Tag Archives: Josh Gad

Review: Ghostbusters: Afterlife (2021)

Di tahun 2016, sutradara Paul Feig (Last Christmas, 2019) memiliki keberanian untuk membuat ulang Ghostbusters (Ivan Reitman, 1984) – film komedi yang kesuksesan besar saat masa rilisnya berkembang menjadi waralaba media seperti seri film dan televisi, buku komik, permainan video, hingga taman hiburan yang mampu memikat banyak penggemar setia dan menjadi sebuah fenomena kultur populer. Daripada menghadirkan presentasi yang menuturkan ulang pengisahan film pendahulunya secara utuh, Ghostbusters (2016) garapan Feig memberikan sejumlah perubahan krusial, seperti memilih barisan aktor perempuan untuk memerankan barisan karakter utamanya. Continue reading Review: Ghostbusters: Afterlife (2021)

Review: Frozen II (2019)

Mungkin tidak ada seorangpun, termasuk Walt Disney Animation Studios sendiri, yang pernah menduga bahwa Frozen (Chris Buck, Jennifer Lee, 2013) akan mampu meraih kesuksesan yang begitu luar biasa. Merupakan adaptasi dari dongeng klasik karya Hans Christian Andersen yang berjudul The Snow Queen, Frozen tidak hanya berhasil mencapai kesuksesan komersial belaka ketika film tersebut meraup pendapatan sebesar lebih dari US$1 milyar pada masa penayangannya di seluruh dunia serta album musik temanya yang berisi lagu-lagu semacam Let It Go, Do You Want to Build a Snowman?, Love is an Open Door, dan For the First Time in Forever mampu terjual lebih dari sepuluh juta keping. Film yang juga berhasil memenangkan dua penghargaan di ajang The 86th Annual Academy Awards, termasuk kategori Best Animated Feature, tersebut juga menjelma menjadi sebuah fenomena sosial dalam skala global ketika alur kisahnya, lirik lagu-lagunya, hingga karakter-karakter serta gaya berbusana mereka menjadi perbincangan sekaligus ikon bagi para penikmat budaya pop di seluruh penjuru dunia. Fenomenal! Continue reading Review: Frozen II (2019)

Review: The Angry Birds Movie 2 (2019)

Tiga tahun semenjak perilisan The Angry Birds Movie (Clay Kaytis, Fergal Reilly, 2016) – yang meskipun gagal mendapatkan tanggapan positif dari para kritikus film namun tetap berhasil mengumpulkan pendapatan komersial yang cukup lumayan – Sony Pictures Animation kini merilis sekuelnya, The Angry Birds Movie 2. Merupakan debut pengarahan bagi sutradara Thurop Van Orman dan John Rice, jalan cerita The Angry Birds Movie 2 masih mengedepankan petualangan tiga burung, Red (Jason Sudeikis), Chuck (Josh Gad), dan Bomb (Danny McBride), yang kini sering menjadi garda terdepan bagi keamanan Bird Island dari serangan Piggy Island yang dipimpin oleh King Leonard (Bill Hader). Namun, sikap permusuhan yang selama ini terbentuk antara para penghuni kedua pulau tersebut sirna dan secara perlahan menjadi saling bekerjasama ketika mereka sama-sama mendapatkan ancaman dari Zeta (Leslie Jones), pimpinan Eagle Island yang lantas melancarkan serangan guna merebut dan menguasai kedua pulau tersebut. Continue reading Review: The Angry Birds Movie 2 (2019)

Review: Murder on the Orient Express (2017)

Jika judul Murder on the Orient Express terdengar sangat familiar bagi Anda… then yes… film arahan Kenneth Branagh (Cinderella, 2015) ini merupakan adaptasi terbaru dari novel misteri popular berjudul sama karangan Agatha Christie. Murder on the Orient Express sendiri telah beberapa kali diadaptasi ke media audio visual – termasuk sebuah film layar lebar arahan Sidney Lumet yang berhasil meraih kesuksesan komersial ketika dirilis pada tahun 1974 serta mendapatkan lima nominasi dan memenangkan Ingrid Bergman piala Oscar ketiganya di ajang The 47th Annual Academy Awards. Selain melakukan perubahan pada tatanan nama maupun latar belakang beberapa karakternya, versi terbaru Murder on the Orient Express arahan Branagh tidak menawarkan arah maupun sudut pengisahan yang benar-benar baru. Sebuah pilihan yang membuat versi terbaru dari Murder on the Orient Express memiliki atmosfer pengisahan whodunit tradisional yang kental namun tetap mampu tampil modern berkat pengarahan Branagh yang cukup kuat. Continue reading Review: Murder on the Orient Express (2017)

