Review: Hereditary (2018)


Jika Anda belum familiar dengan nama Ari Aster sebelumnya, Hereditary dapat dipastikan akan membuat Anda mengingat nama sekaligus hasil debut pengarahan film layar lebarnya tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama. Anda bahkan juga berkemungkinan akan berusaha untuk mencari film-film pendek yang ia arahkan sebelumnya hanya untuk mempertegas rasa kekaguman Anda pada pola pemikiran horornya yang cukup eksentrik – sekaligus mengisi waktu guna menunggu film arahan terbarunya di masa yang akan datang. Diarahkan berdasarkan naskah yang juga digarapnya sendiri, Aster menjadikan Hereditary sebagai sebuah meditasi terhadap rasa duka mendalam yang dirasakan oleh karakter-karakter dalam jalan ceritanya sekaligus membungkusnya dengan berbagai jejak horor klasik – namun jauh dari kesan klise – yang kemudian mendorong film ini untuk tampil begitu mencekam (baca: mengganggu). Sebuah pengalaman akan teror horor yang mampu memberikan rasa ketidaknyamanan yang begitu mendalam bagi para penontonnya.

Hereditary memulai pengisahannya dengan upacara pemakaman yang digelar oleh Annie (Toni Collette) bersama dengan sang suami, Steve (Gabriel Byrne), serta kedua anak mereka, Peter (Alex Wolff) dan Charlie (Milly Shapiro), untuk ibunya yang baru saja meninggal dunia. Meskipun Annie mengakui bahwa hubungannya dengan sang ibu yang memiliki sifat keras dan tertutup tidak selalu berjalan lancar, meninggalnya sang ibu tidak dapat disangkal meninggalkan jejak duka yang cukup mendalam bagi Annie. Rasa duka tersebut secara perlahan memberikan pengaruh yang kuat pada hubungan Annie dengan pekerjaan maupun keluarganya. Bayangan akan sang ibu – dan deretan perseteruan yang pernah mereka lalui – lantas membuat Annie mulai merasakan berbagai hal aneh terjadi di sekitarnya. Di saat yang bersamaan, Annie juga menemukan jejak-jejak rahasia kelam dari masa lalu ibunya. Berbagai jejak yang kemudian disadari Annie dapat mengancam keselamatannya dan seluruh anggota keluarganya.

Jika ingin memberikan perbandingan kontekstual, Hereditary dapat dibayangkan sebagai produk akhir dari Pengabdi Setan (Joko Anwar, 2017) jika film horor Indonesia terlaris sepanjang masa tersebut diarahkan oleh Yorgos Lanthimos dalam ritme yang serupa dengan ritme yang dihadirkannya untuk The Killing of a Sacred Deer (2017). Daripada memberikan penontonnya barisan adegan kejutan seperti layaknya film-film horor modern, Aster lebih memilih untuk membangun intensitas atmosfer horor filmnya secara perlahan. Hal tersebut diraih Aster dengan menyajikan gambar-gambarnya dalam pencahayaan yang cenderung gelap, pengisahan yang merunut setiap konflik dengan begitu mendalam, serta pendalaman karakter yang sangat kuat sehingga penonton mampu merasakan tekanan emosional yang sedang dihadapi oleh setiap karakter dalam jalan cerita Hereditary. Terdengar cukup menantang? Aster juga menyediakan deretan adegan kejutan bernuansa horor dimana beberapa karakter film ini digambarkan terbakar hidup-hidup atau kehilangan bagian tubuhnya dengan cara yang cukup mengerikan. Garapan Aster berhasil menghadirkan adegan-adegan tersebut dengan kesan yang begitu nyata yang jelas akan mampu membuat setiap penonton menahan nafas atau berpegangan erat di kursi duduk mereka.

Walaupun bergerak dengan ritme yang perlahan, Hereditary sama sekali tidak pernah terasa bertele-tele dalam pengisahannya. Kecerdasan Aster dalam menggiring jalan cerita filmnya membuat Hereditary tampil layaknya sebuah susunan teka-teki yang lantas memberikan petunjuk demi petunjuk dalam perjalanan ceritanya dan akhirnya membuka diri dengan sebuah kejutan kuat di penghujung kisah – jika penonton berhasil menyatukan potongan demi potongan jawaban yang telah diberikan di sepanjang presentasi film ini. Seperti halnya A Quiet Place (John Krasinski, 2018), Aster juga melengkapi pengalaman horor filmnya dengan serangkaian desain suara dan musik yang hadir mengikat sekaligus mencekam. Tata musik garapan Colin Stetson tampil mengemuka di banyak adegan film yang kemudian turut mendorong kesan kesunyian, keanehan, hingga ketragisan yang ditawarkan oleh jalan cerita Hereditary. Paduan desain produksi yang benar-benar cerdas dalam menebar benih ketakutan.

Sebagai sebuah film yang memanfaatkan dengan maksimal kehadiran deretan karakter bagi berfungsinya teror yang dijalankan oleh pengisahan film, Aster juga diberkahi barisan pengisi departemen akting yang mampu bekerja dengan tanpa cela. Di garda terdepan, Collette hadir dengan penampilan yang akan menghantui setiap penontonnya bukan hanya dengan rasa takut namun juga dengan goncangan emosional yang begitu kuat. Collette menyajikan sosok Annie sebagai karakter yang memendam dalam setiap emosi yang dirasakannya. Penonton dapat dengan jelas merasakan kegundahan emosional tersebut serta bersiap akan sebuah bencana yang akan datang akibat meledaknya perasaan dari karakter Annie berkat kelihaian Collette dalam menghidupkan karakter tersebut. Jelas salah satu penampilan akting terbaik yang diberikan Collette di sepanjang karirnya sebagai seorang aktris dan juga kontender kuat sebagai penampilan akting terbaik di tahun ini.

Tidak hanya Collette, seluruh penampilan akting dalam Hereditary tampil dengan kekuatan yang sama maksimalnya. Sebagai sosok remaja canggung yang juga merasakan dampak duka yang dipendam oleh sosok sang ibu, Wolff menghadirkan karakter Peter sebagai sosok misterius yang akan mampu membuat penonton mempertanyakan posisinya pada penceritaan film. Dan meskipun dengan porsi pengisahan yang lebih minimalis, penampilan Byrne, Shapiro, dan Ann Dowd turut mempersolid kekuatan pengisahan keseluruhan dari film ini.

Sebuah debut pengarahan yang jelas sangat mengagumkan. [A-]

hereditary-toni-collette-movie-posterHereditary (2018)

Directed by Ari Aster Produced by  Kevin Frakes, Lars Knudsen, Buddy Patrick Written by Ari Aster Starring  Toni Collette, Alex Wolff, Gabriel Byrne, Milly Shapiro, Ann Dowd, Christy Summerhays, Morgan Lund, Mallory Bechtel, Jake Brown, Harrison Nell, Briann Rachele, Heidi Méndez, Moises Tovar, Jarrod Phillips, Brock McKinney, Zachary Arthur, David Stanley, Bus Riley, Austin Grant, Gabriel Monroe Eckert Music by Colin Stetson Cinematography Pawel Pogorzelski Edited by Jennifer Lame, Lucian Johnston Production companies PalmStar Media/Finch Entertainment/Windy Hill Pictures Running time 127 minutes Country United States Language English