Review: Maleficent: Mistress of Evil (2019)


Ketika dirilis lima tahun lalu, Walt Disney Pictures jelas meniatkan agar Maleficent (Robert Stromberg, 2014) dapat memberikan penyegaran pada kisah klasik Sleeping Beauty (Clyde Geronimi, Eric Larson, Wolfgang Reitherman, Les Clark, 1959) – dan, tentu saja, membuka kesempatan bagi rumah produksi tersebut untuk memiliki sebuah seri film komersial yang baru. Alih-alih memberikan fokus penuh pada sosok karakter Aurora, Maleficent justru memilih untuk menghadirkan sebuah sudut pandang baru bagi karakter Maleficent yang awalnya dikenal sebagai sosok antagonis namun kemudian dibentuk dengan karakterisasi baru yang menjelaskan imej buruk yang selama ini melekat pada dirinya. Hasilnya tidak mengecewakan. Meskipun kehadiran Maleficent tidak mendapatkan sambutan yang hangat dari kalangan kritikus film dunia, film yang dibintangi Angelina Jolie tersebut sukses mengumpulkan pendapatan komersial sebesar lebih dari US$750 juta dari perilisannya di seluruh dunia. Lima tahun mungkin terasa sebagai jeda waktu yang cukup lama untuk merilis sebuah sekuel namun Walt Disney Pictures jelas tidak akan melepaskan kesempatan begitu saja untuk mendapatkan keuntungan komersial lebih besar dari seri film yang juga menghadirkan penampilan akting dari Elle Fanning ini.

Perwujudan sekuel bagi Maleficent dihadirkan melalui Maleficent: Mistress of Evil yang kini menempatkan sutradara Joachim Rønning untuk duduk di kursi penyutradaraan. Jika film sebelumnya memberikan ruang utama pengisahan pada dinamika hubungan antara karakter Maleficent (Jolie) dengan Aurora (Fanning), maka Maleficent: Mistress of Evil menciptakan ruang yang lebih luas bagi banyak konflik maupun karakter. Aurora – yang kini telah menjadi ratu bagi Kerajaan Moors – dikisahkan telah meneriman lamaran pernikahan dari Prince Phillip (Harris Dickinson) – suatu hal yang kurang mendapatkan restu dari Maleficent yang selama ini telah berperan sebagai ibu baptis bagi Aurora. Meskipun begitu, berkat bujukan Aurora dan asistennya Diaval (Sam Riley), Maleficent kemudian setuju untuk menghadiri acara makan malam yang diadakan oleh orangtua Prince Phillip, King John (Robert Lindsay) dan Queen Ingrith (Michelle Pfeiffer), yang merupakan penguasa dari Kerajaan Ulstead. Sial, acara yang seharusnya berjalan bahagia dan menyenangkan tersebut berakhir muram setelah Maleficent dan Queen Ingrith saling beradu argumen tentang kondisi hubungan kerajaan mereka di masa lalu. Hal yang jelas secara perlahan memberikan ketegangan pada hubungan Aurora dan Prince Phillip.

Cukup menyenangkan untuk menyaksikan sederetan perubahan yang dibawa Rønning dalam presentasi cerita Maleficent: Mistress of Evil. Jika Stromberg mengarahkan Maleficent dengan atmosfer gothic dan nada pengisahan drama yang cukup kental, maka Rønning membawa Maleficent: Mistress of Evil ke jalur presentasi kisah yang lebih ringan dan berwarna. Barisan gambar yang hadir dengan lebih banyak warna serta selipan guyonan yang dapat ditemukan di banyak barisan dialog para karakter harus diakui membuat film ini menjadi lebih menyenangkan untuk disaksikan. Karakter Maleficent yang dibawakan Jolie juga secara perlahan terasa menjauh dari kesan kaku dan bertransformasi menjadi sosok yang lebih hangat dan mudah untuk disukai. Sayangnya, beberapa perubahan tersebut tak lantas diikuti dengan peningkatan kualitas penceritaan. Sama seperti film pendahulunya, Maleficent: Mistress of Evil menawarkan tema-tema a la film-film keluarga keluaran Walt Disney Pictures yang familiar. Namun, fokus yang kemudian dibagikan kepada beberapa karakter tidak mampu ditangani dengan cukup bijaksana.