Review: Beauty and the Beast (2017)

Film animasi produksi Walt Disney Pictures, Beauty and the Beast (Gary Trousdale, Kirk Wise, 1991), jelas merupakan salah satu film animasi terpopular sepanjang masa. Dengan jalinan cerita serta karakter-karakter yang kuat plus deretan lagu-lagu garapan Alan Menken dan Howard Ashman yang begitu memikat, film yang juga berhasil mencatatkan sejarah sebagai film animasi pertama yang mendapatkan nominasi Best Picture di ajang Academy Awards – bahkan disaat nominasi Best Picture hanya dapat diisi oleh lima film(!) – tersebut mampu menjadi film favorit banyak penikmat film dunia hingga saat ini. Dengan status tersebut, tidak mengherankan bila kemudian keputusan Walt Disney Pictures untuk memproduksi ulangbuat Beauty and the Beast dalam versi live action – seperti yang telah mereka lakukan sebelumnya lewat Alice in Wonderland (Tim Burton, 2010), Maleficent (Robert Stromberg, 2014), Cinderella (Kenneth Brannagh, 2015) dan The Jungle Book (Jon Favreau, 2016) – menerima cukup banyak kritikan tajam dari beberapa pihak. Namun, Walt Disney Pictures juga tidak akan begitu saja merusak salah satu karya terbaik mereka. Kembali bekerjasama dengan Menken untuk mengkomposisi deretan musik yang mengiringi perjalanan cinta antara Si Cantik dan Si Buruk Rupa serta menempatkan Bill Condon (Dreamgirls, 2006) untuk duduk di kursi penyutradaraan, Walt Disney Pictures jelas berusaha keras agar filmnya mampu memiliki daya tarik yang sama kuat dengan film pendahulunya. Berhasil? Continue reading Review: Beauty and the Beast (2017)

Review: The Wedding Ringer (2015)

The-Wedding-Ringer-posterJeremy Garelick, yang mungkin lebih dikenal sebagai penulis naskah film komedi yang dibintangi Jennifer Aniston dan Vince Vaughn, The Break-Up (2006), melakukan debut penyutradaraan film layar lebarnya lewat sebuah film komedi lain berjudul The Wedding Ringer. Sebagai sebuah film komedi yang mengisahkan tentang persahabatan antara sekelompok pria, melibatkan sebuah pernikahan dan satu sosok karakter yang digambarkan sebagai sosok yang sangat mengerti tentang wanita, The Wedding Ringer sangat menggantungkan dirinya pada kehangatan chemistry antara dua bintangnya, Kevin Hart dan Josh Gad. Dan beruntung, Hart dan Gad mampu menyajikan penampilan komikal yang sangat menghibur untuk mampu membuat penonton melupakan materi cerita film yang akan terasa familiar bagi penggemar film-film sejenis.

Gad berperan sebagai Doug Harris, seorang pengacara pajak sukses namun menghadapi masalah besar ketika dirinya tidak memiliki satupun teman untuk menjadi pendamping dalam acara pernikahannya dengan Gretchen Palmer (Kaley Cuoco-Sweeting). Doug lantas berkenalan dengan Jimmy Callahan (Hart) yang dikenal sebagai penasehat paling sukses bagi kaum pria dalam menghadapi pernikahan. Doug akhirnya mempercayakan seluruh masalahnya kepada Jimmy. Sebagai seseorang dengan kualitas kerja profesional, Jimmy mulai merekrut sekelompok pria yang akan berperan sebagai sahabat Doug dalam pernikahannya sekaligus menyusun berbagai rencana untuk membuat Doug terlihat sebagai calon menantu idaman bagi kedua orangtua Gretchen (Mimi Rogers dan Ken Howard).

