Tag Archives: Richard Madden

Review: Eternals (2021)

Setelah Black Widow (Cate Shortland, 2021) dan Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings (Destin Daniel Cretton, 2021), laju fase keempat dari Marvel Cinematic Universe berlanjut dengan Eternals. Seperti halnya Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings, film arahan Chloé Zhao (Nomadland, 2020) yang naskah ceritanya diadaptasi dari seri komik garapan Jack Kirby berjudul sama ini adalah sebuah origin story yang akan memperkenalkan sejumlah karakter baru dalam linimasa pengisahan Marvel Cinematic Universe. Berbeda dengan Shang-Chi and the Legend of the Ten Rings maupun barisan origin story lain yang telah dirilis oleh seri film ini sebelumnya, Eternals disajikan dengan penuturan yang cukup berbeda. Tema cerita akan krisis eksistensial serta keberadaan Zhao, yang lebih dikenal sebagai seorang sutradara film-film dengan warna pengisahan cerita yang berkesan intim, memberikan sentuhan berbeda yang sebenarnya cukup menyegarkan. Apakah sentuhan yang berbeda cukup untuk menghasilkan kualitas penceritaan yang kuat? Wellthat’s another story. Continue reading Review: Eternals (2021)

Review: 1917 (2019)

Selepas mengarahkan Skyfall (2012) dan Spectre (2015) – yang menjadi dua film dari seri James Bond dengan raihan kesuksesan komersial terbesar sepanjang masa – Sam Mendes kembali duduk di kursi penyutradaraan untuk 1917. Dengan naskah cerita yang digarap oleh Mendes bersama dengan Krysty Wilson-Cairns berdasarkan penuturan sang kakek, Alfred Mendes, yang merupakan seorang novelis sekaligus veteran perang, 1917 digarap Mendes sebagai sebuah pengalaman sinematis dimana para penontonnya akan menyaksikan perjalanan sang karakter utama dalam sebuah kesatuan linimasa cerita yang utuh – tanpa adanya interupsi dari konflik maupun karakter pendukung lain. Premis kisahnya sendiri terdengar sederhana: Berlatarbelakang masa Perang Dunia I di April 1917, dua orang prajurit Inggris, Lance Corporal Tom Blake (Dean-Charles Chapman) dan Lance Corporal William Schofield (George MacKay), ditugaskan oleh pimpinan mereka, General Erinmore (Colin Firth), untuk menyampaikan pesan ke sebuah batalyon di Resimen Devonshire bahwa pasukan Jerman telah menyiapkan sebuah serangan jebakan yang dapat membunuh seisi batalyon tersebut. Mendes, hebatnya, memberikan garapan yang berhasil membuat setiap menit perjalanan cerita film ini tampil begitu memukau. Continue reading Review: 1917 (2019)

Review: Cinderella (2015)

cinderella-2015-posterWe’re all familiar with the original story of Cinderella. Seorang gadis berparas jelita dengan kehidupan yang begitu bahagia bersama kedua orangtuanya lantas menemukan dirinya berada dalam rangkaian ketidakberuntungan ketika sang ibu meninggal dunia dan sang ayah kemudian menikahi seorang wanita dengan perangai buruk yang memiliki dua orang puteri dengan perangai yang tidak jauh buruknya dari ibu mereka. Tidak cukup disitu, dalam jangka waktu yang tidak lama, sang ayah kemudian menyusul kematian sang ibu yang jelas kemudian meninggalkan sang gadis dalam asuhan sang ibu tiri yang sama sekali tidak pernah berlaku layaknya seorang ibu pada sang gadis. Sang gadis berubah menjadi pembantu di rumahnya sendiri… pesta dansa… ibu peri… sepatu kaca… pangeran tampan… jam dua belas di tengah malam… dan hidup bahagia untuk selama-lamanya. Kisah dongeng klasik yang secara turun-temurun telah menjadi begitu familiar bagi seluruh umat manusia yang ada di permukaan Bumi.

Kini, mengikuti jejak kesuksesan Alice in Wonderland (2010) dan Maleficent (2014), Walt Disney Pictures menyajikan kembali kisah klasik Cinderella bagi para penonton modern dalam bentuk live action. Berbeda dengan Alice in Wonderland maupun Maleficent, naskah cerita Cinderella yang digarap oleh Chris Weitz (The Golden Compass, 2007) berdasarkan dongeng asal Perancis popular berjudul Cendrillon yang ditulis Charles Perrault di tahun 1697 sekaligus film animasi klasik Walt Disney berjudul Cinderella (Clyde Geronimi, Hamilton Luske, Wilfred Jackson, 1950) tidak melakukan perubahan yang drastis pada barisan konflik maupun karakter fundamentalnya.

Meskipun begitu, sentuhan Weitz begitu terasa dalam memberikan pendalaman latar belakang kisah pada beberapa karakter utamanya, khususnya bagi karakter sang Ibu Tiri, Lady Tremaine. Penonton kini diberikan kesempatan untuk mengenal Lady Tremaine sebagai sosok yang telah melalui begitu banyak kekecewaan yang kemudian membentuk sikapnya menjadi sosok Ibu Tiri yang melegenda tersebut. Hal yang sama juga terjadi pada karakter Prince Charming yang kini tidak lagi hanya sekedar sosok pria tampan yang menyelematkan Cinderella namun digambarkan sebagai sosok baik hati dengan jalan pemikiran yang mendalam. Beberapa perubahan inilah yang memberikan pendalaman cerita yang lebih kuat dan modern bagi keseluruhan kisah klasik Cinderella yang terasa begitu tradisional.

