Tag Archives: Naomi Watts

Review: Boss Level (2020)

Tujuh tahun setelah mengarahkan Stretch (2014) – sebuah drama komedi yang diproduseri oleh Jason Blum, melibatkan penampilan dari Patrick Wilson, Chris Pine, dan Jessica Alba, namun batal ditayangkan secara luas di layar bioskop untuk kemudian dirilis melalui layanan video on demand – Joe Carnahan kembali duduk di kursi penyutradaraan untuk Boss Level. Film yang menandai kali pertama Carnahan mengarahkan sebuah alur cerita bernada fiksi ilmiah ini sebenarnya telah menyelesaikan proses produksinya di awal tahun 2018 dengan jadwal penayangan pada musim panas tahun 2019. Ironisnya, sama seperti Stretch, distributor dari Boss Level juga memilih untuk meninggalkan film yang dibintangi Frank Grillo tersebut yang secara otomatis juga lantas membuatnya gagal tayang di layar bioskop sesuai dengan waktu yang dijadwalkan.  Baru pada akhir tahun 2020, Boss Level menarik perhatian sejumlah distributor film – termasuk layanan streaming Hulu – yang kemudian membeli hak tayang film dan mulai merilisnya di awal tahun 2021. Bad luck Carnahan. Continue reading Review: Boss Level (2020)

Review: Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance) (2014)

birdman-posterSetelah Amores Perros (2000), 21 Grams (2003), Babel (2006) dan Biutiful (2010) yang begitu humanis namun kelam, Alejandro González Iñárritu kini hadir dengan sebuah film komedi. Well… meskipun Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance) merupakan komedi, namun sutradara berkewarganegaraan Meksiko tersebut tetap mampu menghadirkan filmnya sebagai sebuah presentasi black comedy yang memiliki seluruh ciri khas penceritaannya. And it’s so fresh! Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance) adalah sebuah fenomena langka dari Hollywood dimana sebuah ide segar/gila/cerdas mampu dikemas dan diarahkan dengan sangat, sangat baik.

Dengan naskah cerita yang ditulis Iñárritu bersama dengan Nicolás Giacobone, Alexander Dinelaris, Jr. dan Armando Bó, Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance) berkisah mengenai kehidupan seorang aktor bernama Riggan Thomson (Michael Keaton). Dalam usahanya untuk meremajakan kembali karirnya yang mulai menurun, Riggan memilih untuk menulis, mengarahkan sekaligus berperan dalam sebuah drama panggung yang jalan ceritanya diadaptasi dari cerita pendek karya Raymond Carver, What We Talk About When We Talk About Love. Proyek tersebut kemudian melibatkan sahabatnya, Jake (Zach Galifianakis), sebagai produser, anaknya, Samantha (Emma Stone), yang bekerja sebagai asistennya serta dibintangi kekasihnya, Laura (Andrea Riseborough), seorang aktris yang baru pertama kali membintangi drama panggung, Lesley (Naomi Watts), serta seorang aktor popular, Mike Shiner (Edward Norton). Berbagai masalah mulai menghinggapi drama panggung arahan Riggan yang jelas kemudian membuatnya semakin khawatir akan kelangsungan masa depannya di Hollywood.

Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance) adalah sebuah film yang sangat terkonsep dengan baik. Iñárritu sendiri jelas sangat mengetahui seluk beluk penceritaan filmnya dengan baik dan bagaimana ia menginginkan cerita tersebut disampaikan kepada para penontonnya. Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance) dihadirkan layaknya sebuah reality show yang mengikuti karakter Riggan dan orang-orang yang terlibat dalam pembuatan drama panggung arahannya. Jelas merupakan sebuah sentilan kecil namun tajam dari Iñárritu kepada kehidupan Hollywood. Naskah yang dihadirkan Iñárritu, Giacobone, Dinelaris, Jr. dan Bó sendiri mampu dengan begitu cerdas menyelami setiap karakter yang mereka hadirkan dalam film ini, membenturkan setiap konflik dengan begitu seksama dalam balutan komedi yang terasa segar dan jelas sangat menghibur. Naskah cerita Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance) mungkin bukanlah naskah cerita paling orisinal yang pernah disajikan. Meskipun begitu, penggalian dan sentuhan yang dihadirkan Iñárritu tetap mampu menjadikannya jauh dari kesan membosankan untuk diikuti.

