Review: Black Panther (2018)


Ada sesuatu yang berbeda pada presentasi film pahlawan super terbaru garapan Marvel Studios yang berjudul Black Panther. Merupakan sebuah origin story yang memperkenalkan sosok pahlawan super baru dalam rangkaian pengisahan Marvel Cinematic Universe, Black Panther menghadirkan deretan karakter yang didominasi oleh karakter-karakter berkulit hitam dengan latar belakang lokasi penceritaan yang juga berada di benua Afrika. Tidak hanya itu. Dibandingkan dengan film-film pahlawan super lainnya yang telah dirilis oleh Marvel Studios, naskah cerita Black Panther yang ditulis oleh sutradara film ini, Ryan Coogler (Creed, 2015), bersama dengan Joe Robert Cole, juga menawarkan jalinan cerita yang memiliki nuansa politis yang cukup kental. Warna penceritaan yang cukup mampu memberikan nafas segar bagi kisah heroik a la Marvel Studios yang harus diakui telah terasa berjalan cukup monoton pada beberapa film garapan mereka akhir-akhir ini.

Black Panther memulai pengisahannya ketika Prince T’Challa (Chadwick Boseman) diangkat menjadi raja baru bagi kerajaan Wakanda setelah meninggalnya sang ayah yang sekaligus pemimpin Wakanda sebelumnya, King T’Chaka (John Kani). Menjadi seorang raja jelas bukanlah sebuah pekerjaan mudah. Selain banyak pihak yang menilai sosok T’Challa masih belum mampu untuk memimpin sebuah kerajaan sebesar Wakanda, sebuah masalah lain muncul ketika musuh dari masa lalu Wakanda, Ulysses Klaue (Andy Serkis), kembali hadir dengan membawa mantan anggota pasukan militer Amerika Serikat, Erik “Killmonger” Stevens (Michael B. Jordan), untuk membantu rencananya dalam mengganggu ketentraman kehidupan Kerajaan Wakanda. Namun, permasalahan tersulit yang harus dihadapi T’Challa muncul ketika dirinya harus menghadapi sebuah rahasia kelam dari masa lalu keluarganya. Sebuah rahasia yang secara perlahan mulai memecah persatuan para anggota kerajaan yang dipimpinnya.

Kekayaan warna pengisahan yang digarap Coogler dan Cole untuk Black Panther jelas menjadi elemen terkuat dari presentasi cerita film ini. Sebagai sebuah film pahlawan super buatan Marvel Studios, kerangka penceritaan Black Panther sebenarnya dihadirkan dalam formula yang tidak jauh berbeda dan cukup familiar jika dibandingkan dengan film-film pahlawan super buatan rumah produksi milik Walt Disney Studios Motion Pictures lainnya. Plot tentang jatuh bangunnya seorang sosok pahlawan, usaha untuk mengejar seorang karakter antagonis utama dalam jalan pengisahan, hingga tatanan cerita tentang perebutan tahta kekuasaan – yang sebelumnya telah dieksplorasi Kenneth Branagh dalam Thor (2011) garapannya – kembali menjadi konflik yang didaur ulang dalam penceritaan Black Panther. Namun, di saat yang bersamaan, keberhasilan Coogler dan Cole untuk memberikan bangunan latar belakang pengisahan yang kuat pada setiap karakter dan konflik yang hadir dalam film ini membuat deretan formula yang telah familiar tersebut menjadi begitu mengikat.

Lihat saja bagaimana isu politik dan sosial budaya, khususnya tentang ras dan representasi golongan yang memang menjadi topik hangat di Amerika Serikat (dan dunia) saat ini, mampu ditanamkan dalam susunan plot pengisahan Black Panther. Sentuhan politis tersebut bahkan mampu berpadu dan tersaji dengan baik berkat kemampuan Coogler dan Cole untuk menghadirkannya dalam tatanan pengisahan yang ringan dan, seringkali, bernuansa humor yang cerdas. Naskah cerita Black Panther juga memberikan ruang yang begitu luas bagi karakter-karakter pendukung untuk memiliki porsi pengisahan yang efektif. Tidak ada satupun karakter pendukung dalam penceritaan film yang tampil hanya sebagai penghias atau plot device belaka. Seluruh karakter mampu disajikan secara utuh dan mendukung kesatuan penceritaan utama yang akhirnya mampu membuat ritme perjalanan cerita Black Panther tampil dinamis.

Black Panther sendiri bukannya tampil tanpa permasalahan. Meskipun didukung oleh kualitas garapan naskah cerita yang berkualitas solid namun, pada beberapa bagian film, Coogler terasa kehilangan amunisi pengarahan yang menyebabkan Black Panther beberapa kali hadir bertele-tele dalam berkisah. Coogler juga sebenarnya dapat merampingkan beberapa plot pengisahan yang sebenarnya kurang esensial dan menyebabkan durasi pengisahan film ini melebar hingga 134 menit. Meskipun begitu, masalah-masalah tersebut tidak memberikan dampak negatif yang terlalu besar pada presentasi kualitas Black Panther secara keseluruhan.

