Rasanya cukup sukar untuk tidak menyinggung “kericuhan” yang disebabkan oleh Star Wars: The Last Jedi (Rian Johnson, 2017) sebelum membicarakan Star Wars: The Rise of Skywalker. Meskipun mendapatkan ulasan yang sangat positif dari banyak kritikus film, pilihan Johnson untuk menghadirkan linimasa pengisahan film dengan warna plot, karakter, konflik, dan humor yang sedikit berbeda serta lebih progresif jika dibandingkan dengan film-film dalam seri Star Wars lainnya membuat Star Wars: The Last Jedi ditanggapi cukup dingin oleh banyak penggemar berat seri film yang kini telah berusia lebih dari 40 tahun tersebut. Ketidaksukaan para penggemar setia Star Wars terhadap film garapan Johnson tersebut – yang ditandai dengan membanjirnya penilaian dan komentar negatif tentang Star Wars: The Last Jedi di berbagai situs internet – terasa begitu kental sehingga beberapa kali mendapatkan tanggapan langsung baik dari aktor, produser, bahkan Johnson sebagai sang sutradara film. Ketidakmampuan Johnson untuk memuaskan para penggemar berat Star Wars itu pula yang dikabarkan menjadi penyebab mengapa Johnson tidak kembali dilibatkan oleh Walt Disney Studios ketika Colin Trevorrow – yang awalnya didapuk untuk mengarahkan Star Wars: The Rise of Skywalker – kemudian memilih untuk meninggalkan proyek film tersebut. Continue reading Review: Star Wars: The Rise of Skywalker (2019)
Tag Archives: Warwick Davis
Review: Maleficent: Mistress of Evil (2019)
Ketika dirilis lima tahun lalu, Walt Disney Pictures jelas meniatkan agar Maleficent (Robert Stromberg, 2014) dapat memberikan penyegaran pada kisah klasik Sleeping Beauty (Clyde Geronimi, Eric Larson, Wolfgang Reitherman, Les Clark, 1959) – dan, tentu saja, membuka kesempatan bagi rumah produksi tersebut untuk memiliki sebuah seri film komersial yang baru. Alih-alih memberikan fokus penuh pada sosok karakter Aurora, Maleficent justru memilih untuk menghadirkan sebuah sudut pandang baru bagi karakter Maleficent yang awalnya dikenal sebagai sosok antagonis namun kemudian dibentuk dengan karakterisasi baru yang menjelaskan imej buruk yang selama ini melekat pada dirinya. Hasilnya tidak mengecewakan. Meskipun kehadiran Maleficent tidak mendapatkan sambutan yang hangat dari kalangan kritikus film dunia, film yang dibintangi Angelina Jolie tersebut sukses mengumpulkan pendapatan komersial sebesar lebih dari US$750 juta dari perilisannya di seluruh dunia. Lima tahun mungkin terasa sebagai jeda waktu yang cukup lama untuk merilis sebuah sekuel namun Walt Disney Pictures jelas tidak akan melepaskan kesempatan begitu saja untuk mendapatkan keuntungan komersial lebih besar dari seri film yang juga menghadirkan penampilan akting dari Elle Fanning ini. Continue reading Review: Maleficent: Mistress of Evil (2019)
Review: Solo: A Star Wars Story (2018)
Dirilis setelah Rogue One: A Star Wars Story (Gareth Edwards, 2016) dan merupakan film kedua dalam seri film Star Wars Anthology yang dirancang The Walt Disney Company serta Lucasfilm Ltd. untuk mengisi senggang waktu dua tahun dari jarak perilisan tiap film utama Star Wars, Solo: A Star Wars Story menghadirkan pengisahan masa muda dari karakter Han Solo (Alden Ehrenreich) jauh sebelum dirinya terlibat dalam berbagai konflik yang digambarkan dalam Star Wars: Episode IV – A New Hope (George Lucas, 1977). Melalui film ini, penonton dapat mengenal bangunan kepribadian Han Solo dengan mengikuti momen-momen penting yang nantinya turut membantu karakter tersebut menjadi salah satu karakter ikonik di dunia perfilman: mulai dari momen ia mendapatkan nama Han Solo, perkenalannya dengan Chewbacca (Joonas Suotamo) dan Lando (Donald Glover) yang merupakan pemilik awal dari kapal angkasa Millennium Falcon, serta kisah romansanya dengan Qi’ra (Emilia Clarke) yang terbentuk sebelum ia bertemu dengan Princess Leia Organa. Tentu saja, Solo: A Star Wars Story juga akan melibatkan Han Solo dalam serangkaian petualangan yang menuntutnya untuk tampil dalam adegan-adegan penuh aksi.
