Review: La Tahzan (Jangan Bersedih) (2013)


la-tahzan-header

Mungkin dalam rangka menarik minat serta perhatian penonton Indonesia untuk menyaksikan filmnya, produser film Orenji kemudian memutuskan untuk mengganti judul film ini menjadi La Tahzan (Jangan Bersedih), memberikannya poster yang bernuansa Islami sekaligus merilisnya di masa menjelang libur Lebaran – sebuah jangka waktu yang dianggap paling menguntungkan untuk merilis sebuah film bagi industri film Indonesia. Sayangnya, nuansa relijius yang dihadirkan dalam jalan penceritaan La Tahzan (Jangan Bersedih) yang justru kemudian membuat kualitas film ini tersungkur. Jalan cerita yang awalnya bergerak di seputar romansa cinta segitiga antara ketiga karakter utamanya secara menggelikan kemudian berubah arah menjadi konflik kebatinan dan kepercayaan yang dihadirkan dengan begitu dangkal. Hasilnya, La Tahzan (Jangan Bersedih) terlihat hadir sebagai sebuah drama romansa dengan balutan kisah agama yang begitu dipaksakan kehadirannya.

Diangkat dari salah satu cerita pendek berjudul Pelajar Setengah TKI karya Ellnovianty Nine yang mengisi sebuah buku berjudul La Tahzan for Students – dan bukan merupakan adaptasi dari buku berjudul sama karya penulis asal Arab Saudi, Aaidh ibn Abdullah al-Qarni, yang mendunia tersebut, La Tahzan (Jangan Bersedih) memulai penceritaannya dengan kisah persahabatan antara Viona (Atiqah Hasiholan) dan Hasan (Ario Bayu) yang sama-sama memiliki mimpi untuk berangkat dan tinggal di negara Jepang. Viona dan Hasan telah bersahabat cukup lama dan sebenarnya saling menyimpan rasa suka antara satu dengan yang lain namun sama sekali tidak pernah memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaan tersebut. Sayang, hubungan antara Viona dengan Hasan secara tiba-tiba terputus setelah Hasan dengan tanpa adanya alasan yang jelas kemudian berangkat ke Jepang seorang diri.

Setelah beberapa saat ditinggalkan oleh Hasan, Viona sendiri kemudian mendapatkan kabar gembira bahwa ia akan turut dikirimkan ke Jepang untuk meneruskan pendidikannya sembari bekerja. Jelas Viona merasa sangat senang dengan keberuntungannya tersebut. Sesampainya di Jepang, Viona mulai membiasakan diri dengan kehidupannya yang baru, mulai dari kegiatan pendidikannya hingga pekerjaan baru yang ia dapatkan di sebuah restoran sushi. Di saat yang bersamaan, Viona jelas tidak melupakan begitu saja untuk mencari keberadaan Hasan. Di sela-sela pencarian dan kehidupan barunya itulah, Viona kemudian berkenalan dengan seorang pemuda asal Jepang yang masih memiliki darah Indonesia bernama Yamada (Joe Taslim). Secara perlahan, kehadiran Yamada mulai menarik perhatian Viona dan membuat gadis cantik itu mulai melupakan sosok Hasan.

Sedikit menilik kembali judul asli film ini, Orenji – yang merupakan sebutan untuk buah jeruk dalam bahasa Jepang, dalam satu adegan di film La Tahzan (Jangan Bersedih), dikisahkan bahwa karakter Yamada mengenalkan sebuah pandangan hidup yang berhubungan dengan orenji kepada Viona. Oleh Yamada, orenji dikatakan dapat menggambarkan bagaimana kehidupan dapat berjalan dalam keseharian manusia: bahwa dalam tampilan yang mungkin terkesan indah atau manis dapat saja tersimpan sebuah kenyataan yang terasa asam. Ironisnya, selain lebih tepat untuk dijadikan judul film ini, orenji juga secara tepat menggambarkan bagaimana kualitas film ini secara keseluruhan: tertata dengan baik dari segi penampilan luarnya namun menghadirkan kualitas yang “asam” dalam presentasi ceritanya.

Kelemahan terbesar dari naskah cerita film La Tahzan (Jangan Bersedih) yang ditulis oleh Jujur Prananto (Ambilkan Bulan, 2012) ini jelas begitu terasa dalam pengembangan karakter-karakter yang dihadirkan di sepanjang presentasi cerita. Semenjak awal, La Tahzan (Jangan Bersedih) terlihat begitu menumpukan pergerakan jalan cerita filmnya pada ketiga karakter utama. Namun, di saat yang bersamaan, La Tahzan (Jangan Bersedih) sama sekali tidak pernah berusaha untuk membuat ketiga karakter tersebut menjadi tiga sosok karakter yang dapat dengan mudah terasa familiar bagi para penontonnya. Tentu, La Tahzan (Jangan Bersedih) dapat terus memfokuskan penceritaannya pada hubungan yang terjalin antara karakter Viona dengan Hasan maupun hubungan antara karakter Viona dengan Yamada – dan beberapa kali sempat menghadirkan momen romansa yang cukup berhasil. Pun begitu, penonton sama sekali tidak pernah diberikan ruang yang cukup untuk dapat merasa terhubung dengan ketiga karakter tersebut akibat dangkalnya karakterisasi serta latar belakang kisah yang diberikan pada ketiganya.