Naskah cerita yang digarap Weitz juga mendapatkan eksekusi yang sangat sempurna dari seorang Kenneth Branagh. Dikenal sebagai sosok sutradara yang menghabiskan banyak waktunya untuk mengarahkan film-film hasil adaptasi karya William Shakespeare serta menempatkan film-film beraroma maskulin seperti Thor (2011) dan Jack Ryan: Shadow Recruit (2014) dalam daftar filmografi teranyarnya, Branagh mampu memberikan sentuhan yang begitu tegas namun lembut bagi Cinderella. Menyajikan kisahnya dengan alur penceritaan yang tepat, Branagh sepertinya berusaha untuk menghadirkan Cinderella sebagai kisah yang dapat terasa nyata bagi setiap penontonnya – meskipun tetap tidak melupakan elemen-elemen dongeng yang menjadikan kisah ini dicintai banyak orang selama ratusan tahun. Dan keputusan tersebut bekerja dengan baik untuk film ini. Melalui tampilan visual yang begitu memukau, kualitas desain produksi yang apik, tata musik yang mampu hadir untuk menghipnotis dan membawa penontonnya untuk larut dalam jalan cerita film sekaligus pemilihan serta arahan yang tepat bagi para pengisi departemen akting filmnya, Branagh berhasil secara cemerlang menjadikan Cinderella sebagai film terbaik dalam jajaran kisah dongeng legendaris yang akhir-akhir ini diadaptasi menjadi film live action oleh Walt Disney Pictures.

Berbicara mengenai departemen akting, Cinderella hadir dengan jajaran pemeran yang memiliki kualitas akting yang begitu berkelas. Barisan pemeran pendukung yang diisi nama-nama seperti Richard Madden, Derek Jacobi, Stellan Skarsgård, Hayley Atwell, Holliday Grainger hingga Sophie McShera mampu memberikan kesan yang mendalam bagi karakter yang mereka perankan. Namun adalah penampilan Helena Bonham Carter sebagai The Fairy Godmother, Cate Blanchett sebagai Lady Tremaine dan Lily James sebagai Cinderella yang benar-benar menjadi nyawa utama bagi Cinderella. Peran Bonham Carter sebagai The Fairy Godmother tampil benar-benar dalam kapasitas terbatas. Namun, bahkan dalam kapasitas tersebut, Bonham Carter berhasil tampil begitu menyegarkan sehingga akan ada banyak penonton yang merindukan kehadirannya kembali di dalam jalan cerita. Bonham Carter juga berperan sebagai narator bagi jalan cerita Cinderella. Sebagai seorang pencerita, Bonham Carter jelas tahu banyak tentang bagaimana untuk tetap menarik perhatian penonton kepada jalan cerita yang sedang dibacakannya.

Dua pemeran utama, Lily James dan Cate Blanchett, tampil sebagai dua karakter yang saling berlawanan sikap. Dan keduanya hadir dalam penampilan yang benar-benar memukau. Sebagai karakter antagonis, Blanchett memberikan sentuhan personal yang begitu mendalam bagi karakter Lady Tremaine. Penonton tidak akan melihatnya sebagai seorang karakter dengan kepribadian hitam belaka. Pendalaman yang diberikan Blanchett bagi karakternya akan membuat penonton merasa iba bagi sang Ibu Tiri atas apa yang sebenarnya ia maksudnya melalui sikap kerasnya. James juga tampil menawan sebagai Cinderella. Meskipun tergolong aktris yang masih belum familiar, kharisma James hadir begitu maksimal di sepanjang penampilannya di film ini. Pada beberapa bagian, penampilan James yang begitu energik bahkan akan mengingatkan beberapa penonton pada penampilan Kate Winslet muda dalam Heavenly Creatures (1994). Tidak mengherankan bila Cinderella terasa berjalan stagnan dan sedikit datar ketika baik Blanchett maupun James tidak hadir dalam salah satu adegan ceritanya. [B]

Cinderella (2015)

Directed by Kenneth Branagh Produced by Simon Kinberg, David Barron, Allison Shearmur Written by Chris Weitz (screenplay), Ken Anderson, Perce Pearce, Homer Brightman, Winston Hibler, Bill Peet, Erdman Penner, Harry Reeves, Joe Rinaldi, Ted Sears (1950 animated film, Cinderella), Charles Perrault (book, CendrillonStarring Lily James, Richard Madden, Cate Blanchett, Helena Bonham Carter, Stellan Skarsgård, Derek Jacobi, Hayley Atwell, Holliday Grainger, Sophie McShera, Nonso Anozie, Ben Chaplin, Eloise Webb Music by Patrick Doyle Cinematography Haris Zambarloukos Edited by Martin Walsh Production company Walt Disney Pictures Running time 112 minutes Country United States Language English