Tag Archives: Boyd Holbrook

Review: The Predator (2018)

Merupakan film keempat dalam seri film Predator yang mengikuti Predator (John McTiernan, 1987), Predator 2 (Stephen Hopkins, 1990), dan Predators (Nimród Antal, 2010) – dan film keenam jika Anda turut menghitung keberadaan Alien vs. Predator (Paul W. S. Anderson, 2004) dan Alien vs. Predator: Requiem (The Brothers Strause, 2007), The Predator memiliki alur pengisahan yang linimasanya terletak di belakang Predator 2namun mendahului linimasa penceritaan dari Predators. Meskipun begitu, terlepas dari beberapa referensi akan film-film pendahulu yang disajikan sebagai benang merah, The Predator mampu tampil dan dapat dinikmati sebagai sebuah film mandiri. Pengarahan cerita yang kini dikendalikan oleh Shane Black (The Nice Guys, 2016) juga membuat film ini memiliki warna pengisahan yang cukup berbeda dengan film-film lain dalam seri Predator: berjalan dengan ritme yang lebih cepat dan tampil dengan unsur black comedyyang kental. Sebuah penyegaran yang menyenangkan bagi seri film ini. Continue reading Review: The Predator (2018)

Review: Logan (2017)

Merupakan film ketiga yang berkisah tentang karakter Wolverine setelah X-Men Origins: Wolverine (Gavin Hood, 2009) dan The Wolverine (James Mangold, 2013), Logan melanjutkan kisah perjalanan sang karakter utama (Hugh Jackman) dengan latarbelakang cerita yang kini berada di tahun 2029. Dengan usianya yang semakin menua, Logan tidak lagi tampil segarang seperti penampilannya dahulu sebagai Wolverine. Ia, bersama dengan seorang mutan lain bernama Caliban (Stephen Merchant), kini tinggal di perbatasan Meksiko sambil merawat Charles Xavier (Patrick Stewart) yang, juga karena usianya yang telah lanjut, hidup sebagai sosok pria pikun yang sering tidak mampu mengontrol kekuatannya. Suatu hari, Logan didatangi oleh seorang perawat bernama Gabriela (Elizabeth Rodriguez) yang meminta agar Logan mengawal seorang anak perempuan bernama Laura (Dafne Keen) ke sebuah lokasi yang disebut sebagai Eden. Tidak ingin terlibat dalam sebuah permasalahan baru, Logan memilih untuk menolak permintaan tersebut. Namun, Charles Xavier memaksa Logan untuk mau menerima keberadaan Laura dan mengungkapkan bahwa Laura juga adalah seorang mutan. Logan masih bersikeras dengan pendapatnya hingga kemudian seorang pria bernama Donald Pierce (Boyd Holbrook) datang dan mencoba untuk merebut paksa Laura. Continue reading Review: Logan (2017)

Review: Run All Night (2015)

run-all-night-posterUntuk kali ketiga setelah Unknown (2011) dan Non-Stop (2014) yang berhasil meraih kesuksesan komersial sekaligus memantapkan posisinya sebagai seorang bintang film-film aksi, Liam Neeson kembali berada di bawah arahan sutradara Jaume Collet-Serra untuk film teranyarnya, Run All Night. Layaknya peran yang ia sajikan selama tujuh tahun terakhir setelah membintangi Taken (2008), Run All Night juga menampilkan Neeson sebagai sosok pria paruh baya yang memiliki kekuatan fisik dan mental luar biasa dalam menghadapi bahaya yang mengancam diri dan orang-orang yang ia sayangi. Apakah Run All Night memiliki kejutan yang berarti dalam penuturan kisahnya? Tidak juga. Mereka yang telah mengikuti petualangan Neeson dalam film-film aksi jelas telah tahu pasti apa yang ditawarkan oleh film yang juga dibintangi Joel Kinnaman dan Ed Harris ini. Meskipun begitu, daya tarik Neeson yang masih luar biasa kuat ditambah dengan kualitas penampilan dari departemen akting serta pengarahan aksi yang solid cukup mampu membuat Run All Night tampil begitu memikat.

Dengan naskah yang ditulis oleh Brad Ingelsby (Out of the Furnace, 2013), Run All Night berkisah mengenai Jimmy Conlon (Neeson), seorang mantan pembunuh bayaran yang kini lebih sering menghabiskan waktunya dengan mengkonsumsi minuman keras akibat dihantui rasa bersalah akan orang-orang yang telah dibunuhnya di masa lampau. Satu-satunya orang yang masih peduli pada Jimmy adalah Shawn Maguire (Harris), mantan kriminal yang dahulu pernah mempekerjakan Jimmy sekaligus merupakan sahabat Jimmy semenjak mereka kecil. Namun kisah persahabatan keduanya berada dalam situasi genting ketika di suatu malam Jimmy terpaksa menembak mati putra tunggal Shawn, Danny (Boyd Holbrook), akibat berusaha membunuh putra tunggal Jimmy, Mike (Kinnaman). Jelas saja Shawn dengan segera mengerahkan seluruh kaki tangannya untuk menemukan sekaligus membunuh Jimmy dan Mike.

