Review: Banda the Dark Forgotten Trail (2017)


Pada abad pertengahan, Kepulauan Banda – sebuah kumpulan pulau vulkanis yang tersebar di wilayah Laut Banda dan kini berada di bawah pemerintahan daerah Provinsi Maluku, Republik Indonesia – memiliki peran yang krusial bagi pergerakan ekonomi dunia. Di masa tersebut, rempah-rempah menjadi komoditas yang bahkan lebih berharga dari emas dan Kepulauan Banda – yang merupakan satu-satunya tempat dimana pohon-pohon penghasil buah pala dapat tumbuh – adalah surga yang dicari, diburu dan diperebutkan setiap orang. Di saat yang bersamaan, surga tersebut secara perlahan menjadi neraka bagi para penghuni asli Kepulauan Banda ketika rumah yang telah mereka tempati sepanjang hayat kemudian dipenuhi oleh ketamakan yang turut menyertai kedatangan bangsa-bangsa pendatang. Film dokumenter arahan Jay Subyakto, Banda the Dark Forgotten Trail, berusaha memaparkan sejarah panjang (dan kelam) dari Kepulauan Banda dari era keemasannya hingga sekarang – ketika nama kepulauan tersebut dan buah pala yang dihasilkannya hampir dilupakan dunia.

Dikawal oleh narasi dari Reza Rahadian (dan Ario Bayu dalam versi Bahasa Inggris dari film dokumenter ini) yang mampu mengeksplorasi dan memperdalam sisi emosional dari kisah yang ia tuturkan, Banda the Dark Forgotten Trail bercerita dengan lugas dalam menghantarkan informasi sejarah mengenai keberadaan sekaligus berbagai peristiwa yang melintangi Kepulauan Banda. Momen-momen terbaik dalam film dokumenter ini hadir ketika naskah cerita yang digarap oleh Irfan Ramli (Filosofi Kopi the Movie 2: Ben & Jody, 2017) berhasil menyajikan barisan informasi yang mungkin tidak begitu banyak diketahui masyarakat luas mengenai Kepulauan Banda sekaligus buah pala yang menjadi harta kekayaannya. Tidak ketinggalan, naskah cerita yang kemudian dibacakan oleh Rahadian tersebut turut diperkaya oleh barisan gambar karya sinematografer Ipung Rachmat Syaiful serta garapan desain produksi yang mampu meningkatkan kualitas dramatisasi pengisahan.

Banda the Dark Forgotten Trail juga tidak hanya terjebak pada pengisahan masa lalu dari Kepulauan Banda dari masa abad pertengahannya. Secara perlahan, film dokumenter ini turut mengisahkan berbagai peristiwa politik dan sosial yang terjadi di tempat tersebut bahkan hingga era modern. Sayangnya, perubahan warna pengisahan yang kemudian lebih memilih untuk berfokus pada berbagai peristiwa sejarah yang terjadi di Kepulauan Banda secara perlahan menjauhkan Banda the Dark Forgotten Trail dari fokus awal (dan utama) film yang berkisah mengenai buah pala yang dihasilkan oleh kepulauan tersebut. Banda the Dark Forgotten Trail tetap mampu tampil informatif – dan bahkan berusaha untuk hadir relevan dengan mengaitkan banyak peristiwa dengan kondisi sosial masyarakat Indonesia saat ini – namun fokus penceritaan yang terpecah membuat alur pengisahan film ini terasa sedikit kehilangan pegangannya.

Untungnya, paruh ketiga film ini kembali mengarahkan fokusnya pada buah pala yang dihasilkan oleh Kepulauan Banda serta bagaimana kondisi para petani buah pala di kepulauan tersebut dalam menghadapi kepopuleran buah pala yang semakin berkurang di era sekarang. Walau hadir dalam bahasan yang tidak terlalu mendalam tetapi gambaran tersebut jelas terasa lebih kuat dan mumpuni dalam bercerita dibandingkan dengan sempalan kisah yang mengisi paruh kedua film ini. Meskipun begitu, harus diakui, Banda the Dark Forgotten Trail adalah sebuah dokumenter yang berhasil tergarap dengan baik. Subyakto mampu mengisi filmnya dengan dramatisasi gambar dan suara yang jelas akan mampu memikat perhatian mereka yang bahkan tidak begitu menggemari film-film dokumenter. Sebuah presentasi yang sangat pantas untuk diberikan apresiasi lebih. [B-]

banda-the-dark-forgotten-trail-movie-posterBanda the Dark Forgotten Trail (2017)

Directed by Jay Subyakto Produced by Sheila Timothy Written by Irfan Ramli Starring Reza Rahadian, Ario Bayu Music by Lie Indra Perkasa Cinematography Ipung Rachmat Syaiful Editing by Aline Jusria, Cundra Setiabudhi, Syauqi ‘Bimbo’ Tuasikal Studio Lifelike Pictures Running time 94 minutes Country Indonesia Language Indonesian

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s