Dirilis pertama kali pada tahun 1992 oleh Midway Games, Mortal Kombat dengan segera meraih popularitas diantara para penikmat permainan video bertema pertarungan – khususnya berkat tampilan grafisnya yang tidak segan mengumbar begitu banyak unsur darah serta kekerasan yang sempat memicu kontroversi dari sejumlah pihak. Popularitasnya tersebut mampu membawa Mortal Kombat menjadi salah satu permainan video bertema pertarungan dengan angka penjualan terbaik di sepanjang sejarah yang kemudian coba diadaptasi dan dikembangkan ke berbagai bentuk media lainnya, mulai dari film, serial televisi, komik, novel, permainan kartu, hingga kompetisi judi secara daring. Adaptasi film layar lebar pertama dari Mortal Kombat sendiri dirilis pada tahun 1995. Meskipun mendapatkan sambutan yang kurang begitu hangat dari para kritikus film dunia, Mortal Kombat mampu meraih sukses besar secara komersial sekaligus meluncurkan karir dari sutradara Paul W. S. Anderson di Hollywood. Sayang, sekuel arahan John R. Leonetti yang berjudul Mortal Kombat: Annihilation (1997) gagal untuk meraih kesuksesan serupa dan menutup pintu bagi adanya kesempatan untuk adaptasi film layar lebar dari Mortal Kombat selanjutnya. Continue reading Review: Mortal Kombat (2021)
Tag Archives: Joe Taslim
Review: Hit & Run (2019)
Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Fajar Putra S dan Upi (My Stupid Boss 2, 2019), film terbaru arahan Ody C. Harahap (Orang Kaya Baru the Movie, 2019), Hit & Run, mencoba memadukan elemen aksi dengan komedi. Jalan ceritanya sendiri berfokus pada sosok polisi bernama Tegar (Joe Taslim) yang tidak hanya merupakan seorang polisi berprestasi namun juga menyandang gelar selebriti karena reality show popular bernama Hit & Run yang ia bintangi. Dalam salah satu tugas yang diberikan padanya, Tegar menangkap seorang penjual narkotika dan obat-obatan terlarang palsu, Lio (Chandra Liow), yang diduga memiliki hubungan kerjasama dengan Coki (Yayan Ruhian) yang merupakan seorang pimpinan gembong penjual narkotika dan obat-obatan terlarang yang baru saja melarikan diri dari penjara dan kini menjadi salah satu orang yang paling dicari oleh pihak kepolisian. Lio ternyata tidak memiliki hubungan langsung dengan Coki. Namun, melalui perantaraan Lio, Tegar kemudian menemukan beberapa petunjuk yang mampu membawanya untuk berhadapan langsung dengan Coki. Continue reading Review: Hit & Run (2019)
Review: Surat Kecil untuk Tuhan (2017)
Masih ingat dengan Surat Kecil untuk Tuhan (Harris Nizam, 2011)? Well… walau memiliki kesamaan judul, versi terbaru dari Surat Kecil untuk Tuhan yang diarahkan oleh Fajar Bustomi (Romeo + Rinjani, 2015) ini sama sekali tidak memiliki keterkaitan maupun kesamaan garis penceritaan dengan film yang berhasil meraih tiga nominasi di ajang Festival Film Indonesia di tahun 2011 tersebut. Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Upi – yang juga menjadi penulis naskah cerita bagi film Sweet 20 (Ody C. Harahap) yang dirilis di waktu yang sama dengan film ini, Surat Kecil untuk Tuhan menawarkan deretan konflik maupun karakter yang berbeda bagi para penontonnya. Tidak lagi menghadirkan alur kisah tentang seorang gadis remaja yang sedang berjuang untuk melawan penyakit yang ia derita, Surat Kecil untuk Tuhan kini bercerita tentang perjuangan seorang adik yang berusaha untuk menemukan sang kakak setelah guratan nasib secara tragis memisahkan mereka berdua. Sebuah perubahan yang cukup radikal dan cukup menyegarkan meskipun pengarahan Bustomi sayangnya tidak selalu berhasil membuat film ini mampu untuk menyentuh hati para penontonnya. Continue reading Review: Surat Kecil untuk Tuhan (2017)
Festival Film Indonesia 2013 Nominations List
Setelah Fiksi yang berhasil memenangkan beberapa kategori utama, termasuk Film Bioskop Terbaik dan Sutradara Terbaik di ajang Festival Film Indonesia 2008, tahun ini panitia penyelenggara Festival Film Indonesia kembali menunjukkan rasa cinta mereka terhadap genre horor dengan memberikan 13 nominasi kepada film Belenggu arahan Upi. 13 dari 15 kategori yang tersedia dalam Festival Film Indonesia 2013! That’s huge! Belenggu berhasil mendapatkan nominasi di beberapa kategori utama seperti Naskah Asli Terbaik dan Sutradara Terbaik untuk Upi, Pemeran Utama Pria Terbaik untuk Abimana, Pemeran Utama Wanita Terbaik untuk dua pemerannya, Imelda Therinne dan Laudya Cinthya Bella, serta Film Terbaik dimana Belenggu akan bersaing dengan 5 cm, Habibie & Ainun, Laura & Marsha dan Sang Kiai.