Hubungan yang terjalin antara ketiga karakter utama, serta berbagai dilema yang mereka hadapi dalam menjalani hubungan tersebut kemudian mengambil tempat utama dalam ruang presentasi La Tahzan (Jangan Bersedih). Setelah itu, tidak ada satupun plot penceritaan lain yang mampu dikembangkan dengan baik. Plot mengenai tujuan utama karakter Viona untuk belajar dan bekerja di Jepang menghilang begitu saja setelah beberapa adegan. Dilema yang sedang dihadapi karakter Hasan, dan misteri seputar perginya ia secara tiba-tiba dari kehidupan Viona, tidak pernah mampu tergambarkan dengan baik. Karakter Yamada mungkin masih dapat ditampilkan dengan latar belakang kisah keluarga yang cukup memuaskan namun itupun secara perlahan mulai memudar setelah masuknya plot penceritaan relijius yang memaksa ketiga karakter utama secara tiba-tiba harus berurusan dengan masalah kepercayaan mereka. Yang paling buruk tentu saja pilihan ending kisah yang dihadirkan. Sebenarnya tidak ada masalah dengan pemilihan ending apapun sesuai dengan yang diinginkan para pembuat film. Namun, La Tahzan (Jangan Bersedih) gagal untuk memberikan pondasi yang kuat atas ending yang akhirnya dihadirkan film ini dan justru kemudian membuat pilihan tersebut menjadi jauh dari kesan masuk akal.

Keberadaan nama-nama seperti Atiqah Hasiholan, Ario Bayu serta Joe Taslim di jajaran terdepan departemen akting film ini harus diakui memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap kualitas presentasi La Tahzan (Jangan Bersedih) secara keseluruhan – meskipun, juga harus diakui, ketiganya hadir tanpa chemistry yang erat antara satu dengan yang lain. Meskipun terkesan miscast terhadap peran yang ia mainkan, Atiqah tetap mampu menampilkan penampilan yang tidak mengecewakan. Begitu juga dengan Ario Bayu, yang harus berusaha keras untuk menghidupkan sosok karakter yang begitu dangkal penggalian kisahnya. Bintang utama dari La Tahzan (Jangan Bersedih) jelas adalah Joe Taslim. Membuktikan bahwa dirinya tidak sekedar aktor tangguh yang dapat berperan dalam film-film aksi seperti The Raid (2012), Dead Mine (2013) maupun Fast and Furious 6 (2013), Joe tampil begitu lugas dalam melafalkan aksen serta gerak tubuh yang mampu menonjolkan karakternya sebagai seorang warga Jepang.

Sayangnya, dalam debutnya sebagai seorang sutradara, Danial Rifki – yang berhasil memenangkan kategori Penulis Cerita Asli Terbaik di ajang Festival Film Indonesia 2012 untuk Tanah Surga… Katanya, harus diakui mendapatkan materi yang terlalu lemah untuk dapat dikembangkan dengan baik. Dengan pendekatan yang lebih personal lagi – dan tanpa adanya keharusan untuk menghadirkan elemen kisah relijius, La Tahzan (Jangan Bersedih) mungkin saja dapat menjelma menjadi sebuah drama romansa yang bittersweet mengenai kisah cinta segitiga antara karakter-karakternya. Namun, La Tahzan (Jangan Bersedih) justru memilih untuk hadir dengan deretan karakter yang benar-benar tampil datar dengan iringan plot-plot penceritaan yang seringkali gagal untuk tergali dengan baik. Tidak heran jika kemudian La Tahzan (Jangan Bersedih) hadir dengan kualitas yang secara keseluruhan terasa “asam” serta berbanding terbalik dengan kemasannya yang sebenarnya telah mampu cukup tampil dengan “manis.” Orenji.

popcornpopcorn popcorn2popcorn2popcorn2

La Tahzan (Jangan Bersedih) (Falcon Pictures, 2013)
La Tahzan (Jangan Bersedih) (Falcon Pictures, 2013)

La Tahzan (Jangan Bersedih) (2013)

Directed by Danial Rifki Produced by Frederica Written by Jujur Prananto (screenplay), Ellnovianty Nine (short story, Pelajar Setengah TKI) Starring Atiqah Hasiholan, Ario Bayu, Joe Taslim, Nobuyuki Suzuki, Piet Pagau, Dewi Irawan, Prilly Latuconsina, Erly Ashy Music by Ricky Lionardi Cinematography Yoyok Budi Santoso Editing by Yoga Krispratama Studio Falcon Pictures Running time 98 minutes Country Indonesia Language Indonesian

One thought on “Review: La Tahzan (Jangan Bersedih) (2013)”

Leave a Reply