Tentu, adalah cukup mudah untuk melihat bahwa Garelick mengimplementasikan berbagai elemen komedi dari film-film seperti The Wedding Crashers (2005), Hitch (2005) dan, tentu saja, The Hangover (2009) dalam naskah cerita The Wedding Ringer. Meskipun begitu, tidak dapat disangkal pula bahwa Garelick memiliki kemampuan yang cukup baik dalam mengelola sekaligus mengeksekusi dialog-dialog komedi dalam film ini. Penonton mungkin akan segera melupakan alur kisah maupun nama-nama deretan karakter yang hadir dalam jalan cerita film ini namun dalam 101 menit perjalanan durasi film ini Garelick berhasil menempatkan cukup banyak ruang yang akan mampu membuat para penontonnya tertawa dengan lepas. And isn’t that the true meaning of comedy, folks?

Selain berisi elemen-elemen komedi yang terlanjur terlalu familiar dan hadir tanpa adanya kejutan berarti, Garelick juga harus diakui gagal untuk mengolah karakter-karakter dalam jalan ceritanya untuk menjadi lebih memorable. Karakter-karakter teman sewaan bagi Doug yang berjumlah tujuh orang nyaris hanya disajikan sebagai aksesoris tanpa pernah dimanfaatkan untuk memberikan nilai lebih pada unsur komedi The Wedding Ringer. Karakter Gretchen Palmer juga tergambar begitu dangkal sehingga seringkali membuat sulit bagi penonton untuk mengerti mengapa karakter Doug Harris mau bersusah payah demi menyenangkan dirinya. Ritme penceritaan The Wedding Ringer juga terasa mulai berantakan di paruh kedua penceritaannya – khususnya dengan semakin minimnya bagian yang mampu memberikan hiburan. Untungnya, secara perlahan, Garelick mampu membangkitkan kembali komedinya dan menutupnya dengan paruh ketiga penceritaan yang cukup gemilang.

Chemistry Hart dan Gad dalam film ini memang menjadi menu utama yang mampu mengalirkan komedi serta alur penceritaan film. Baik Hart maupun Gad berhasil menghidupkan karakter mereka untuk dapat terasa sebagai dua sosok karakter yang sebenarnya saling membutuhkan satu sama lain dalam sebuah persahabatan namun sama sekali tidak menyadarinya. Penampilan komedi keduanya juga saling melengkapi dan tidak pernah terasa tampil berlebihan antara satu dengan yang lain. Penampilan-penampilan pendukung lain juga tampil baik meskipun adalah sangat mengecewakan untuk melihat Garelick tidak memanfaatkan momen kehadiran nama-nama seperti Mimi Rogers, Cloris Leachman, Ken Howard, Olivia Thirlby dan Josh Peck dalam kapasitas penceritaan yang lebih besar lagi ketika kehadiran mereka dalam porsi penceritaan yang cukup minimalis ternyata seringkali mampu mencuri perhatian. [C]

The Wedding Ringer (2015)

Directed by Jeremy Garelick Produced by Adam Fields, William Packer Written by Jeremy Garelick, Jay Lavender  Starring Kevin Hart, Josh Gad, Kaley Cuoco-Sweeting, Alan Ritchson, Cloris Leachman, Mimi Rogers, Ken Howard, Affion Crockett, Jenifer Lewis, Olivia Thirlby, Jorge Garcia, Josh Peck, Joe Namath, John Riggins, Ed “Too Tall” Jones, Aaron Takahashi, Dan Gill, Corey Holcomb, Colin Kane, Ignacio Serricchio, Nicole Whelan, Whitney Cummings, Jeff Ross, Nikki Leigh Music by Christopher Lennertz Cinematography Bradford Lipson Edited by Jeff Groth, Shelly Westerman, Byron Wong Production company Miramax/LStar Capital/Will Packer Productions Running time 101 minutes Country United States Language English

Review: Frozen (2013)