Selain cerdas dalam tatanan penceritaan, Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance) juga tampil luar biasa mengagumkan dalam raihan kualitas teknikalnya. Iñárritu menghadirkan pengisahan filmnya bagaikan diambil hanya dalam satu kali pengambilan gambar. Dibantu dengan sinematografer Emmanuel Lubezki – yang sebelumnya juga memberikan tata sinematografi brilian dalam Gravity (2013) – serta penata gambar, Douglas Crise dan Stephen Mirrione, konsep tersebut mampu terwujud dengan sempurna. Komposer Antonio Sánchez juga berhasil menghadirkan hantaran musik yang begitu unik serta menjadi nyawa emosional tambahan bagi setiap adegan dalam film ini.

Sebagai film yang berbicara tentang para pekerja seni peran, Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance) jelas membutuhkan deretan para pekerja seni peran dengan kualitas penampilan akting yang solid untuk membantu menghidupkan film ini. Dan Iñárritu jelas tidak akan mampu mendapatkan barisan pemeran yang lebih baik lagi dari nama-nama seperti Michael Keaton, Edward Norton, Emma Stone, Naomi Watts, Zach Galifianakis, Andrea Riseborough dan Amy Ryan. Seluruh pengisi departemen akting film ini tampil dengan penampilan tanpa cela, menyajikan karakter mereka dengan daya tarik yang mempesona dan menjadikan karakter-karakter tersebut begitu mengikat untuk diikuti setiap kisahnya. Seluruh kecerdasan tersebut berpadu sempurna untuk menjadikan Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance) sebagai sebuah film yang begitu menghibur sekaligus akan tinggal lama di benak para penontonnya. Salah satu film terbaik yang pernah dihasilkan Hollywood. Bravo! [A]

Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance) (2014)

Directed by Alejandro González Iñárritu Produced by Alejandro González Iñárritu, John Lesher, Arnon Milchan, James W. Skotchdopole Written by Alejandro González Iñárritu, Nicolás Giacobone, Alexander Dinelaris, Jr., Armando Bó Starring Michael Keaton, Edward Norton, Emma Stone, Naomi Watts, Zach Galifianakis, Andrea Riseborough, Amy Ryan, Lindsay Duncan, Merritt Wever, Jeremy Shamos, Frank Ridley, Katherine O’Sullivan, Damian Young, Bill Camp Music by Antonio Sánchez Cinematography Emmanuel Lubezki Editing Douglas Crise, Stephen Mirrione Studio New Regency Pictures/M Productions/Le Grisbi Productions/TSG Entertainment/Worldview Entertainment Running time 119 minutes Country United States Language English

Review: The Divergent Series: Insurgent (2015)

insurgent-posterDirilis tepat setahun yang lalu, bagian pertama untuk adaptasi film layar lebar dari novel The Divergent Series karya Veronica Roth, Divergent, mampu mencuri perhatian penikmat film dunia ketika film arahan Neil Burger tersebut berhasil meraih kesuksesan komersial meskipun mendapatkan penilaian yang tidak terlalu memuaskan dari banyak kritikus film dunia. Bagian kedua dari adaptasi film layar lebar The Divergent Series sendiri, Insurgent, menghadirkan beberapa perubahan di belakang layar pembuatannya: kursi penyutradaraan kini beralih dari Burger ke Robert Schwentke (Red, 2010) dengan Brian Duffield, Akiva Goldsman dan Mark Bomback mengambil alih tugas penulisan naskah cerita dari Evan Daugherty dan Vanessa Taylor. Apakah perubahan-perubahan ini mampu memberikan nafas segar bagi penceritaan Insurgent? Tidak, sayangnya.