Review: Star Wars: The Last Jedi (2017)
Meskipun mendapatkan banyak tanggapan positif ketika masa perilisannya, Star Wars: The Force Awakens (J. J. Abrams, 2015) juga mendapatkan banyak kritikan ketika plot pengisahannya terasa terlalu banyak bergantung pada berbagai elemen nostalgia dari berbagai seri Star Wars terdahulu daripada berusaha untuk membawanya dalam sebuah alur pengisahan yang lebih segar. Well… seri terbaru Star Wars, Star Wars: The Last Jedi, yang kini berada di bawah arahan Rian Johnson (Looper, 2012) sepertinya tampil untuk menjawab tantangan tersebut. Dengan naskah cerita yang juga digarapnya sendiri, Johnson membawa Star Wars ke arah sekaligus warna pengisahan yang mungkin tidak dapat diduga beberapa penggemar seri film ini sebelumnya. Namun, di saat yang bersamaan, usaha Johnson untuk menyajikan Star Wars dengan lapisan pengisahan yang lebih rumit dihadirkan dengan naratif dan ritme penceritaan yang cenderung lemah. Hasilnya, dengan durasi presentasi sepanjang 152 menit – merupakan film Star Wars dengan durasi terpanjang hingga saat ini, Star Wars: The Last Jedi tampil cukup melelahkan. Continue reading Review: Star Wars: The Last Jedi (2017)
Review: Harry Potter and the Deathly Hallows – Part 2 (2011)
This is it! Setelah sebuah usaha untuk sedikit memperpanjang usia franchise film Harry Potter dengan membagi dua bagian akhir dari kisah Harry Potter and the Deathly Hallows, dunia kini tampaknya harus benar-benar mengucapkan salam perpisahan mereka pada franchise yang telah berusia satu dekade dan memberikan tujuh seri perjalanan yang mengagumkan ini. Harry Potter and the Deathly Hallows – Part 2 memiliki nada penceritaan yang menyerupai bagian awal kisahnya – yang sekaligus membuktikan bahwa Harry Potter and the Deathly Hallows adalah sebuah kesatuan penceritaan yang unik sekaligus akan memberikan efek emosional yang lebih mendalam jika diceritakan dalam satu bagian utuh. Pun begitu, dengan apa yang ia hantarkan di …The Deathly Hallows – Part 2, David Yates akan mampu memenuhi ekspektasi setiap orang tentang bagaimana final dari salah satu kisah yang paling dicintai di muka Bumi akan berakhir: EPIK!
Continue reading Review: Harry Potter and the Deathly Hallows – Part 2 (2011)
Review: Harry Potter and the Deathly Hallows – Part 1 (2010)
Sejujurnya, ide untuk membagi bagian akhir dari adaptasi dari kisah petualangan Harry Potter, Harry Potter and the Deathly Hallows, menjadi dua bagian adalah murni alasan komersial belaka daripada untuk menangkap seluruh esensi cerita dari novelnya. Hal ini, sayangnya, sangat terbukti dengan apa yang diberikan oleh sutradara David Yates lewat Harry Potter and the Deathly Hallows – Part 1. Filmnya sendiri berjalan cukup baik, namun dengan durasi sepanjang 146 menit, Yates terlalu banyak mengisi bagian pertama kisah ini dengan berbagai detil yang sebenarnya tidak diperlukan di dalam cerita, yang membuat …The Deathly Hallows – Part 1 terasa sebagai sebuah film dengan kisah yang sebenarnya singkat namun diulur sedemikian panjang untuk memenuhi kuota waktu penayangan.
Continue reading Review: Harry Potter and the Deathly Hallows – Part 1 (2010)