Tahun 2021 jelas menjadi salah satu tahun tersibuk bagi Lin-Manuel Miranda – dirinya turut berperan, menjadi komposer musik, sekaligus memproduseri In the Heights (Jon M. Chu, 2021), berperan dan menjadi komposer musik bagi Vivo (Kirk DeMicco, 2021), serta menuliskan cerita serta menjadi komposer musik untuk Encanto (Byron Howard, Jared Bush, 2021). Di penghujung tahun, Miranda merilis film musikal lain berjudul tick, tick… BOOM! yang sekaligus menandai kali pertama Miranda bertugas sebagai sutradara bagi sebuah film cerita panjang. Jika In The Heights diadaptasi dari drama panggung berjudul sama yang alur pengisahannya diinspirasi oleh kehidupan masa kecil Miranda, maka tick, tick… BOOM! juga diadaptasi dari drama panggung berjudul sama yang alur ceritanya sekaligus merupakan biopik dari Jonathan Larson yang, seperti halnya Miranda, merupakan seorang aktor, komposer, penyanyi, penulis, serta penggiat drama panggung asal Amerika Serikat. Bersama dengan Rent yang begitu mendunia, tick, tick… BOOM! adalah drama panggung garapan Larson yang dipentaskan dan meraih popularitasnya selepas Larson meninggal dunia di usia 35 tahun pada tahun 1996. Continue reading Review: tick, tick… BOOM! (2021)
Tag Archives: Lin-Manuel Miranda
Review: Vivo (2021)
Setelah In the Heights (Jon M. Chu, 2021), Vivo menjadi film kedua dari empat film yang melibatkan aktor sekaligus penyanyi sekaligus penulis lagu sekaligus produser sekaligus penulis naskah drama panggung, Lin-Manuel Miranda, yang direncanakan untuk rilis di tahun ini. Berdasarkan ide cerita oleh penulis naskah In the Heights, Quiara Alegría Hudes, bersama dengan Peter Barsocchini yang dikenal berkat naskah cerita yang ia tulis untuk seri film televisi High School Musical (2006 – 2008), Miranda sebenarnya telah mulai mengembangkan Vivo di tahun 2010 ketika film animasi ini awalnya akan diproduksi oleh DreamWorks Animation. Namun, setelah DreamWorks Animation memutuskan untuk tidak melanjutkan proses produksi Vivo pada tahun 2015, film animasi musikal tersebut kemudian ditangani oleh Sony Pictures Animation semenjak tahun 2016 dengan Kirk DeMicco (The Croods, 2013) duduk di kursi penyutradaraan sekaligus menggarap naskah cerita bersama dengan Hudes. Miranda sendiri terus dilibatkan untuk menulis sebelas lagu yang akan ditampilkan di sepanjang pengisahan Vivo sekaligus menjadi pengisi suara bagi karakter bernama sama dengan judul film ini. Continue reading Review: Vivo (2021)
Review: In the Heights (2021)
Sebelum namanya mengangkasa berkat Hamilton: An American Musical (2015) – yang selain berhasil meraih pujian luas dari para kritikus teater dan memenangkan 11 kategori di ajang The 70th Annual Tony Awards dari 16 nominasi yang diraihnya, juga mampu meraih sukses besar secara komersial sekaligus menjadi perbincangan diantara kalangan pemerhati kultur pop Amerika Serikat (dan dunia) – Lin-Manuel Miranda memulai karirnya di dunia teater dengan menjadi pemeran utama serta penata musik serta penulis lirik lagu-lagu yang dihadirkan dalam drama panggung musikal In the Heights (2005). Meskipun tidak sepopular Hamilton: An American Musical, In the Heights mampu memenangkan sejumlah penghargaan, termasuk Tony Awards dan Grammy Awards pertama yang dimenangkan oleh Miranda. Perbincangan untuk mengadaptasi In the Heights menjadi sebuah presentasi film musikal juga telah dimulai semenjak tahun 2008. Namun, setelah melalui beberapa perubahan dan penggantian produser serta sutradara, proses produksi versi film dari In the Heights baru benar-benar dimulai pada tahun 2018 dengan Jon M. Chu (Crazy Rich Asians, 2018) duduk di kursi penyutradaraan. Continue reading Review: In the Heights (2021)