Insurgent sendiri masih mengikuti perjalanan dari Tris (Shailene Woodley) yang kini bersama dengan Four (Theo James), Peter (Miles Teller) dan Caleb (Ansel Elgort) bersembunyi di wilayah tempat tinggal kaum Amity setelah mereka diburu oleh pimpinan kelompok Erudite, Jeanine Matthews (Kate Winslet). Jeanine sendiri melakukan segala hal untuk berusaha menangkap Tris – mulai dari menugaskan pasukannya untuk memburu semua orang yang pernah berhubungan dengan gadis tersebut hingga melakukan pembunuhan terhadap orang-orang tak bersalah agar Tris mau keluar dari persembunyiannya. Benar saja. Meskipun dicegah oleh Four, Tris akhirnya memilih untuk meninggalkan persembunyiannya guna menghadapi Jeanine secara langsung.

Tidak seperti Divergent yang memperkenalkan dunia penceritaannya yang memiliki begitu banyak sisi dan konflik, Insurgent justru hadir hanya dengan satu permasalahan pokok: perburuan yang dilakukan karakter Jeanine Matthews terhadap Tris. Disinilah letak permasalahan utama dari film ini. Terlepas dari kehadiran sajian aksi yang lebih banyak dan mampu dieksekusi dengan baik oleh Schwentke, naskah cerita Insurgent tidak menawarkan apapun selain kisah perburuan yang dilakukan Jeanine Matthews tersebut. Duffield, Goldsman dan Bomback bahkan tidak berminat untuk menggali lebih dalam sisi romansa jalan cerita dari hubungan yang terjalin antara karakter Tris dan Four. Tentu saja, ketika jalan cerita dengan alur monoton dan tanpa tambahan plot pendukung yang kuat tersebut dihadirkan sepanjang 119 menit, Insurgent jelas berakhir datar dan gagal untuk menawarkan daya tarik yang berarti.

Entah karena ditangani oleh barisan penulis naskah yang baru, Insurgent sendiri terasa amat bergantung pada pengalaman para penontonnya dalam menyaksikan Divergent untuk dapat benar-benar mencerna konflik yang dihadirkan dalam film ini. Banyak bagian kisah yang melibatkan deskripsi kelas-kelas pada dunia penceritaan The Divergent Series sekaligus karakter-karakter yang terlibat di dalamnya gagal untuk disajikan secara jelas. Insurgent jelas bukan sebuah film yang dapat berdiri sendiri dan akan memberikan kebingungan yang cukup mendalam bagi mereka yang memutuskan untuk menyaksikan film ini sebelum menikmati seri pendahulunya. Dengan kondisi seperti ini, keputusan untuk menghadirkan seri terakhir The Divergent Series, Allegiant, dalam dua bagian film jelas terdengar cukup mengkhawatirkan.

Meskipun hadir dengan kapasitas kualitas penceritaan yang lebih terbatas dari Divergent, Insurgent setidaknya mampu hadir dengan penampilan akting yang begitu berkelas dari para barisan pengisi departemen aktingnya. Woodley jelas memegang penuh perhatian penonton pada kehadirannya dalam setiap adegan film. Begitu juga dengan Winslet yang semakin mampu membuat karakter antagonis Jeanine Matthews akan dibenci para penonton. Barisan pemeran lain seperti James, Teller, Elgort dan Jai Courtney juga tampil solid. Naomi Watts dan Octavia Spencer yang kini hadir memperkuat departemen akting Insurgent juga mampu memberikan warna tersendiri bagi kualitas film – meskipun dengan karakter yang begitu terbatas penceritaannya. [C]

The Divergent Series: Insurgent (2015)