Naskah cerita film yang masih ditangani oleh penulis naskah cerita film sebelumnya, Linda Woolverton, bersama dengan duo penulis naskah dari film The Motel Life (2012), Noah Harpster dan Micah Fitzerman-Blue, membagi porsi pengisahan menjadi tiga: kisah romansa yang terjalin antara karakter Aurora dan Prince Phillip, kisah pertemuan kembali karakter Maleficent dengan “keluarga besar”-nya, serta plot kejahatan yang sedang dibentuk oleh karakter Queen Ingrith. Tentu saja, seluruh elemen cerita tersebut masih dibalut dengan kisah hubungan antara karakter Aurora dan Maleficent yang menjadi sentral pengisahan dalam film sebelumnya. Barisan konflik yang diciptakan Woolverton, Harpster, dan Fitzerman-Blue untuk Maleficent: Mistress of Evil sebenarnya cukup menarik. Namun, dengan porsi pengisahan yang kualitasnya cukup berimbang satu sama lain, sulit untuk benar-benar menemukan fokus yang tepat bagi film ini. Hasilnya, daripada menjadi sebuah kesatuan kisah yang kokoh, tidak ada satupun diantara konflik tersebut yang lantas mampu berkembang secara baik dan akhirnya justru saling menutupi kualitas satu dengan lainnya. Cukup disayangkan.

Terlepas dari rapuhnya bangunan cerita film, Maleficent: Mistress of Evil setidaknya masih mendapatkan dukungan kualitas dari elemen-elemen penceritaan lainnya. Selain menghadirkan atmosfer yang lebih segar, tata pengarahan Rønning mampu mengalirkan film dengan seksama. Tata produksi yang meyakinkan juga menjadikan banyak adegan film hadir secara mengesankan. Selain Jolie yang kini mendapatkan ruang karakterisasi yang lebih luas dan tampil lebih lugas, para pengisi departemen akting film lainnya juga sukses menghadirkan penampilan terbaik mereka. Fanning akan mampu menghipnotis setiap mata yang menyaksikan adegan-adegan yang menghadirkan sosok Aurora. Riley mencuri perhatian dalam tiap adegannya. Hal yang sama juga dapat dirasakan dari penampilan Chiwetel Ejiofor dan Ed Skrein. Tetapi jelas adalah penampilan Pfeiffer yang menjadi pusat perhatian bagi pengisahan Maleficent: Mistress of Evil – judul yang juga mengarah pada sosok karakter yang diperankannya. Sebagai Queen Ingrith, Pfeiffer tampil sebagai sosok antagonis dengan daya pikat yang luar biasa kuat. Pfeiffer juga terlihat begitu bersenang-senang dengan karakternya yang menjadikan sosok Queen Ingrith juga semakin mempesona. Adegan duelnya bersama Jolie di paruh ketiga juga menjadi momen terkuat bagi film ini – sekaligus dapat menjadi alasan mengapa Maleficent: Mistress of Evil masih sangat layak untuk disaksikan.

popcornpopcornpopcornpopcorn2popcorn2

maleficent-mistress-of-evil-elle-fanning-angelina-jolie-sam-riley-movie-posterMaleficent: Mistress of Evil (2019)

Directed by Joachim Rønning Produced by Joe Roth, Angelina Jolie, Duncan Henderson Written by Linda Woolverton, Noah Harpster, Micah Fitzerman-Blue (screenplay), Linda Woolverton (story), Charles Perrault (characters) Starring Angelina Jolie, Elle Fanning, Michelle Pfeiffer, Chiwetel Ejiofor, Sam Riley, Ed Skrein, Harris Dickinson, Imelda Staunton, Juno Temple, Lesley Manville, Robert Lindsay, Warwick Davis, Jenn Murray, David Gyasi, Judith Shekoni, Miyavi, John Carew, Freddie Wise Music by Geoff Zanelli Cinematography Henry Braham Edited by Laura Jennings, Craig Wood Production company Walt Disney Pictures/Roth Films Running time 118 minutes Country United States Language English

2 thoughts on “Review: Maleficent: Mistress of Evil (2019)”

Leave a Reply