Review: The Predator (2018)


Merupakan film keempat dalam seri film Predator yang mengikuti Predator (John McTiernan, 1987), Predator 2 (Stephen Hopkins, 1990), dan Predators (Nimród Antal, 2010) – dan film keenam jika Anda turut menghitung keberadaan Alien vs. Predator (Paul W. S. Anderson, 2004) dan Alien vs. Predator: Requiem (The Brothers Strause, 2007), The Predator memiliki alur pengisahan yang linimasanya terletak di belakang Predator 2namun mendahului linimasa penceritaan dari Predators. Meskipun begitu, terlepas dari beberapa referensi akan film-film pendahulu yang disajikan sebagai benang merah, The Predator mampu tampil dan dapat dinikmati sebagai sebuah film mandiri. Pengarahan cerita yang kini dikendalikan oleh Shane Black (The Nice Guys, 2016) juga membuat film ini memiliki warna pengisahan yang cukup berbeda dengan film-film lain dalam seri Predator: berjalan dengan ritme yang lebih cepat dan tampil dengan unsur black comedyyang kental. Sebuah penyegaran yang menyenangkan bagi seri film ini.

Dengan naskah cerita yang digarap Black bersama dengan Fred Dekker (RoboCop 3, 1993), The Predator berkisah tentang seorang tentara bernama Quinn McKenna (Boyd Holbrook) yang ditangkap dan diamankan oleh pemerintahan Amerika Serikat atas dugaan menyembunyikan perangkat teknologi yang dimiliki oleh sesosok makhluk luar angkasa yang ditemuinya ketika bertugas. Quinn McKenna sendiri telah berhasil menyelundupkan dan menyembunyikan barang tersebut dengan cara mengirimkannya ke alamat tempat tinggal mantan istrinya, Emily McKenna (Yvonne Strahovski), yang tinggal bersama putra mereka, Rory McKenna (Jacob Tremblay). Sial, semasa dalam masa penahanan, Quinn McKenna menyadari bahwa barang yang disembunyikannya tidak hanya sedang dicari oleh pemerintah namun juga oleh sesosok makhluk luar angkasa pembunuh yang dikenal dengan sebutan Predator. Dengan dibantu oleh beberapa tentara yang juga sedang dalam masa penahanan lainnya, Gaylord “Nebraska” Williams (Trevante Rhodes), Coyle (Keegan-Michael Key), Baxley (Thomas Jane), Lynch (Alfie Allen), dan Nettles (Augusto Aguilera), Quinn McKenna akhirnya berhasil melarikan diri dan segera berangkat untuk menyelamatkan putranya.

Harus diakui, kemampuan Black – yang sebelumnya pernah berperan sebagai aktor pendukung dalam Predator – dan Dekker dalam memberikan sentuhan komedi bagi jalan penceritaan The Predator memberikan banyak momen kuat dalam presentasi cerita film. Banyaknya karakter yang hadir – yang masih ditambah dengan kehadiran dua karakter vital yang diperankan Olivia Munn dan Sterling K. Brown– tidak pernah menjadikan bangunan pengisahan film ini terasa terlalu padat akan karakter berkat pengembangan porsi cerita dari setiap karakter tersebut yang mampu diolah dengan baik. Setiap karakter disajikan apik, memberikan kesan unik, dan mampu menjadikan plot cerita tempat kehadiran mereka menjadi begitu menarik. Layaknya Iron Man 3 (2013) dan The Nice Guys yang ia arahkan, Black memastikan The Predator hadir dengan deretan dialog komikal yang tidak hanya dominan namun juga menghibur. Tentu saja, sebagai sebuah film yang berada dalam barisan seri film Predator, The Predator juga tampil kuat dalam elemen pengarahan aksinya. Adegan-adegan aksinya tergarap baik dengan intensitas ketegangan yang mampu diciptakan secara maksimal.

Walau hadir dengan banyak momen menyenangkan, Black cukup gagal dalam memberikan struktur pengisahan yang lebih kuat bagi filmnya. Perhatian yang besar untuk menjadikan The Predator sebagai film laga dengan unsur komedi yang menonjol membuat Black terkesan mengenyampingkan kualitas kesolidan tatanan cerita. Konflik dan karakter yang tidak pernah mampu tergali dengan mendalam menjadikan The Predator hadir bagaikan kumpulan sketsa cerita dimana satu sketsa akan terlupakan begitu saja ketika sketsa baru telah disajikan. Hal ini juga yang menyebabkan mengapa paruh ketiga film ini – yang sebenarnya merupakan bagian yang mengandung elemen aksi paling banyak – terasa gagal untuk mengikat setelah jalinan hubungan antara karakter terkesan menghilang begitu saja. Jangan harapkan juga adanya sentuhan drama yang berarti karena The Predator sama sekali tidak menyempatkan dirinya untuk menghadirkan bangunan emosional yang kokoh kepada para penontonnya.

Departemen akting dan produksi film ini hadir dengan kualitas yang memuaskan. Walau penampilannya kadang terasa tenggelam oleh penampilan akting dari para pemeran pendukung, Holbrook cukup berhasil membuktikan bahwa dirinya layak mengisi posisi pemeran utama dengan kharisma penampilan yang memikat. Sebagai pemeran karakter wanita paling dominan, Munn juga mampu membuat kehadirannya begitu mencuri perhatian. Brown, Rhodes, Key, Jane, Allen, dan Aguilera menambah kuat dukungan kualitas penampilan The Predator. Secara keseluruhan, The Predator mungkin akan begitu mudah dilupakan begitu penceritaannya selesai. Namun, tetap saja, Black mampu menyediakan hiburan yang menyenangkan di sepanjang durasi presentasi filmnya tersebut. [C]

the-predator-2018-movie-posterThe Predator (2018)

Directed by Shane Black Produced by John Davis Written by Fred Dekker, Shane Black (screenplay), Jim Thomas, John Thomas (characters) Starring Boyd Holbrook, Trevante Rhodes, Jacob Tremblay, Olivia Munn, Sterling K. Brown, Keegan-Michael Key, Thomas Jane, Alfie Allen, Augusto Aguilera, Yvonne Strahovski, Niall Matter, Brian A. Prince Music by Henry Jackman Cinematography Larry Fong Edited by Harry B. Miller III, Billy Weber Studio Davis Entertainment Running time 107 minutes Country United States Language English

One thought on “Review: The Predator (2018)”

Leave a Reply