Berbeda dengan Pixar Animation Studios yang belakangan terlihat mengalami sedikit kesulitan dalam menghadapi para kompetitornya – semaniak apapun Anda terhadap rumah produksi film animasi ini, Anda harus mengakui bahwa tak satupun karya mereka semenjak Toy Story 3 (2010) mampu meraih kredibilitas kualitas yang sekuat film-film pendahulunya – Walt Disney Animation Studios justru berhasil bangkit setelah bertahun-tahun dinilai semakin tidak relevan dengan dunia modern. Dimulai dengan Tangled (2010) dan diikuti Wreck-It Ralph (2012), rumah produksi bermaskot Mickey Mouse tersebut secara perlahan meraih kembali masa-masa kejayaan film-film animasi mereka terdahulu. Di tahun 2013, Walt Disney Animation Studios merilis Frozen, yang sekaligus menjadi film animasi ke-53 yang mereka produksi. Layaknya Tangled, Frozen diadaptasi dari sebuah kisah klasik dan disajikan dengan penceritaan musikal yang humoris serta hangat yang tentunya akan mengingatkan para penontonnya pada film-film animasi klasik karya Walt Disney Animation Studios.

Continue reading Review: Frozen (2013)

Review: The Internship (2013)

They’re back! Setelah sebelumnya sukses berperan dalam Wedding Crashers (2005) – yang berhasil meraih banyak pujian dari para kritikus film dunia sekaligus meraup keuntungan komersial sebesar lebih dari US$285 juta dari masa rilisnya di seluruh dunia, duo Vince Vaughn dan Owen Wilson kini kembali hadir dalam sebuah film komedi arahan Shawn Levy (Real Steel, 2011) yang berjudul The Internship. Vaughn sendiri kali ini tidak hanya berperan sebagai seorang aktor. Selain bertindak sebagai produser bersama Levy, Vaughn juga menuliskan naskah cerita film ini bersama dengan Jared Stern (Mr. Popper’s Penguins, 2011) berdasarkan ide cerita yang dikembangkan sendiri oleh Vaughn. Kualitas naskah cerita The Internship sebenarnya jauh dari kesan istimewa. Namun, pengarahan serta penampilan jajaran pengisi departemen akting yang kuat mampu membuat The Internship tampil hangat dalam bercerita dan begitu menghibur di sepanjang 119 menit durasi penceritaannya.

Continue reading Review: The Internship (2013)

Review: Ice Age: Continental Drift (2012)

Setelah Rio (2011), yang berhasil mendapatkan pujian luas dari kalangan kritikus film dunia sekaligus berhasil memperoleh kesuksesan komersial dengan jumlah pendapatan lebih dari US$400 sepanjang masa rilisnya di seluruh dunia, Blue Sky Studios kini melanjutkan seri keempat dari franchise Ice Age milik mereka. Tidak seperti tiga seri sebelumnya, Ice Age: Continental Drift tidak lagi disutradarai oleh Carlos Saldanha – yang lebih memilih untuk berkonsentrasi pada pembuatan sekuel Rio yang direncanakan rilis tahun 2014 mendatang. Berada di tangan Steve Martino – yang sebelumnya merupakan co-director dari Horton Hears a Who! (2008) – dan Mike Thurmeier – yang merupakan co-director dari Ice Age: Dawn of the Dinosaurs (2009) – Ice Age: Continental Drift masih melanjutkan kisah petualangan trio Manny, Sid dan Diego di zaman es. Terdengar seperti premis film-film di seri Ice Age sebelumnya? Mungkin karena Ice Age: Continental Drift memang tidak menawarkan sebuah sisi penceritaan yang benar-benar baru dalam naskah ceritanya.

Continue reading Review: Ice Age: Continental Drift (2012)

Review: Love and Other Drugs (2010)

Komedi romantis. Sebuah genre yang sama halnya seperti horor, terlalu sering mendapat eksplorasi dari para pembuat film yang sebenarnya tidak mampu melakukannya dan berakhir sebagai sebuah genre yang seringkali melahirkan film-film berkualitas kacangan… kalau tidak mau dikatakan buruk. Hollywood sendiri lebih sering merilis film komedi romantis yang diperuntukkan untuk kalangan muda. Adalah sangat langka untuk melihat sebuah film komedi romantis dengan naskah cerita bernada dewasa yang mampu menghibur sekaligus menghanyutkan setiap penontonnya akhir-akhir ini.

Continue reading Review: Love and Other Drugs (2010)