Diadaptasi dari novel berjudul sama yang ditulis oleh Luluk HF, 12 Cerita Glen Anggara disajikan sebagai film lepasan dari Mariposa (2020) yang masih diarahkan oleh Fajar Bustomi. 12 Cerita Glen Anggara sendiri memberikan fokus penceritaannya pada sosok karakter Glen Anggara (Junior Roberts) yang merupakan sahabat dari salah satu karakter utama dalam cerita Mariposa, Iqbal (Angga Yunanda). Dikisahkan, Glen Anggara yang belum pernah berpacaran sebelumnya, mendapatkan ajakan untuk berpacaran dari kakak kelasnya, Shena Rose (Prilly Latuconsina). Ajakan tersebut bukan tanpa sebab. Shena Rose mengidap gagal ginjal kronis yang membuat dokter memvonis hidupnya tidak lama lagi. Shena Rose lantas membuat daftar 12 hal yang ingin ia lakukan sebelum ajal menjemputnya dan berpacaran adalah hal pertama yang berada di daftar tersebut. Awalnya, Glen Anggara menolak permintaan aneh tersebut. Namun, setelah mengetahui kondisi Shena Rose, Glen Anggara setuju untuk menjadi pacar sekaligus bertekad untuk membantu gadis tersebut mewujudkan seluruh daftar keinginannya. Continue reading Review: 12 Cerita Glen Anggara (2022)
Tag Archives: Prilly Latuconsina
Review: Kukira Kau Rumah (2021)
Aktor muda yang baru akan menginjak usia 21 tahun pada 16 Februari mendatang, Umay Shahab, melakukan debut pengarahan film cerita panjangnya lewat Kukira Kau Rumah – sebuah drama romansa yang naskah ceritanya ia tulis bersama dengan Monty Tiwa (Ghibah, 2021) dan Imam Salimy (Will You Marry Me, 2016) berdasarkan lirik dari lagu berjudul sama yang dibawakan oleh kelompok musik Amigdala. Linimasa pengisahannya akan memperkenalkan penonton pada seorang gadis dengan gangguan bipolar, Niskala (Prilly Latuconsina), yang merasa dirinya bagai hidup dalam kurungan kedua orangtuanya, Dedi (Kiki Narendra) dan Mella (Unique Priscilla), yang bersikap overprotektif akibat kondisi mental yang dimilikinya. Beban perasaan yang dirasakan oleh Niskala mulai terasa menghilang ketika ia berkenalan dan menjalin hubungan dengan seorang pemuda bernama Pram (Jourdy Pranata). Hubungannya dengan Pram secara perlahan mengubah sikap Niskala dalam keseharian, termasuk sikapnya terhadap teman-teman terdekatnya, Dinda (Shenina Cinnamon) dan Octavianus (Raim Laode). Continue reading Review: Kukira Kau Rumah (2021)
Review: Danur 2: Maddah (2018)
Setelah kesuksesan film pertamanya, Danur: I Can See Ghosts (Awi Suryadi, 2017), yang sempat meraih predikat sebagai film horor Indonesia dengan jumlah penonton terbanyak sepanjang masa – sebelum gelar tersebut kemudian direbut oleh Pengabdi Setan (Joko Anwar, 2017), Danur 2: Maddah melanjutkan cerita mengenai Risa (Prilly Latuconsina) dan kemampuannya dalam melihat makhluk-makhluk dari alam supranatural. Dikisahkan, ketika kedua orangtuanya sedang berada dalam perjalanan ke luar negeri, Risa dan adiknya, Riri (Sandrinna M. Skornicki), memilih untuk menghabiskan banyak waktu mereka di rumah keluarga pamannya, Ahmad (Bucek Depp). Awalnya, kunjungan Risa dan Riri ke rumah paman mereka berjalan biasa saja. Namun, secara perlahan, Risa bersama dengan bibi, Tina (Sophia Latjuba), dan puteranya, Angki (Shawn Adrian), mulai merasakan terjadinya perubahan pada sikap Ahmad. Walau awalnya mengira ada wanita lain dalam kehidupan pamannya, Risa akhirnya menyadari bahwa ada keterlibatan kekuatan supranatural yang mengganggu kehidupan keluarga pamannya. Continue reading Review: Danur 2: Maddah (2018)
Review: Insya Allah Sah (2017)
Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Benni Setiawan (Toba Dreams, 2015) berdasarkan buku yang berjudul sama karya Achi TM, Insya Allah Sah berkisah tentang pertemuan yang tidak disengaja antara Silvi (Titi Kamal) dengan Raka (Pandji Pragiwaksono) ketika mereka terjebak di dalam sebuah lift yang sedang bermasalah. Dalam kepanikannya, Silvi lantas bernazar bahwa jika ia dapat keluar dengan selamat maka ia akan berubah menjadi sosok muslimah yang lebih taat akan aturan dan perintah Tuhan. Tidak lama setelah ia mengucapkan nazar tersebut, pintu lift pun terbuka dan Silvi dapat bertemu kembali dengan kekasihnya, Dion (Richard Kyle). Kejadian tersebut bahkan mendorong Dion untuk segera melamar Silvi. Tanpa disangka-sangka, Raka, seorang sosok pemuda yang lugu dan religius, kemudian menghubungi Silvi dan terus mengingatkannya akan nazar yang telah ia ucapkan. Dorongan Raka agar Silvi segera menjalankan nazarnya secara perlahan mulai mengganggu kehidupan Silvi dan rencana pernikahannya dengan Dion. Continue reading Review: Insya Allah Sah (2017)