Review: Star Wars: The Rise of Skywalker (2019)
Rasanya cukup sukar untuk tidak menyinggung “kericuhan” yang disebabkan oleh Star Wars: The Last Jedi (Rian Johnson, 2017) sebelum membicarakan Star Wars: The Rise of Skywalker. Meskipun mendapatkan ulasan yang sangat positif dari banyak kritikus film, pilihan Johnson untuk menghadirkan linimasa pengisahan film dengan warna plot, karakter, konflik, dan humor yang sedikit berbeda serta lebih progresif jika dibandingkan dengan film-film dalam seri Star Wars lainnya membuat Star Wars: The Last Jedi ditanggapi cukup dingin oleh banyak penggemar berat seri film yang kini telah berusia lebih dari 40 tahun tersebut. Ketidaksukaan para penggemar setia Star Wars terhadap film garapan Johnson tersebut – yang ditandai dengan membanjirnya penilaian dan komentar negatif tentang Star Wars: The Last Jedi di berbagai situs internet – terasa begitu kental sehingga beberapa kali mendapatkan tanggapan langsung baik dari aktor, produser, bahkan Johnson sebagai sang sutradara film. Ketidakmampuan Johnson untuk memuaskan para penggemar berat Star Wars itu pula yang dikabarkan menjadi penyebab mengapa Johnson tidak kembali dilibatkan oleh Walt Disney Studios ketika Colin Trevorrow – yang awalnya didapuk untuk mengarahkan Star Wars: The Rise of Skywalker – kemudian memilih untuk meninggalkan proyek film tersebut. Continue reading Review: Star Wars: The Rise of Skywalker (2019)
Review: Mary Poppins Returns (2018)
Memiliki latar belakang waktu pengisahan 25 tahun semenjak berbagai konflik yang dikisahkan pada Mary Poppins (Robert Stevenson, 1964), Mary Poppins Returns bercerita tentang kembalinya sang pengasuh yang memiliki kekuatan magis, Mary Poppins (Emily Blunt), ke kediaman keluarga Banks untuk menemui Michael Banks (Ben Whishaw) dan Jane Banks (Emily Mortimer) yang kini telah menjelma menjadi sosok pria dan wanita dewasa. Kembalinya Mary Poppins bukannya tanpa alasan. Setelah istrinya meninggal dunia, Michael Banks dilanda kekalutan dalam usahanya untuk merawat ketiga anaknya, Annabel Banks (Pixie Davis), John Banks (Nathanael Saleh), dan Georgie Banks (Joel Dawson), dengan hanya dibantu oleh Jane Banks dan pengurus rumah mereka, Ellen (Julie Walters). Problema keluarga Banks menjadi semakin rumit setelah Michael Banks lupa untuk membayar cicilan pinjamannya ke bank yang membuat rumah kediamannya bersama anak-anaknya terancam untuk disita. Seperti yang dialami Michael Banks dan Jane Banks di masa kecilnya, Mary Poppins lantas mengambil alih tugas untuk merawat anak-anak ketika Michael Banks kemudian berpacu dengan waktu untuk mendapatkan solusi agar tidak kehilangan rumah yang telah menjadi bagian dirinya seumur hidup. Continue reading Review: Mary Poppins Returns (2018)
Review: Moana (2016)
Walt Disney Pictures kembali membuktikan keunggulannya di tahun 2016 ini. Tidak hanya dari segi komersial – dimana rumah produksi yang dibangun oleh Walt Disney dan Roy O. Disney di tahun 1923 sekali lagi berhasil menjadi rumah produksi tercepat dalam membukukan pendapatan komersial sebesar US$1 miliar dari film-film yang mereka produksi – Walt Disney Pictures juga tetap berhasil mempertahankan kualitas kokoh dari setiap film yang mereka produksi. Lihat saja dua film yang dirilis divisi animasi mereka, Walt Disney Animation Studios, untuk tahun ini: Zootopia (Byron Howard, Rich Moore) dan Moana. Continue reading Review: Moana (2016)