Continue reading Festival Film Indonesia 2013 Nominations List
Review: La Tahzan (Jangan Bersedih) (2013)
Mungkin dalam rangka menarik minat serta perhatian penonton Indonesia untuk menyaksikan filmnya, produser film Orenji kemudian memutuskan untuk mengganti judul film ini menjadi La Tahzan (Jangan Bersedih), memberikannya poster yang bernuansa Islami sekaligus merilisnya di masa menjelang libur Lebaran – sebuah jangka waktu yang dianggap paling menguntungkan untuk merilis sebuah film bagi industri film Indonesia. Sayangnya, nuansa relijius yang dihadirkan dalam jalan penceritaan La Tahzan (Jangan Bersedih) yang justru kemudian membuat kualitas film ini tersungkur. Jalan cerita yang awalnya bergerak di seputar romansa cinta segitiga antara ketiga karakter utamanya secara menggelikan kemudian berubah arah menjadi konflik kebatinan dan kepercayaan yang dihadirkan dengan begitu dangkal. Hasilnya, La Tahzan (Jangan Bersedih) terlihat hadir sebagai sebuah drama romansa dengan balutan kisah agama yang begitu dipaksakan kehadirannya.
Review: Fast & Furious 6 (2013)
Terakhir kali penonton menyaksikan petualangan duo karakter Dominic Toretto dan Brian O’Conner dalam Fast Five (2011), keduanya, bersama dengan segerombolan rekan-rekannya, sedang berada di Rio de Janeiro, Brazil dan sedang berada di bawah pengejaran seorang agen rahasia bernama Luke Hobbs (Dwayne Johnson), akibat kejahatan pencurian mobil-mobil mewah yang mereka lakukan. Terdengar seperti… errr… Ocean’s Eleven (2001)? Well… jika Fast Five adalah Ocean’s Eleven dari franchise The Fast and the Furious, maka Fast and Furious 6, atau yang juga dikenal dengan judul Furious 6, adalah Ocean’s Twelve (2004) dengan menggunakan lini penceritaan yang sama dimana karakter Hobbs kini berbalik kepada pasangan Dominic Toretto dan Brian O’Conner untuk membantunya dalam menyelesaikan sebuah kejahatan. Yep. Hollywood is definitely in the danger of running out their original ideas.
Review: Dead Mine (2013)
First of all… sekeras apapun usaha departemen pemasaran film ini mencoba untuk meyakinkan Anda, Dead Mine – atau yang berjudul lain Misteri di Balik Harta Terkubur – sama sekali bukanlah The Raid (2012). Tidak seperti The Raid yang secara terus-menerus menghadirkan deretan adegan aksi yang bombastis di dalam jalan ceritanya, Dead Mine lebih memilih untuk bercerita secara perlahan dalam menuturkan alur kisahnya yang bernuansa horor dan petualangan tersebut. Dihadirkan dengan tata produksi yang sangat berkelas, sayangnya Dead Mine justru terkesan dangkal dalam hal penceritaan dan karakterisasi yang seringkali membuat beberapa adegannya terasa terlalu datar serta jauh dari kesan menarik.
Review: The Raid (2012)
Sutradara asal Wales, Gareth Huw Evans, berhasil menghadirkan sebuah terobosan tersendiri bagi industri film Indonesia ketika ia merilis Merantau di tahun 2009. Tidak hanya berhasil membuktikan bahwa film action – sebuah genre yang sering dianaktirikan dalam industri film Indonesia modern – masih memiliki tempat tersendiri di hati para penonton film Indonesia, Evans juga secara berani mengajukan seni bela diri khas Indonesia, pencak silat, sebagai bagian utama dari penceritaan Merantau. Suatu hal yang bahkan belum berani dieksplorasi secara penuh oleh para pembuat film negeri ini. Hasilnya, meskipun Merantau dipenuhi dengan deretan kekakuan yang muncul di dialog-dialognya serta jalinan kisah yang cenderung klise, film tersebut mampu meraih perhatian yang maksimal di sepanjang masa perilisannya.