Coogler berhasil menyajikan filmnya dengan kualitas departemen produksi yang kuat. Sentuhan etnik yang hadir mewarnai tata rias dan busana setiap karakter dalam film ini membuat setiap karakter tampil menonjol. Begitu pula dengan tata sinematografi dan desain produksi yang begitu memukau. Alur cerita Black Panther juga diperkuat dengan tata musik garapan Ludwig Göransson dan deretan lagu yang digarap oleh Kendrick Lamar. Lagu-lagu garapan Lamar, khususnya, bahkan mampu menjadi nyawa tambahan dalam setiap adegan film yang diiringinya. Jelas merupakan film produksi Marvel Studios dengan kualitas tatanan produksi paling memuaskan hingga saat ini.

Penampilan para pengisi departemen akting film ini turut menjadi elemen kesuksesan bagi pengisahan Black Panther. Sebagai sang karakter utama, Boseman tampil dengan kharisma yang kuat. Sayang, karakter pahlawannya yang terkemas dalam pewarnaan karakterisasi yang sedikit berkesan monoton seringkali membuat penampilannya tertutupi oleh penampilan-penampilan para aktor pendukung film. Penampilan yang paling mampu mencuri perhatian jelas datang dari Jordan. Dengan garapan karakterisasi yang melalui beberapa tahapan tampilan emosional, Jordan mampu menyajikan karakternya dengan kekuatan sekaligus ketangguhan yang mempesona. Black Panther juga dianugerahi karakter-karakter wanita yang daya tarik yang begitu menghipnotis. Mulai dari sosok agen rahasia yang juga mantan kekasih T’Challa bernama Nakia (Lupita Nyong’o), sosok ibunda T’Challa bernama Ramonda (Angela Bassett), hingga sosok jenderal perempuan, Okoye (Danai Gurira), dan adik perempuan T’Challa yang juga seorang ahli teknologi, Shuri (Letitia Wright), yang seluruhnya mampu ditampilkan bersinar oleh setiap pemerannya. Departemen akting Black Panther juga diperkuat oleh penampilan Serkis, Martin Freeman, Daniel Kaluuya, Winston Duke, Forest Whitaker, dan Sterling K. Brown yang hadir secara solid.

Meskipun bukanlah film produksi Hollywood perdana yang menyajikan sosok pahlawan berkulit hitam – masih ingat dengan Blade (Blade Trilogy, 1998 – 2004), Spawn (Spawn, 1997), The Meteor Man (The Meteor Man, 1993), atau Abar (Abar, The First Black Superman, 1977) – Black Panther jelas akan meninggalkan jejak dan kesan yang begitu mendalam atas kemasannya sebagai sebuah film pahlawan super dengan deretan karakter berkulit hitam yang mampu tergarap megah sekaligus mampu bercerita dengan kuat. Meskipun menghadapi beberapa permasalahan di beberapa bagian penceritaannya namun Black Panther berhasil menjadi sebuah film pahlawan super yang esensial dalam sejarah perfilman dunia – dengan tidak melupakan unsur hiburannya yang juga begitu menyegarkan. Sebuah langkah maju yang jelas menyenangkan bagi barisan film pahlawan super buatan Marvel Studios. [B-]

black-panther-marvel-cinematic-universe-movie-posterBlack Panther (2018)

Directed by Ryan Coogler Produced by Kevin Feige Written by Ryan Coogler, Joe Robert Cole (screenplay), Stan Lee, Jack Kirby (comic, Black Panther) Starring Chadwick Boseman, Michael B. Jordan, Lupita Nyong’o, Danai Gurira, Martin Freeman, Daniel Kaluuya, Letitia Wright, Winston Duke, Angela Bassett, Forest Whitaker, Andy Serkis, John Kani, Florence Kasumba, Sterling K. Brown, Isaach de Bankolé, Connie Chiume, Dorothy Steel, Danny Sapani, Sydelle Noel, Marija Abney, Janeshia Adams-Ginyard, Maria Hippolyte, Marie Mouroum, Jénel Stevens, Zola Williams, Christine Hollingsworth, Shaunette Renée Wilson, Nabiyah Be, Ashton Tyler, Seth Carr, Atandwa Kani, Stan Lee, Sebastian Stan Music by Ludwig Göransson Cinematography Rachel Morrison Editing by   Michael P. Shawver, Claudia Castello Studio Marvel Studios Running time 134 minutes Country United States Language English

6 thoughts on “Review: Black Panther (2018)”

  1. Yep, overall setuju pisan ama review bang Amir. Sebagai pembuka film MCU di 2018, film ini udah ok pisan. Sosok villainnya juga punya motivasi kuat pula.

Leave a Reply