menikmati” detik-detik ketidakpastian nasib setiap jiwa yang menunggu di pinggiran pantai Dunkirk sekaligus tetap menghadirkan harapan pada kehidupan pada mereka. Continue reading Review: Dunkirk (2017)

Review: Cinderella (2015)

cinderella-2015-posterWe’re all familiar with the original story of Cinderella. Seorang gadis berparas jelita dengan kehidupan yang begitu bahagia bersama kedua orangtuanya lantas menemukan dirinya berada dalam rangkaian ketidakberuntungan ketika sang ibu meninggal dunia dan sang ayah kemudian menikahi seorang wanita dengan perangai buruk yang memiliki dua orang puteri dengan perangai yang tidak jauh buruknya dari ibu mereka. Tidak cukup disitu, dalam jangka waktu yang tidak lama, sang ayah kemudian menyusul kematian sang ibu yang jelas kemudian meninggalkan sang gadis dalam asuhan sang ibu tiri yang sama sekali tidak pernah berlaku layaknya seorang ibu pada sang gadis. Sang gadis berubah menjadi pembantu di rumahnya sendiri… pesta dansa… ibu peri… sepatu kaca… pangeran tampan… jam dua belas di tengah malam… dan hidup bahagia untuk selama-lamanya. Kisah dongeng klasik yang secara turun-temurun telah menjadi begitu familiar bagi seluruh umat manusia yang ada di permukaan Bumi.

Kini, mengikuti jejak kesuksesan Alice in Wonderland (2010) dan Maleficent (2014), Walt Disney Pictures menyajikan kembali kisah klasik Cinderella bagi para penonton modern dalam bentuk live action. Berbeda dengan Alice in Wonderland maupun Maleficent, naskah cerita Cinderella yang digarap oleh Chris Weitz (The Golden Compass, 2007) berdasarkan dongeng asal Perancis popular berjudul Cendrillon yang ditulis Charles Perrault di tahun 1697 sekaligus film animasi klasik Walt Disney berjudul Cinderella (Clyde Geronimi, Hamilton Luske, Wilfred Jackson, 1950) tidak melakukan perubahan yang drastis pada barisan konflik maupun karakter fundamentalnya.

Meskipun begitu, sentuhan Weitz begitu terasa dalam memberikan pendalaman latar belakang kisah pada beberapa karakter utamanya, khususnya bagi karakter sang Ibu Tiri, Lady Tremaine. Penonton kini diberikan kesempatan untuk mengenal Lady Tremaine sebagai sosok yang telah melalui begitu banyak kekecewaan yang kemudian membentuk sikapnya menjadi sosok Ibu Tiri yang melegenda tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada karakter Prince Charming yang kini tidak lagi hanya sekedar sosok pria tampan yang menyelematkan Cinderella namun digambarkan sebagai sosok baik hati dengan jalan pemikiran yang mendalam. Beberapa perubahan inilah yang memberikan pendalaman cerita yang lebih kuat dan modern bagi keseluruhan kisah klasik Cinderella yang terasa begitu tradisional.

Naskah cerita yang digarap Weitz juga mendapatkan eksekusi yang sangat sempurna dari seorang Kenneth Branagh. Dikenal sebagai sosok sutradara yang menghabiskan banyak waktunya untuk mengarahkan film-film hasil adaptasi karya William Shakespeare serta menempatkan film-film beraroma maskulin seperti Thor (2011) dan Jack Ryan: Shadow Recruit (2014) dalam daftar filmografi teranyarnya, Branagh mampu memberikan sentuhan yang begitu tegas namun lembut bagi Cinderella. Menyajikan kisahnya dengan alur penceritaan yang tepat, Branagh sepertinya berusaha untuk menghadirkan Cinderella sebagai kisah yang dapat terasa nyata bagi setiap penontonnya – meskipun tetap tidak melupakan elemen-elemen dongeng yang menjadikan kisah ini dicintai banyak orang selama ratusan tahun. Dan keputusan tersebut bekerja dengan baik untuk film ini. Melalui tampilan visual yang begitu memukau, kualitas desain produksi yang apik, tata musik yang mampu hadir untuk menghipnotis dan membawa penontonnya untuk larut dalam jalan cerita film sekaligus pemilihan serta arahan yang tepat bagi para pengisi departemen akting filmnya, Branagh berhasil secara cemerlang menjadikan Cinderella sebagai film terbaik dalam jajaran kisah dongeng legendaris yang akhir-akhir ini diadaptasi menjadi film live action oleh Walt Disney Pictures.