Chemistry antara Jaume Collet-Serra dengan Liam Neeson jelas menjadi salah satu faktor mengapa Run All Night dapat bekerja dengan baik. Collet-Serra tahu pasti bahwa Neeson adalah aktor yang ia butuhkan untuk mampu menghidupkan sekaligus membuat sosok karakter yang sebenarnya sulit untuk disukai akhirnya justru dapat menerima dukungan penuh dari penonton. Dan Neeson, tentunya, mampu memenuhi harapan Collet-Serra tersebut dengan baik. Tidak hanya Neeson, Run All Night juga mendapatkan dukungan penampilan yang begitu prima dari jajaran pengisi departemen akting lainnya, mulai dari Ed Harris, Joel Kinnaman, Vincent D’Onofrio bahkan hingga Nick Nolte dan Boyd Holbrook yang hadir dalam kapasitas penceritaan yang begitu terbatas. Jika ada keluhan yang cukup berarti dalam departemen akting film ini maka hal tersebut mungkin datang dari penampilan Common yang begitu datar. Bukan sepenuhnya salah dari sang aktor. Karakter pembunuh bayaran berdarah dingin yang diperankan Common mendapatkan porsi penceritaan dan penggalian karakter yang begitu minim sehingga kehadiran karakter tersebut dalam jalan cerita sering terasa sia-sia belaka.

Dan memang, penggalian cerita dari beberapa karakter yang hadir dalam jalan cerita Run All Night menjadi salah satu masalah dari naskah cerita garapan Brad Ingelsby. Naskah cerita Ingelsby seringkali mengabaikan keberadaan karakter-karakter pendukung yang sebenarnya, jika ingin dicerna lebih lanjut, memiliki peran yang vital dalam keseluruhan penceritaan. Hal ini yang membuat beberapa plot pendukung cerita terasa hadir tanpa pengembangan kisah yang kuat. Tidak hanya itu, Ingelsby juga terasa gagal untuk mengisi celah-celah dalam konflik utama film agar mampu membuatnya kuat untuk bercerita sepanjang hampir selama dua jam, khususnya di pertengahan paruh kedua dan ketiga film. Tidak buruk namun jelas memberikan beberapa celah hampa tersendiri di dalam penceritaan Run All Night.

Terlepas dari berbagai kelemahan di departemen penceritaan, Run All Night masih mampu dikemas sebagai sebuah film action popcorn yang benar-benar menarik. Collet-Serra berhasil mengeksekusi setiap adegan aksi dalam tampilan visual yang memukau dan menegangkan. Begitu pula dengan pengarahannya akan alur penceritaan yang sukses mengalirkan kisah film ini dengan baik kepada penontonnya. Jika Anda merupakan penggemar dari dua film kolaborasi Collet-Serra dan Neeson sebelumnya, maka Run All Night jelas tidak akan mengecewakan. [B-]

Run All Night (2015)

Directed by Jaume Collet-Serra Produced by Roy Lee, Michael Tadross, Brooklyn Weaver Written by Brad Ingelsby Starring Liam Neeson, Ed Harris, Joel Kinnaman, Boyd Holbrook, Bruce McGill, Génesis Rodríguez, Vincent D’Onofrio, Common, Holt McCallany, Malcolm Goodwin, Nick Nolte Music by Junkie XL Cinematography Martin Ruhe Edited by Craig McKay Production company Vertigo Entertainment/Energy Entertainment Running time 114 minutes Country United States Language English

Review: The Host (2013)

the-host-header

Stephenie Meyer memulai masa kejayaannya ketika seri novel The Twilight Saga (2005 – 2008) yang ia tulis diadaptasi ke layar lebar oleh Hollywood. Meskipun kebanyakan bagian film seri tersebut mendapatkan kritikan tajam dari kritikus film Hollywood – khususnya akibat dialog maupun deretan adegan romansa cheesy yang terus mewarnai film seri tersebut, lima seri film The Twilight Saga (2008 – 2012) berhasil meraih kesuksesan komersial luar biasa dengan total pendapatan sebesar lebih dari US$3 milyar serta menjadi sebuah pop culture phenomenon bagi banyak kalangan muda. Tentu saja… ketika Meyer kemudian merilis The Host (2008)  – yang pada dasarnya masih merupakan sebuah novel bertema kisah cinta segitiga namun hadir dengan balutan penceritaan bernuansa science fiction yang lebih dewasa, Hollywood jelas tidak akan melewatkan kesempatan untuk mengulang kembali kesuksesan luar biasa tersebut begitu saja. Namun… can the lightning really strikes the same place twice?

Continue reading Review: The Host (2013)