Review: Danur (2017)
Diangkat dari buku berjudul Gerbang Dialog Danur yang ditulis oleh Risa Saraswati, Danur memulai pengisahannya ketika seorang anak perempuan bernama Risa (Asha Kenyeri Bermudez) membuat sebuah permohonan agar ia mendapatkan teman di hari ulang tahunnya. Permohonan tersebut terkabul ketika ia kemudian berkenalan dengan tiga orang anak-anak yang tiba-tiba hadir secara misterius, William (Wesley Andrew), Jansen (Kevin Bzezovski Taroreh) dan Peter (Gamaharitz). Kehadiran ketiga sahabat baru Risa ternyata disambut dingin oleh ibunya, Elly (Kinaryosih). Tidak mau anaknya terganggu oleh ketiga anak-anak asing tersebut, Elly lantas membawa pergi Risa dari rumah yang dimiliki oleh nenek mereka (Ingrid Widjanarko) itu. Sembilan tahun kemudian, Risa yang kini telah beranjak dewasa (Prilly Latuconsina) kembali ke rumah tersebut bersama dengan adiknya, Riri (Sandrinna Michelle Skornicki). Seperti yang dapat diduga, kehadiran keduanya kemudian mengundang berbagai kejadian aneh. Kehadiran seorang perawat bernama Asih (Shareefa Daanish) bahkan menambah kepelikan masalah yang harus dihadapi Risa dan Riri. Continue reading Review: Danur (2017)
Review: Hangout (2016)
Film garapan terbaru Raditya Dika, Hangout, dibintangi oleh Dika bersama dengan Soleh Solihun, Prilly Latuconsina, Gading Marten, Bayu Skak, Surya Saputra, Dinda Kanya Dewi, Titi Kamal dan Mathias Muchus – yang masing-masing berperan sebagai “versi alternatif” dari diri mereka sendiri. Kesembilan tokoh publik tersebut secara tidak sengaja bertemu di sebuah pulau setelah masing-masing mendapatkan sebuah undangan dari sosok yang sebelumnya belum familiar bagi mereka namun diduga sebagai seorang produser yang berencana akan melakukan proses casting untuk film terbarunya. Dalam suasana santai, kesembilannya menikmati saja semua fasilitas liburan yang telah diberikan pada mereka. Horor kemudian dimulai ketika Mathias Muchus tewas akibat racun yang secara tidak sadar ia konsumsi ketika makan malam. Panik jelas melanda kedelapan orang yang tersisa. Ancaman kematian yang menjebak mereka di pulau tersebut siap menjemput nyawa mereka satu persatu. Continue reading Review: Hangout (2016)
Review: La Tahzan (Jangan Bersedih) (2013)
Mungkin dalam rangka menarik minat serta perhatian penonton Indonesia untuk menyaksikan filmnya, produser film Orenji kemudian memutuskan untuk mengganti judul film ini menjadi La Tahzan (Jangan Bersedih), memberikannya poster yang bernuansa Islami sekaligus merilisnya di masa menjelang libur Lebaran – sebuah jangka waktu yang dianggap paling menguntungkan untuk merilis sebuah film bagi industri film Indonesia. Sayangnya, nuansa relijius yang dihadirkan dalam jalan penceritaan La Tahzan (Jangan Bersedih) yang justru kemudian membuat kualitas film ini tersungkur. Jalan cerita yang awalnya bergerak di seputar romansa cinta segitiga antara ketiga karakter utamanya secara menggelikan kemudian berubah arah menjadi konflik kebatinan dan kepercayaan yang dihadirkan dengan begitu dangkal. Hasilnya, La Tahzan (Jangan Bersedih) terlihat hadir sebagai sebuah drama romansa dengan balutan kisah agama yang begitu dipaksakan kehadirannya.
Review: Honeymoon (2013)
Jika saja kualitas sebuah film hanya dinilai dari penampilan fisik para jajaran pengisi departemen aktingnya, maka Honeymoon mungkin akan menjadi salah satu film terbaik yang pernah diproduksi… sepanjang masa. Layaknya film produksi Starvision Plus lainnya, Operation Wedding, yang dirilis beberapa bulan lalu, Honeymoon jelas terlihat merupakan sebuah film yang berusaha untuk menarik perhatian para penonton muda dengan mengedepankan jajaran pemeran berwajah atraktif yang memang cukup dikenal bagi demografi sasaran film ini. Well… here comes the bad news: atraktifnya wajah para pemeran sebuah film sama sekali tidak akan membantu meringankan beban penderitaan (beberapa) penonton dalam mengikuti eksekusi dari sebuah naskah cerita yang benar-benar dangkal… khususnya bila, seperti yang terjadi pada kasus film arahan Findo Purnomo HW (Fallin’ in Love, 2012) ini, jajaran pemeran berwajah atraktif tersebut juga sama sekali tidak mau berusaha untuk berakting dalam menghidupkan setiap karakter yang mereka perankan.