Berbicara mengenai departemen akting, Cinderella hadir dengan jajaran pemeran yang memiliki kualitas akting yang begitu berkelas. Barisan pemeran pendukung yang diisi nama-nama seperti Richard Madden, Derek Jacobi, Stellan Skarsgård, Hayley Atwell, Holliday Grainger hingga Sophie McShera mampu memberikan kesan yang mendalam bagi karakter yang mereka perankan. Namun adalah penampilan Helena Bonham Carter sebagai The Fairy Godmother, Cate Blanchett sebagai Lady Tremaine dan Lily James sebagai Cinderella yang benar-benar menjadi nyawa utama bagi Cinderella. Peran Bonham Carter sebagai The Fairy Godmother tampil benar-benar dalam kapasitas terbatas. Namun, bahkan dalam kapasitas tersebut, Bonham Carter berhasil tampil begitu menyegarkan sehingga akan ada banyak penonton yang merindukan kehadirannya kembali di dalam jalan cerita. Bonham Carter juga berperan sebagai narator bagi jalan cerita Cinderella. Sebagai seorang pencerita, Bonham Carter jelas tahu banyak tentang bagaimana untuk tetap menarik perhatian penonton kepada jalan cerita yang sedang dibacakannya.

Dua pemeran utama, Lily James dan Cate Blanchett, tampil sebagai dua karakter yang saling berlawanan sikap. Dan keduanya hadir dalam penampilan yang benar-benar memukau. Sebagai karakter antagonis, Blanchett memberikan sentuhan personal yang begitu mendalam bagi karakter Lady Tremaine. Penonton tidak akan melihatnya sebagai seorang karakter dengan kepribadian hitam belaka. Pendalaman yang diberikan Blanchett bagi karakternya akan membuat penonton merasa iba bagi sang Ibu Tiri atas apa yang sebenarnya ia maksudnya melalui sikap kerasnya. James juga tampil menawan sebagai Cinderella. Meskipun tergolong aktris yang masih belum familiar, kharisma James hadir begitu maksimal di sepanjang penampilannya di film ini. Pada beberapa bagian, penampilan James yang begitu energik bahkan akan mengingatkan beberapa penonton pada penampilan Kate Winslet muda dalam Heavenly Creatures (1994). Tidak mengherankan bila Cinderella terasa berjalan stagnan dan sedikit datar ketika baik Blanchett maupun James tidak hadir dalam salah satu adegan ceritanya. [B]

Cinderella (2015)

Directed by Kenneth Branagh Produced by Simon Kinberg, David Barron, Allison Shearmur Written by Chris Weitz (screenplay), Ken Anderson, Perce Pearce, Homer Brightman, Winston Hibler, Bill Peet, Erdman Penner, Harry Reeves, Joe Rinaldi, Ted Sears (1950 animated film, Cinderella), Charles Perrault (book, CendrillonStarring Lily James, Richard Madden, Cate Blanchett, Helena Bonham Carter, Stellan Skarsgård, Derek Jacobi, Hayley Atwell, Holliday Grainger, Sophie McShera, Nonso Anozie, Ben Chaplin, Eloise Webb Music by Patrick Doyle Cinematography Haris Zambarloukos Edited by Martin Walsh Production company Walt Disney Pictures Running time 112 minutes Country United States Language English

Review: Jack Ryan: Shadow Recruit (2014)

Seperti halnya Casino Royale (2006) bagi seri film James Bond, Jack Ryan: Shadow Recruit adalah sebuah film yang menandai dimulainya proses reboot untuk seri film Jack Ryan yang dahulu telah dimulai dengan The Hunt for Red October (1990) dan kemudian berlanjut dengan Patriot Games (1992), Clear and Present Danger (1994) serta The Sum of All Fears (2002) – yang juga dimaksudkan sebagai sebuah reboot namun kemudian gagal untuk mendapatkan pengembangan lebih lanjut. Sebagai sebuah seri yang akan menjadi dasar bagi kelanjutan kisah Jack Ryan berikutnya, Jack Ryan: Shadow Recruit harus diakui mampu memberikan kesempatan yang begitu luas bagi penonton untuk mengenal karakter yang diadaptasi dari seri novel karya Tom Clancy tersebut secara lebih dekat. Sayangnya, pengembangan cerita serta beberapa karakter pendukung yang dilakukan secara minimalis membuat Jack Ryan: Shadow Recruit terasa begitu medioker dan gagal tampil istimewa dalam penyampaian ceritanya.