Directed by Robert Schwentke Produced by Douglas Wick, Lucy Fisher, Pouya Shabazian Written by Brian Duffield, Akiva Goldsman, Mark Bomback (screenplay), Veronica Roth (novel, Insurgent) Starring Shailene Woodley, Theo James, Octavia Spencer, Jai Courtney, Ray Stevenson, Zoë Kravitz, Miles Teller, Ansel Elgort, Maggie Q, Naomi Watts, Kate Winslet, Mekhi Phifer, Ashley Judd, Daniel Dae Kim, Keiynan Lonsdale, Suki Waterhouse, Rosa Salazar, Emjay Anthony, Janet McTeer, Jonny Weston Music by Joseph Trapanese Cinematography Florian Ballhaus Edited by Nancy Richardson, Stuart Levy Production company Red Wagon Entertainment/Summit Entertainment/Mandeville Films Running time 119 minutes Country United States Language English

The 34th Annual Razzie Awards Nominations List

27th Annual Razzie Awards - Worst Picture - "Basically, It Stinks, Too"They’re back! Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, sehari menjelang Academy of Motion Picture Arts and Sciences mengumumkan deretan film-film terbaik peraih nominasi Academy Awards, Golden Raspberry Award Foundation turut hadir untuk memeriahkan awards season dengan mengumumkan nominasi Razzie Awards yang akan diberikan pada film-film berkualitas buruk yang dirilis di sepanjang satu tahun terakhir. Untuk pelaksanaannya yang ke-34 kali ini, film Grown Ups 2 (2013) yang dibintangi oleh Adam Sandler berhasil menjadi film dengan raihan nominasi terbanyak. Film tersebut berhasil menyabet sebanyak delapan nominasi termasuk nominasi untuk Worst Picture, Worst Director, Worst Screenplay serta tiga nominasi akting untuk Sandler (Worst Actor), Taylor Lautner (Worst Supporting Actor) dan Salma Hayek (Worst Supporting Actress). Yikes!

Continue reading The 34th Annual Razzie Awards Nominations List

Review: The Impossible (2012)

Pada 26 Desember 2004, sebuah gempa bumi berkekuatan dahsyat yang terjadi di ujung barat kepulauan Indonesia memicu terjadinya sebuah tsunami yang kemudian mengubah hidup banyak masyarakat negara-negara yang terletak di sekitar Samudera Indonesia dengan menjadi salah satu bencana alam terbesar yang pernah dialami oleh umat manusia dan membunuh tidak kurang dari 230 ribu jiwa. Continue reading Review: The Impossible (2012)

The 85th Annual Academy Awards Nominations List

oscars-2013They did it again! Tentu saja, Academy of Motion Pictures Arts and Sciences akan selalu menghadirkan kejutan dalam pemilihan nominasi Academy Awards mereka. Namun dengan tidak mengikutsertakan Ben Affleck (Argo) dan Kathryn Bigelow (Kathryn Bigelow) – yang banyak diprediksi merupakan calon nominasi yang dipastikan akan masuk – dalam nominasi Best Director? Jelas adalah sebuah kejutan besar! Menggantikan posisi Affleck dan Bigelow di posisi tersebut adalah Ben Zeitlin (Beasts of the Southern Wild) dan Michael Haneke (Amour). Sementara tiga nama lain, David O. Russell (Silver Linings Playbook), Ang Lee (Life of Pi) dan Steven Spielberg (Lincoln) merupakan nama-nama yang sebelumnya telah banyak diprediksi akan mendapatkan nominasi di kategori Best Director.

Continue reading The 85th Annual Academy Awards Nominations List

The 70th Annual Golden Globe Awards Nominations List

golden-globesLincoln semakin memperkuat posisinya sebagai kontender kuat untuk merebut gelar film terbaik di sepanjang tahun 2012. Melalui pengumuman nominasi The 70th Annual Golden Globe Awards, film yang berkisah mengenai kehidupan presiden Amerika Serikat ke-16 itu berhasil memimpin raihan nominasi dengan memperoleh tujuh nominasi, termasuk nominasi untuk Best Motion Picture – Drama, Best Director untuk Steven Spielberg dan Best Actor – Drama untuk Daniel Day-Lewis. Berada di belakang Lincoln, adalah dua film terbaru arahan Ben Affleck dan Quentin Tarantino, Argo serta Django Unchained. Kedua film berhasil mendapatkan lima nominasi sekaligus menantang Lincoln dalam peraihan gelar Best Motion Picture – Drama serta Best Director.

