Review: In the Heights (2021)


Sebelum namanya mengangkasa berkat Hamilton: An American Musical (2015) – yang selain berhasil meraih pujian luas dari para kritikus teater dan memenangkan 11 kategori di ajang The 70th Annual Tony Awards dari 16 nominasi yang diraihnya, juga mampu meraih sukses besar secara komersial sekaligus menjadi perbincangan diantara kalangan pemerhati kultur pop Amerika Serikat (dan dunia) – Lin-Manuel Miranda memulai karirnya di dunia teater dengan menjadi pemeran utama serta penata musik serta penulis lirik lagu-lagu yang dihadirkan dalam drama panggung musikal In the Heights (2005). Meskipun tidak sepopular Hamilton: An American Musical, In the Heights mampu memenangkan sejumlah penghargaan, termasuk Tony Awards dan Grammy Awards pertama yang dimenangkan oleh Miranda. Perbincangan untuk mengadaptasi In the Heights menjadi sebuah presentasi film musikal juga telah dimulai semenjak tahun 2008. Namun, setelah melalui beberapa perubahan dan penggantian produser serta sutradara, proses produksi versi film dari In the Heights baru benar-benar dimulai pada tahun 2018 dengan Jon M. Chu (Crazy Rich Asians, 2018) duduk di kursi penyutradaraan.

In the Heights sendiri bertutur akan beberapa kisah tentang sejumlah karakter yang tinggal di permukiman Washington Heights di kota New York, Amerika Serikat. Usnavi de la Vega (Anthony Ramos) adalah seorang pemuda yang mengelola sebuah toko serba ada. Dalam kesehariannya, Usnavi de la Vega berinteraksi dan berhubungan baik dengan para tetangganya: sahabatnya Benny (Corey Hawkins) yang bekerja di sebuah perusahaan taksi yang dimiliki oleh Kevin Rosario (Jimmy Smits); Daniela (Daphne Rubin-Vega), Carla (Stephanie Beatriz), dan Cuca (Dascha Polanco) yang mengelola sebuah salon kecantikan; sepupunya Sonny (Gregory Diaz IV), serta seorang gadis yang disukai oleh Usnavi de la Vega bernama Vanessa Morales (Melissa Barrera) yang bekerja di salon milik Daniela, Carla, dan Cuca. Selain sama-sama tinggal di wilayah permukiman yang sama, karakter-karakter tersebut juga saling terhubung akan ambisi serta usaha untuk meraih segala impian akan kehidupan yang lebih baik dari yang sedang mereka jalani saat ini.

Seperti halnya Hamilton: An American Musical, naskah cerita yang ditulis oleh Quiara Alegría Hudes berjalan beriringan dengan lirik dari lagu-lagu yang ditulis oleh Miranda dalam mempresentasikan sejumlah tema yang berkaitan dengan sosial, budaya, ekonomi, hingga politik dalam kehidupan manusia modern. Di Amerika Serikat, permukiman Washington Heights dikenal sebagai wilayah tempat tinggal bagi penduduk yang didominasi oleh warga pendatang atau keturunan pendatang yang berkulit warna. Tidak mengherankan jika tema mengenai kehidupan para imigran, usaha mereka untuk beradaptasi dengan lingkungan dan budaya kulit putih, serta ambisi untuk mewujudkan impian akan kehidupan yang lebih baik di tanah Amerika Serikat menjadi tema sentral bagi linimasa penceritaan film ini. Garapan cerita Hudes, berpadu dengan lagu-lagu garapan Miranda, serta penuturan Chu yang menghadirkan filmnya dalam ritme yang cepat dan tampilan penuh warna nan megah menjadikan tema tersebut mampu mengalir dengan ringan dan cukup mudah untuk dinikmati.

Di saat yang bersamaan, dengan alur pengisahan yang memiliki banyak karakter, In the Heights tidak lantas berhasil bercerita dengan lancar secara utuh. Fokus yang sering berganti antara satu karakter dengan yang lain mungkin bukanlah sebuah masalah besar. Namun, seiring dengan berjalannya durasi film, In the Heights seringkali kehilangan fokus akan sejumlah karakter yang sebenarnya telah memiliki pengelolaan cerita yang cukup kuat sedari awal presentasi film. Hal ini yang membuat bangunan kisah romansa yang terjalin antara karakter Usnavi de la Vega dengan Vanessa Morales atau karakter Benny dengan Nina Rosasio (Leslie Grace) tidak pernah benar-benar berhasil terasa penting kehadirannya. In the Heights juga seringkali terasa hidup dari momen ke momen – dengan dukungan sejumlah lagu yang dirancang untuk terdengar begitu catchy – daripada hadir sebagai presentasi yang mampu menggenggam perhatian para penontonnya dengan penuh. Sejumlah lagu garapan Miranda tampil dengan durasi yang terlalu lama – elemen yang jelas memberikan andil pada durasi penceritaan film yang berjalan hingga 143 menit.

Sebagai sebuah film “musikal sejati” – gelar yang disematkan oleh para penikmat musikal untuk film yang menghadirkan dialog film sebagai nyanyian dan tidak memisahkan antara dialog dengan nyanyian dalam pengisahan, In the Heights tetap berhasil hadir dengan daya tariknya. Jajaran pemerannya – yang dipandu oleh penampilan prima dari Ramos – mampu hadir dengan akting yang meyakinkan. Jangan tanyakan soal kemampuan bernyanyi mereka. Chu telah memilih barisan pemeran dengan kemampuan olah vokal maksimal yang menjadikan setiap momen musikal dalam film ini tampil berkesan. Momen-momen musikal dalam film ini juga dieksekusi lewat presentasi kualitas koreografi dan tata produksi yang maksimal. Terlepas dari beberapa kelemahan presentasi ceritanya, In the Heights jelas adalah persembahan musikal yang patut untuk dirayakan.

In the Heights (2021)

Directed by Jon M. Chu Produced by Lin-Manuel Miranda, Quiara Alegría Hudes, Scott Sanders, Anthony Bregman, Mara Jacobs Written by Quiara Alegría Hudes (screenplay), Quiara Alegría Hudes, Lin-Manuel Miranda (stage musical, In the Heights) Starring Anthony Ramos, Corey Hawkins, Leslie Grace, Melissa Barrera, Olga Merediz, Daphne Rubin-Vega, Gregory Diaz IV, Jimmy Smits, Marc Anthony, Stephanie Beatriz, Dascha Polanco, Noah Catala, Lin-Manuel Miranda, Mateo Gómez, Christopher Jackson Music by Lin-Manuel Miranda, Alex Lacamoire, Bill Sherman Cinematography Alice Brooks Edited by Myron Kerstein Production companies 5000 Broadway Productions/Barrio Grrrl! Productions/Likely Story/SGS Pictures Running time 143 minutes Country United States Languages English, Spanish

3 thoughts on “Review: In the Heights (2021)”

Leave a Reply