Continue reading Review: Jack Ryan: Shadow Recruit (2014)

Review: My Week with Marilyn (2011)

Marilyn Monroe. Ikon. Dua kata yang rasanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam dua puluh tahun karirnya di industri hiburan Hollywood, Monroe telah mencapai apapun yang diinginkan setiap orang yang pernah bermimpi untuk menginjakkan kakinya dan kemudian memiliki karir yang cemerlang di salah satu industri hiburan terbesar di dunia tersebut – terlepas dari, tentu saja, berbagai permasalahan pribadi yang dimiliki oleh Monroe. My Week with Marilyn, sayangnya, bukanlah sebuah film biografis yang menceritakan mengenai perjalanan lengkap mengenai kehidupan sang ikon. Seperti yang digambarkan judul dari film ini, My Week with Marilyn hanyalah sebuah film yang mencakup sekelumit kisah dalam perjalanan panjang kehidupan Monroe. Sekelumit, namun dengan penggarapan yang kuat, dan penampilan Michelle Williams sebagai Monroe yang begitu luar biasa kuat, My Week with Marilyn akan mampu membuat banyak penontonnya mengenal Monroe sedikit lebih dalam. Dan lebih kelam.

Continue reading Review: My Week with Marilyn (2011)

The 84th Annual Academy Awards Nominations List

Kejutan! Tidak ada Leonardo DiCaprio! Tidak ada Michael Fassbender! Tidak ada Tilda Swinton! Sembilan nominasi Best Picture dan Academy of Motion Picture Arts and Sciences membuktikan kalau mereka begitu mencintai setiap hasil karya Stephen Daldry… namun tetap mampu memberikan penghargaan besar bagi seorang Terrence Malick.

Film teranyar karya Martin Scorsese, Hugo, berhasil memimpin daftar perolehan nominasi The 84th Annual Academy Awards. Hugo berhasil meraih sebelas nominasi, termasuk nominasi di kategori Best Picture, Best Achievement in Directing dan Best Adapted Screenplay. Menyusul di belakang Hugo adalah film bisu hitam putih asal Perancis, The Artist, yang memang diprediksikan akan memperoleh banyak nominasi dan akhirnya berhasil meraup sepuluh nominasi Academy Awards termasuk di kategori Best Picture, Best Achievement in Directing, Best Actor in a Leading Rolde, Best Actress in a Supporting Role dan Best Original Screenplay.

Continue reading The 84th Annual Academy Awards Nominations List

Review: Thor (2011)

Walau telah terbit dalam bentuk seri komik yang dirilis oleh Marvel Comics semenjak tahun 1966, tidak hingga tahun 2001 Thor akhirnya mampu menarik perhatian Hollywood untuk mengadaptasinya menjadi sebuah film layar lebar. Pun begitu, semenjak ditinggalkan oleh Sam Raimi – sutradara pertama yang berminat dan telah mengembangkan konsep cerita adaptasi kisah Thor ke layar lebar – Thor menjadi terbengkalai sebelum akhirnya hak adaptasi layar lebar dari seri komik tersebut dibeli oleh Paramount Pictures di tahun 2006. Setelah lagi-lagi ditinggalkan oleh beberapa sutradara, Kenneth Branagh akhirnya terpilih sebagai sutradara Thor di tahun 2008. Terkenal sebagai seorang yang bertangan dingin dalam mengadaptasi karya-karya William Shakespeare, Branagh ternyata memiliki kemampuan yang cukup hangat untuk menangani sebuah adaptasi kisah seri komik dan menjadikan Thor ringan dan menyenangkan untuk disaksikan namun tetap tidak kehilangan esensi ceritanya secara keseluruhan.

Continue reading Review: Thor (2011)