Continue reading The 70th Annual Golden Globe Awards Nominations List

Review: Dream House (2011)

Cukup sulit untuk menerima kanyataan bahwa Dream House adalah sebuah film yang diarahkan oleh Jim Sheridan, penerima enam kali nominasi Academy Awards, baik sebagai penulis naskah, produser maupun seorang sutradara, yang telah memberikan pecinta film dunia film-film seperti My Left Foot (1989), In the Name of the Father (1993), In America (2003) atau Brothers (2009). Merupakan sebuah psychological thriller pertama yang diarahkan oleh Sheridan, Dream House sama sekali tidak memiliki kedalaman kisah seperti film-film Sheridan sebelumnya – cukup wajar, mungkin, mengingat Sheridan sama sekali tidak terlibat dalam penulisan naskah film ini. Dream House terlihat terlalu familiar untuk mampu memberikan kejutan sebuah thriller berkualitas pada para penontonnya. Diisi dengan rentetan kisah drama yang tidak pernah benar-benar berhasil mampu untuk tampil menarik, Dream House adalah sebuah film yang dipastikan akan begitu cepat menghilang dari ingatan banyak penonton segera seusai mereka selesai menyaksikan film ini.

Continue reading Review: Dream House (2011)

Review: You Will Meet a Tall Dark Stranger (2010)

Berita bagus! Dalam usia yang telah menginjak 75 tahun, belum ada satu pun tanda yang menunjukkan bahwa Woody Allen akan berhenti untuk menghasilkan film-film drama komedi dengan tema sederhana namun seringkali berisi banyak sindiran kepada kehidupan sosial masyarakat modern. Hingga saat ini, Allen masih begitu aktif untuk duduk di kursi penyutradaraan sehingga pada dekade lalu, Allen selalu merilis satu film pada setiap tahunnya. Walau begitu, berita buruknya, untuk setiap Match Point (2008) dan Vicky Cristina Barcelona (2008) yang ia hasilkan, ada lebih banyak Anything Else (2003), Scoop (2006) maupun Whatever Works (2009) yang menyertai dalam deretan filmografinya. Dan karya terakhirnya, You Will Meet a Tall Dark Stranger, yang walaupun dibintangi sederetan aktor dan aktris papan atas Hollywood, tak lebih merupakan sebuah tambahan lain dalam daftar film-film berkualitas menjemukan yang disutradarai oleh Allen.

Continue reading Review: You Will Meet a Tall Dark Stranger (2010)

Review: Fair Game (2010)

Masih ingat dengan Nothing but the Truth (2008)? Film thriller politik arahan sutradara Rod Lurie yang terinspirasi dari kisah nyata mengenai seorang jurnalis The New York Post, Judith Miller, yang terpaksa harus mendekam di penjara setelah ia menolak permintaan pemerintahan Amerika Serikat untuk membuka rahasia siapa narasumber yang ia gunakan dalam sebuah berita yang ia tulis? Fair Game adalah film yang masih berputar di pembahasan masalah yang sama, namun kali ini menggunakan sudut pandang yang berbeda. Jika Nothing but the Truth mengupas masalah tersebut – dengan jalan cerita fiktif — dari sudut pandang sang jurnalis, maka Fair Game mengambil ceritanya dari sudut pandang Valerie Plame, seorang agen Central Intelligence Agency yang ditulis beritanya oleh Judith Miller dan menyebabkan Miller dijebloskan ke penjara.

Continue reading Review: Fair Game (2010)